Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap lembaga pendidikan, baik sekolah khusus sampai perguruan tinggi yang menerima peserta didik berkebutuhan khusus harus memiliki layanan yang terakses sesuai dengan ragam disabilitas yang ada. Ihwal aksesibilitas ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas yang ditetapkan pada 20 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas membagi ragam disabilitas menjadi empat kelompok, yakni penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas intelektual, penyandang disabilitas mental, dan penyandang disabilitas sensorik. Setiap ragam disabilitas tersebut membutuhkan aksesibilitas yang berbeda.
Berikut rangkuman aksesibilitas yang dibutuhkan difabel di lembaga pendidikan, baik sekolah sampai universitas sesuai dengan ragam disabilitasnya.
- Peserta didik disabilitas fisik
Penyandang disabilitas fisik memerlukan ketersediaan aksesibilitas untuk menuju tempat yang lebih tinggi dalam bentuk bidang miring, lift, dan atau bentuk lainnya. - Peserta didik disabilitas intelektual
Dalam kegiatan belajar mengajar, penyandang disabilitas intelektual memerlukan fleksibilitas proses, penyesuaian bentuk materi, fleksibilitas pencapaian serta evaluasi penilaian terhadap pembelajaran peserta didik.
Penyesuaian rasio antara jumlah guru atau dosen dengan jumlah peserta didik di kelas juga dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, tambahan pelajaran mengenai keterampilan hidup sehari-hari, baik keterampilan domestik, keterampilan berinteraksi di masyarakat, maupun di tempat berkarya harus disediakan. - Peserta didik disabilitas mental
Peserta didik disabilitas mental memerlukan ketersediaan akses yang hampir serupa dengan peserta didik disabilitas intelektual. Hanya saja, mereka tidak memerlukan tambahan materi keterampilan untuk hidup mandiri atau berinteraksi sosial di dalam masyarakat.
Peserta didik disabilitas mental memerlukan fleksibilitas waktu untuk tidak mengikuti pembelajaran pada saat menjalani proses perawatan mental. Peserta didik disabilitas mental juga memerlukan fleksibilitas posisi duduk dan waktu istirahat saat mengikuti proses pembelajaran.
Guna mengantisipasi berbagai keadaan, penyelenggara pendidikan perlu menyediakan ruang bagi peserta didik disabilitas mental untuk melepas ketegangan, atau dikenal dengan nama ruang relaksasi. - Peserta didik disabilitas sensorik
Jenis ragam disabilitas ini terbagi tiga yaitu disabilitas netra, disabilitas rungu dan disabilitas rungu-netra. Setiap sub ragam disabilitas ini memiliki kebutuhan akses yang berbeda-beda.
1. Peserta didik disabilitas netra
Dalam kegiatan belajar mengajar, peserta didik disabilitas netra memerlukan berbagai standar laman yang aksesibel dalam penggunaan teknologi, aplikasi, dan peralatan berbasis teknologi baik dalam sistem pendaftaran, administrasi, proses belajar mengajar, maupun evaluasi. Salah satu teknologi yang dimaksud adalah teknologi pembaca layar yang terintegrasi dengan berbagai program teknologi lainnya.
Peserta didik disabilitas netra juga memerlukan penyediaan denah timbul/maket yang menggambarkan lingkungan fisik sekolah/kampus lembaga pendidikan. Penyediaan akses ini termasuk pendampingan saat melakukan orientasi mobilitas di lingkungan sekolah atau kampus.
Selain penyesuaian format pembelajaran yang terakses, peserta didik disabilitas netra juga memerlukan penyesuaian strategi pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu khususnya matematika, fisika, kimia, statistik dan olahraga.
2. Peserta didik disabilitas rungu
Dalam kegiatan belajar mengajar, peserta didik disabilitas rungu memerlukan penyesuaian pilihan cara berkomunikasi, mengakses informasi dan instruksi dalam proses pembelajaran, serta evaluasi menggunakan cara yang sesuai dengan pilihan masing-masing peserta.
Salah satu ketersediaan akses yang juga sangat diutamakan bagi peserta didik disabilitas rungu adalah pendampingan di kelas, baik oleh juru bahasa isyarat maupun juru catat jika pendidik tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Dalam proses belajar mengajar bahasa asing, peserta didik disabilitas rungu memerlukan modifikasi tugas dan evaluasi pelajaran yang dikonversi dalam bentuk tugas tertulis.
Fleksibilitas posisi duduk harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Kebutuhan ini juga diikuti dengan posisi pendidik yang wajib menghadap ke peserta didik dalam menyampaikan materi pembelajaran.
3. Peserta didik disabilitas rungu-netra
Salah satu komponen aksesibilitas yang sangat diperlukan peserta didik dikenal dengan disabilitas multi atau ganda ini adalah komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Komunikasi yang digunakan adalah bahasa isyarat raba. Sementara komponen aksesibilitas lain yang dibutuhkan merupakan perpaduan antara akses bagi peserta disabilitas rungu dan netra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini