Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Alang-alang Yang Meluas

Achmad Soedarsan berhasil meraih gelar doktor ilmu pertanian. penelitiannya tentang penggunaan herbisida urea dalam pengendalian gulma. Pembasmian total alang-alang akan merusak ekologi. (ling)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN senyum ia memperlihatkan tabung perak bakar yang berhiaskan ukiran motif gajah, suatu lambang ilmu pengetahuan. Di dalam tahung itu terdapat surat promosinya sebagai Doktor dalam Ilmu Pertanian dengan predikat sangat memuaskan. Achmad Soedarsan pekan lalu berhasil meraih gelar Doktor itu dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Disertasinya ialah tentang Pengaruh Beberapa Herbisida Urea dan Sejenisnya terhadap Alang-alang di Perkebunan Karet. Dari pengumpulan data areal, walaupun secara angket, Soedarsan menyimpulkan bahwa daerah distribusi alang-alang sudah sangat meluas dan merupakan masalah di seluruh perkebunan karet di Jawa. Kehadiran alang-alang ini menyebabkan susunan akar tanaman karet tidak sempurna, sehingga penyerapan air dan zat hara terhalang. Selain gangguan mekanis juga terdapat gangguan kimiawi. Jumlah akar cabang tanaman karet sangat sedikit dan pada akar tunggang tampak benjolan. Soedarsan sependapat dengan beberapa sarjana sebelumnya, bahwa ini mungkin disebabkan adanya senyawa racun yang diekskresikan akar alang-alang itu. Pengendalian Pengamatan selama 8 bulan menunjukkan pertumbuhan batang karet di tempat yang ditumbuhi alang-alang tingginya hanya bertambah 11% dan lingkar batang hanya 23%, dibanding 100% dan 100% masing-masing di tempat yang bebas dari alang-alang. Indikasi lain adalah bahwa berat kering tanaman karet untuk keadaan pertama hanya 19 gr (10%) dibanding 181,1 gr (100%) bagi keadaan kedua. Kesimpulannya adalah bahwa jelas alang-alang menghambat pertumbuhan tanaman karet. Kemampuan regenerasi alang-alang yang sangat besar mula-mula menarik perhatian Soedarsono. "Ini bukti bahwa serapan enersi tanaman ini amat besar," katanya. "Enersi inilah yang disimpan sebagai pati dalam rimpangnya." Untuk pengendaliannya, Soedarsan menyarankan pemakaian herbisida urea sperti juga pendapat beberapa sarjana sebelumnya. Herbisida urea dapat menghambat proses fotosintesis sehingga penyediaan enersi dalam rimpang alang-alang terkuras habis dan ia tidak tumbuh lagi. Alang-alang merupakan tanaman pengganggu, atau dengan istilah yang dipakai sekarang "gulma". Menurut kamus Poerwadarminta, gulma berarti rumput-rumputan, tetapi istilah ini oleh kalangan pertanian dipakai dalam arti yang lebih luas. Gulma adalah semua jenis tanaman yang tumbuh tidak pada tempatnya, dan mengganggu upaya manusia. Sebagai contoh Soedarsan mengemukakan sebuah sawah yang ditanami kacang-kacangan, tetapi di antaranya masih tumbuh bekas padi. "Dalam hal ini padi adalah gulma," katanya. "Sebab tanaman utama sekarang adalah kacang itu." Soedarsan tidak setuju dengan pembasmian total alang-alang. Karena itu ia cenderung untuk mempergunakan istilah pengendalian. "Pembasmian total bisa berarti merusak ekologi," ia jelaskan. Soedarsan juga menjelaskan bahwa pengaruh herbisida urea berbeda menurut jenis tanaman. Beberapa jenis herbisida urea tidak menghambat pertumbuhan bibit karet. Namun ia menyimpulkan bahwa kemampuan herbisida urea dalam menghambat pertumbuhan bibit padi, jagung dan sorgum lebih besar daripada kacang hijau atau kedelai. Pentingnya pengendalian ini bagi petani transmigrasi jelas menonjol. Bagi mereka sangat sukar -- dengan tenaga yang umumnya terbatas -- mengerjakan areal pertanian yang luas. Sering tidak terkejar pemanfaatan tanah terhadap serangan menjalarnya alang-alang. Karena itu Soedarsan dalam salah satu dalil menandaskan bahwa untuk menghindari semakin meluasnya areal tanah kritis, harus dihindari sistem peladangan yang berpindah-pindah pada transmigrasi. Penerapan herbisida urea dalam pengendalian gulma, menurut Soedarsan, harus dilakukan oleh tim yang khusus terlatih untuk itu. "Jangan diserahkan kepada petani masing-masing." Bukan dengan mudah Soedarsan meraih gelar Doktor itu. Sejak tahun 1974 ia telah mengajukan niatnya membuat lisertasi kepada promotornya, Dr. ir. Otto Soemarwoto. Setiap hari, selama 5 tahun, di samping bekerja rutin di Balai Penelitian Perkebunan Bogor, ia belajar, meneliti dan menulis. "Saya beruntung mempunyai isteri yang berasal dari Aceh," kata Soedarsan. Kebiasaan isterinya menjalankan shalat, menyebabkan Soedarsan pun selalu bangun menjelang subuh. Waktu ini dipergunakannya untuk studi sebelum masuk kantor. "Semua acara seperti nonton atau kunjungan sosial terpaksa mengalah," katanya. "Untung isteri saya seorang yang tabah dan memaklumi." Soedarsan adalah anggota aktif dari Himpunan Ahli Gulma Indonesia. Organisasi ini berkedudukan di Medan dan dipimpin oleh Dr. ir. Soepadio. Kini keanggotaannya sudah mencapai 300-an.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus