Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu sarana yang digunakan Tunanetra untuk membaca adalah huruf Braille. Namun tidak semua Tunanetra dapat membaca huruf Braille dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti yang dialami Rian, 16 tahun, seorang Tunanetra yang duduk di bangku kelas III sekolah menengah atas. "Saya bisa membaca dengan baik, namun ketika menulis selalu tidak memakai spasi atau ada saja huruf yang kurang," ujar Rian saat dihubungi, Jumat 26 Oktober 2018.
Kesulitan menulis ini yang sedikit menghalangi Rian mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena itu, Rian harus mengikuti les tambahan membaca dan menulis Braille, agar dapat mengurangi kesalahannya dalam menulis.
Menurut praktisi pendidikan dari Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Nasional, Yani Kasfam, ada beberapa teknik yang digunakan guru pendidikan luar biasa untuk mengajar anak-anak tunanetra membaca dalam huruf Braille. "Bisa menggunakan reglet dan stylus atau mesin ketik Braille merek Perkins," ujar Yani saat dihubungi.
Langkah pertama yang dilakukan ketika seorang anak menggunakan reglet dan stylus -penggaris berlubang enam dan paku penusuk kertas yang biasa digunakan untuk menulis Braille, adalah mengenalkan dulu teknik menulis. Sebab, bila kemampuan menulis sudah tercapai, maka kemampuan membaca akan mengikutinya.
Santri tunanetra membaca Al Quran Braille. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menulis menggunakan reglet dan stylus mengajarkan anak lebih mengenal huruf beserta letak titik pada huruf Braille. Dengan metode ini, anak-anak sendiri yang langsung melubangi titik-titik Braille di atas kertas. Meski begitu, teknik ini masih memiliki kelemahan yaitu, anak jadi lambat membaca.
Artikel lainnya: Kesulitan Teman Disabilitas Saat Berurusan dengan Bank
Sementara mengajarkan anak membaca sambil mengetik huruf Braille melalui mesin ketik Perkins akan jauh lebih cepat. Sebab, anak tinggal menekan enam titik untuk membuat formasi huruf Braille. Hanya saja, kelemahan teknik membaca dengan mesin Perkins adalah anak tidak pernah tahu letak formasi titik-titik Braille.
Dalam mengajarkan kedua teknik membaca ini, Yani biasanya menggunakan nyanyian. Dia menambahkan, salah satu faktor penting agar kemampuan anak membaca huruf Braille tercapai adalah ingatan dan latihan. Anak yang rajin membaca huruf Braille di rumah akan lebih cepat mengeja dan memahami kata-kata dalam sebuah kalimat.