Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Aturan tersebut ditetapkan pada 31 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua tahun berlalu, bagaimana peran aturan itu dalam pencegahan kekerasan seksual di kampus?
Ketua Subtim Pencegahan Kekerasan Seksual dari Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Shara Zakia Nissa, mengklaim bahwa pascalahirnya Permendikbud No. 30 Tahun 2021, praktik baik-praktik baik terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual atau PPKS sudah berjalan di perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mulai membuahkan hasil," ujar Shara dalam acara POD.KeS atau Pameran, Obrolan, dan Diskusi Kekerasan Seksual di Galeri Nasional pada Sabtu, 30 September 2023 dilansir dari situs Kementerian Pendidikan.
Hal itu, kata dia, ditunjukkan dari terbentuknya satuan tugas (satgas) PPKS serta berjalannya berbagai program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual secara bertahap. Dengan hadirnya Satgas PPPKS, dia mengatakan mampu membangkitkan pemahaman dan kesadaran pentingnya secara bersama mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Dalam memotret praktik baik implementasi aturan tersebut, Kementerian Pendidikan menurunkan tim untuk mewawancarai satgas serta nonsatgas PPKS di tiga titik, yaitu Kota Ambon, Batam, dan Balikpapan. Hasil dari wawancara tersebut disaksikan dan didiskusikan bersama dengan pengunjung dan para pemangku kepentingan yang hadir pada acara tersebut.
“Melalui bincang-bincang, kita ingin mengajak perguruan tinggi untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang,” tutur Shara.
Praktik baik dalam memaksimalkan kekuatan dan peluang terekam dalam video cerita Satgas PPKS Universitas Pattimura (Unpatti) Kota Ambon, Maluku. Kampus itu sudah memiliki badan konseling dari tim psikolog di Unpatti dengan melibatkan dokter dari Fakultas Kedokteran di Unpatti.
Wakil Rektor II Unpatti, Jusuf Madubun, mengatakan, ketika Satgas PPKS hadir dan sosialisasi mulai gencar, warga kampus mulai memahami apa itu pelecehan dan menata perilaku. “Ada perubahan pengetahuan yang kemudian mengubah perilaku,” ujar Jusuf.
Ketua Satgas PPKS Unpatti, A. Sahusilawane, berharap satgas bisa bekerja sama dengan komunitas sebagai pemangku kepentingan yang turut menjaga keamanan kampus dan memasukkan kearifan lokal dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Dari Kota Batam, Kepulauan Riau, upaya PPKS oleh satgas dirasakan oleh mahasiswa angkatan terbaru Politeknik Negeri (Poltek) Batam, Tancis Anantri Simanjuntak. Saat ia mengikuti masa pengenalan kampus, satgas memberikan sosialisasi tentang PPKS. Tancis bisa memperoleh pengetahuan dan kesadaran lebih tentang PPKS dengan mengikuti project based learning yang diterapkan oleh kampus melalui mata kuliah umum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).
Dari sisi pencegahan, Ketua Satgas Poltek Negeri Batam, Shinta Wahyu Hati, mengatakan bahwa kampusnya telah melakukan peningkatan kapasitas pencegahan kekerasan seksual dengan melibatkan warga kampus yang terdiri mahasiswa, pendidik, tenaga pendidik, pramubakti, dan penjaga keamanan.
“Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman tentang kesetaraan gender, kepedulian disabilitas, dan yang paling penting adalah kesadaran untuk bisa melawan kekerasan seksual,” jelas Shinta.
Tak hanya oleh pengunjung pameran, video hasil liputan tentang Praktik baik Satgas PPKS di beberapa kota di Indonesia tersebut juga dapat disaksikan oleh masyarakat secara luas di kanal YouTube Pusat Penguatan Karakter.