Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengancam akan menggeruduk ruang Rektor UI Ari Kuncoro jika dalam tujuh hari tidak merespons tuntutan mahasiswa. Mereka menuntut adanya transparansi dalam penetapan biaya operasional pendidikan atau BOP. BEM UI mengatakan nominal BOP yang ditetapkan kampus mencekik kantong sejumlah mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu disampaikan oleh Ketua BEM UI Melki Sedek Huang usai menggelar aksi simbolik di Lapangan Rotunda, Kampus UI Depok pada Jumat, 23 Juni 2023. “Dari 2.000 lebih mahasiswa yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), terdapat setidaknya 700 aduan keberatan atas biaya pendidikan yang ditetapkan,” kata Melki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan BEM UI masih terus berupaya untuk bertemu dengan rektor. Menurutnya, sudah bertahun-tahun Ari tak membuka ruang dialog dengan mahasiswa. Hingga kini, Melki mengatakan belum ada tanda-tanda respons dari Ari Kuncoro. Jika dalam sepekan tak ada jawaban dari kampus, mereka mengancam akan menggelar aksi yang lebih besar.
"Jika dalam waktu 7 x 24 jam tidak ada responss, kami akan rancang aksi penolakan lebih besar,” tegasnya.
Melki mengatakan ratusan mahasiswa mengaku keberatan atas penetapan uang kuliah tunggal atau UKT oleh kampus. Dalam melakukan penetapan biaya pendidikan itu, menurut Melki, kampus tidak transparan. Dia mengatakan ada mahasiswa yang dikenakan UKT golongan tinggi, padahal kondisi ekonomi keluarganya termasuk tak mampu.
Meski begitu, Melki mengakui kampus sebelumnya memang sudah menyediakan ruang untuk mahasiswa mengajukan banding sebelum penetapan UKT final keluar. Namun, menurut dia, proses dan mekanismenya tak jelas. Sehingga, ketika kampus mengumumkan hasil final UKT pada 20 Juni lalu, masih ada mahasiswa yang UKT-nya belum turun.
“Memang telah disediakan ruang pengajuan banding bagi mahasiswa yang keberatan, tetapi sistem banding yang tersedia hanya berbentuk komentar dan tidak jelas mekanismenya. Nyatanya masih banyak mahasiswa yang mengaku tidak mendapatkan penurunan biaya pendidikan tanpa keterbukaan alasan,” ungkapnya.
Saat ini, BEM UI masih berusaha mendata mahasiswa yang belum mendapatkan penurunan UKT. Ia mengungkapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH), seharusnya UI memiliki kewenangan untuk mencari pemasukan dari berbagai sumber secara mandiri di luar dana APBN, salah satunya melalui ventura. Hal tersebut diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Idealnya, kata Melki, UI dapat memanfaatkan deviden hasil penyertaan modal kegiatan usaha sebagai tambahan dana untuk menunjang kebutuhan yang strategis.
“Namun, UI memilih untuk meningkatkan biaya pendidikan secara besar-besaran tanpa memberikan keterbukaan alokasi yang jelas,” ungkap Melki.
Melki menerangkan berbagai upaya telah BEM UI lakukan untuk menjangkau UI mulai dari audiensi, diskusi publik, hingga aksi simbolik. Namun, menurut dia, hal itu tak digubris kampus.
"Seharusnya, UI melibatkan mahasiswa menunjukkan transparansi dan rasionalisasi, serta membuka ruang komunikasi yang baik. UI sejatinya merupakan instansi pendidikan, bukan badan usaha yang berfokus pada keuntungan,” ucap Ketua BEM UI.
Respons Kampus
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik KIP Universitas Indonesia UI Amelita Lusia mengatakan UI membuka ruang dialog bagi semua mahasiswa terkait dengan penetapan UKT. Menurut dia, ada pokja khusus yang melakukan verifikasi kembali untuk mengecek data mahasiswa. Data tentang kondisi ekonomi mahasiswa itu diperoleh dari mahasiswa ketika melakukan pengisian data sebelum penetapan UKT.
Dari proses verifikasi, menurut Amelita, ada kasus UKT mahasiswa berubah menjadi nol alias gratis. "Bahkan, ketika kami melakukan pengecekan ke lapangan ada mahasiswa yang UKT-nya menjadi nol karena latar belakang ekonominya yang kurang ayahnya hanya sopir ojek online," ujarnya Amel kepada Tempo pada Jumat, 23 Juni 2023.
Amelita menjelaskan UI menerapkan BOP Berkeadilan yang terdiri dari 11 kelas UKT. Penetapan golongan UKT dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti kondisi sosial dan ekonomi dari penanggung biaya pendidikan mahasiswa.
"Proses ini dilakukan sangat dinamis karena tergantung pada karakteristik mahasiswa, data yang disampaikan, bahkan jika dirasa perlu kami berkomunikasi langsung dengan orang tua dari mahasiswa baru,” kata Amelita.
Amelita menegaskan tidak ada calon mahasiswa baru yang diterima di UI tidak jadi kuliah karena alasan ekonomi atau keuangan."Komitmen UI selama ini adalah tidak ada mahasiswa program sarjana dan vokasi reguler yang tidak dapat mengikuti pendidikan karena alasan finansial. Hal itu yang kami kedepankan dalam mekanisme penetapan tarif kuliah," katanya.
Ketua Tim Pokja Kartini Sally mengatakan ada mekanisme yang mengatur penetapan UKT di UI. Prosesnya dilakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat fakultas yang dilakukan oleh tim pokja fakultas. Mereka melakukan verifikasi kembali terhadap semua dokumen yang diunggah oleh calon mahasiswa baru.
Apabila diperlukan atau ditengarai ada hal yang perlu diklarifikasi di lapangan, tim akan turun ke lapangan untuk mengecek kesesuaian antara data yang diunggah dengan kondisi di lapangan.
"Jika ditemukan belum sesuai, maka tim pokja fakultas yang akan mengkomunikasikan dengan calon mahasiswa baru untuk memberikan data tambahan. Tim pokja fakultas juga berkomunikasi dengan BEM dalam pembahasan," ujarnya.