Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Penduduk di sekitar Teluk Youtefa makin kesulitan mencari ikan karena laut kian tercemar dan hutan bakau rusak.
Pembangunan sejumlah proyek besar di Teluk Youtefa dinilai menambah kerusakan di kawasan itu.
Berkurangnya tutupan vegetasi di pesisir Teluk Youtefa berisiko meningkatkan abrasi.
Fransina Hanasbey sudah tujuh jam duduk mencangkung di atas jembatan di Kampung Injros, Distrik Abepura, Papua, pada Jumat siang, 24 Juli lalu. Sebuah baskom yang tergeletak di sisinya baru terisi seekor ikan kecil hasil pancingannya hari itu. Toh, Fransina tetap sabar menanti ikan-ikan buruannya. “Semakin sulit menangkap ikan, hasil tangkapan lainnya pun sedikit,” kata Fransina.
Hal serupa dialami Laban Hamadi, nelayan dari Kampung Tobati yang bertetangga dengan Injros di pesisir Teluk Youtefa. Pria 65 tahun itu berkata menangkap ikan dengan mudah di Teluk Youtefa hanya kenangan masa lalu. Di pesisir teluk, kawasan yang sekarang berdiri jembatan berkelir merah-putih Youtefa, Laban dulu biasa mendapat ikan cakalang. “Cakalang sudah tidak masuk lagi karena pencemaran laut,” kata Laban.
Mencari ikan di seputaran Kampung Tobati sejak 1970-an, Laban biasa berperahu membawa jaring dan alat pancing. Pergi melaut menjelang pagi, dia bisa cepat pulang dengan perahu berisi banyak ikan. Memancing di laguna di Teluk Youtefa pun mudah saja. Airnya masih bersih. Sejumlah ikan, seperti cakalang, kombong, deho, gutila, dan samandar, menjadi buruan penduduk kampung. Hutan bakau tempat pemijahan ikan pun masih aman. Kepiting, ikan, dan siput melimpah.
Namun, sejak dua dekade lalu, Laban merasakan variasi ikan-ikan di Teluk Youtefa terus menyusut. Kini tersisa samandar kecil yang masih bisa dipancing. “Sekarang butuh semalaman untuk mendapatkan ikan,” ujarnya saat ditemui pada Agustus lalu.
Pencemaran di Teluk Youtefa, menurut Laban, membuat jumlah ikan berkurang drastis. Hutan-hutan bakau di kawasan teluk yang dibabat membuat tempat ikan biasa bertelur hilang. Pembangunan jembatan, jalan lingkar menuju Jayapura, dan bangunan lain di pesisir Teluk Youtefa ikut memperparah kondisi lingkungan. “Banyak proyek di sini, bunyi mesin-mesin dan alat berat, ikan bergeser semua,” katanya.
Ricky Hababuk, nelayan yang sehari-hari melaut di Teluk Youtefa, menuturkan kian sulit menangkap ikan dalam beberapa tahun terakhir. Para nelayan justru banyak menjaring sampah. Padahal, sebelumnya ikan sangat mudah didapat dalam tempo kurang dari dua jam. “Menebar jaring di depan rumah pun sudah bisa mendapat banyak ikan,” katanya.
Sulit mendapat ikan, penghasilan Ricky ikut melorot. Untuk mendapat duit Rp 200 ribu, dia harus bekerja keras dengan melaut semalaman. Sebelumnya, Ricky bisa meraup pendapatan hingga Rp 1 juta dari hasil memancing di Teluk Youtefa. “Sekarang mau dapat ikan kecil-kecil saja susah,” ujar Ricky.
Kepala Kampung Injros, Origenes Meraudje, mengatakan para nelayan dan masyarakat tak lagi leluasa menangkap ikan. Mereka lebih banyak mencari ikan di sekitar rumah setelah sebagian kawasan laut dijadikan area untuk lomba dayung Pekan Olahraga Nasional 2021. Padahal, lokasi itu tadinya rumah berbagai jenis ikan dan kerang. “Masyarakat masih menangkap ikan, cuma areanya berkurang,” tutur Meraudje.
Venue dayung dan fasilitas untuk PON 2021 di Teluk Youtefa diduga melanggar aturan tata ruang Kota Jayapura. Apalagi venue dayung itu berada di hutan lindung. Proyek itu juga dinilai tak melalui prosedur perizinan dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua. “Dinas Kehutanan tidak mungkin tidak terlibat karena ini barang di depan mata,” kata anggota Komisi A DPRD Kota Jayapura, Yoan Alfredo Wambitman, Selasa, 21 Juli lalu.
Masyarakat setempat pun menentang pembangunan itu. Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay, George Awi, mengatakan penduduk sebenarnya tidak keberatan atas pembangunan apa pun selama sesuai dengan peraturan tata ruang wilayah. “Kalau itu daerah mangrove atau hutan lindung, pemerintah juga harus menaatinya,” kata George.
Menurut George, pemerintah sejak awal tak melibatkan warga setempat dalam konsultasi pembangunan venue dayung untuk PON 2021. Konsultasi publik baru dilakukan pada 30 Juli. Padahal, sebagian lokasi proyek sudah ada yang ditimbun sejak awal Juli. Timbunan menjorok ke laut dan menggerus kawasan mangrove. Pembangunan berhenti setelah masyarakat melayangkan protes.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo