Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Cegah Radikalisme, Menristek Minta Kampus Data Medsos Mahasiswa

Menristekdikti meminta kampus mendata akun media sosial mahasiswa hingga pegawai untuk cegah radikalisme.

26 Juli 2019 | 13.37 WIB

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir saat menjadi pembina upacara pada upacara peringatan Hardiknas di Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis, 2 Mei 2019. Hardiknas diperingati setiap tanggal 2 Mei, untuk mengingat sosok Ki Hajar Dewantara. ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Perbesar
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir saat menjadi pembina upacara pada upacara peringatan Hardiknas di Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis, 2 Mei 2019. Hardiknas diperingati setiap tanggal 2 Mei, untuk mengingat sosok Ki Hajar Dewantara. ANTARA/Yulius Satria Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan meminta setiap kampus untuk mulai mendata akun media sosial mahasiswa baru, dosen, hingga pegawainya untuk mencegah penyebaran radikalisme.

"Saya ingin pendataan dosen, pegawai, juga mahasiswa, siapa yang terpapar radikalisme. Jangan sampai terjadi radikalisme yang marak terjadi sekarang," kata Menteri Ristekdikti, Mohamad Nasir, di Kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Juli 2019.

Nasir mengatakan ini adalah salah satu upaya lain pemeriksaan, selain memberikan pemahaman terus menerus terkait Pancasila dan bela negara. Adapun dalam prakteknya, kampus hanya akan sebatas melakukan pendataan saja.

Ia menegaskan tak akan membatasi kebebasan berpendapat seluruh kalangan kampus. Mereka akan tetap bebas menyampaikan kritik, saran, atau segala bentuk pendapat. "Yang enggak boleh itu, 'mari kita gerakan khilafah di Indonesia'. Ini akar radikalisme, ini satu contoh saja," kata Nasir.

Bentuk-bentuk intoleransi seperti ini, yang menurut Nasir, harus dijauhkan dari lingkungan kampus. Jika kemudian hal ini muncul di kalangan penghuni kampus, maka rektorat bertanggung jawab untuk memanggil dan memberi tahu.

Jika ternyata intoleransi itu berkembang ke arah yang lebih berbahaya, Nasir tak memungkiri akan bekerja sama dengan pihak lain yang lebih berkompeten. Pemerintah akan bisa melacak orang-orang terkait dengan lebih mudah.

"Tapi penelusuran bukan kita. Kami tak punya kemampuan. Bisa saja kerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) atau BIN (Badan Intelijen Negara)," kata Nasir.

Kampus menjadi salah satu tempat berkembangnya radikalisme. Dalam riset SETARA Institute, beberapa di antaranya muncul saat mahasiswa baru pertama kali masuk kampus. Lembaga dakwah khusus, umumnya menjadi sarana awal pengenalan paham ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus