Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Empat Dirangkul, Gus Dur Mau Apa?

Tokoh-tokoh penting republik dikunjungi Gus Dur. Upaya merebut bola reformasi? Apa untung ketemu Soeharto? Kelompok Ciganjur buyar?

21 Desember 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUS Dur adalah jagoan catur. Di lingkungan terdekatnya, putra sulung dari enam bersaudara Wahid Hasyim, bekas menteri agama, itu tidak terkalahkan. Langkah-langkahnya penuh kejutan, sukar ditebak. Bahwa sejak pekan lalu Gus Dur secara maraton mengunjungi empat tokoh penting di Jakarta, tentu ia tidak sedang mencoba ''langkah kuda" di papan politik Indonesia?meskipun banyak orang sukar menerka apa maunya.

Pemimpin 30 juta umat Nahdlatul Ulama (NU) berusia 57 tahun ini mulanya menemui Panglima ABRI Jenderal Wiranto, Rabu, 9 Desember lalu, di Jakarta. Pertemuan itu jelas dikritik mahasiswa, yang kehilangan enam nyawa rekannya dalam tragedi Semanggi. Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Amien Rais, juga mengecam Gus Dur karena menyetujui ide Rakyat Terlatih, yang dianggap akan mirip Pam Swakarsa?pasukan swasta yang bentrok dengan rakyat di Sidang Istimewa MPR lalu. Deklarasi Ciganjur pun?yang dihasilkan Gus Dur, Amien, Mega, dan Sultan Hamengku Buwono X?menolaknya.

Langkah Gus Dur berlanjut. Sabtu, 12 Desember lalu, ia bertandang ke rumah kediaman Presiden B.J. Habibie di kawasan Kuningan, Jakarta. Sukar dikatakan bahwa kedua tokoh ini bukan ''seteru berat" bertahun-tahun, terutama sewaktu Habibie mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia di Malang pada 1990. Gus Dur waktu itu mengatakan, ''Lebih baik saya mengurusi Islam di kaki lima." Toh, waktu mengubah segalanya. Ia tak hanya membalas kunjungan Habibie ke rumah sakit dulu, tapi juga membuat ''perjanjian empat hal" soal pemilihan umum. Pertama, pemilu akan dilakukan untuk tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten?informasi sebelumnya hanya tingkat pusat. Kedua, ada panitia pemilu yang independen, dengan anggota dari unsur birokrasi, partai politik, dan organisasi masyarakat. Ketiga, penghitungan pemilu ditandatangani oleh panitia independen itu. Keempat, pengawas pemilu dari luar negeri diperbolehkan ikut memantau.

Itu hasil menarik. Tapi Amien Rais mengkritik Gus Dur yang setuju bahwa pemilihan presiden baru mendatang diadakan pada 10 November 1999. Padahal, Kelompok Ciganjur dalam deklarasinya memberikan tenggat waktu: harus ada pemerintahan baru tiga bulan setelah pemilu, yang semula 3 Mei 1999. ''Usulan (Gus Dur) itu saya curiga ada apa-apanya," kata Amien. Jawab Gus Dur dalam jumpa pers di Ciganjur, Jumat pekan lalu, ''(Jadwal) itu harus disetujui badan pekerja MPR nanti. Jadi, semua baru usulan. Jangan marah-marah."

Kejutan berlanjut: Gus Dur sowan ke bekas presiden Soeharto, hanya sehari setelah bertemu dengan Habibie, tepatnya Minggu, 13 Desember. Pertemuan itu berlangsung di rumah Bambang Trihatmodjo, putra Soeharto, di Jalan Tanjung, Jakarta Pusat, hanya beberapa blok dari rumah Soeharto di Jalan Cendana. Menurut sebuah sumber, yang menjadi perantara pertemuan itu adalah bekas menteri kehutanan Soedjarwo, yang juga tokoh aliran kepercayaan Pangestu, dan juga Bambang Trihatmodjo, bos kelompok usaha Bimantara.

Apa yang dibicarakan Gus? Kata sebuah sumber, Gus Dur menyampaikan suatu pesan kepada Pak Harto agar ikhlas melepaskan jabatan presidennya. ''Jangan sampai beliau ikut-ikutan bermain dalam kondisi yang buruk ini," kata Gus Dur seperti dikutip sumber ini. Pesan dari siapa, tak ada jawaban pasti.

Anehnya, ketika ditanyai pers, termasuk radio Hilversum Belanda yang mewawancarainya pada 17 Desember, Gus Dur menolak adanya pertemuan dengan Soeharto itu. ''Saya minta waktu untuk ketemu," katanya singkat. Padahal, kepada TEMPO, ia menjelaskan poin-poin penting pertemuan ''dua jam kurang seperempat" pada 13 Desember itu. Sumber lain menuturkan, di rumah Bambang Tri itu bahkan Soeharto sempat mengantarkan Gus Dur sampai ke pintu mobil menjelang kiai asal Jombang ini pamit pulang.

Mengapa Gus Dur ''menyembunyikan" pertemuan Minggu, 13 Desember, dengan Soeharto, itu masih misteri. Sampai tiga kali radio Hilversum bertanya apakah sudah bertemu dengan Soeharto, Gus Dur kukuh menjawab ''enggak". Persoalan melebar tatkala Gus Dur menjawab pertanyaan soal gerakan mahasiswa. Ia awalnya setuju jika mahasiswa terus berdemonstrasi di bulan puasa, asalkan, ''Jangan ngaco dengan mau seret orang tua ke pengadilan, padahal tahu kalau Pak Harto mau dibawa ke pengadilan oleh Habibie." Ia yakin ada yang mendorong mahasiswa, yaitu pihak Amerika, lewat dinas rahasia CIA, yang memberikan dana US$ 30 ribu lewat perusahaan Belanda, Unilever, katanya.

Sri Urip, Direktur Utama PT Unilever Indonesia, meragukan kalimat itu benar dari Gus Dur. Tapi ia membantah perusahaan yang 65 tahun berada di Indonesia itu punya hubungan dengan CIA. ''Masa, perusahaan produksi ini punya hubungan dengan CIA? Hebat benar. Mengapa kami difitnah seperti ini?" kata Sri Urip, yang langsung melapor ke Belanda begitu mendengar Hilversum.

Belum usai soal dana CIA, Ketua Umum NU sejak 1984 itu sudah melangkah lagi. Kali ini ia mengunjungi sobat lama, bekas Panglima ABRI L.B. Moerdani. Tempat pertemuan semula di sebuah tempat di Cipayung, tapi Gus Dur memilih kantor CSIS, lembaga kajian internasional, di Jalan Tanahabang III, Jakarta. Kantor yang beberapa hari sebelumnya didemonstrasi kelompok mahasiswa Islam Hamas itu dianggap kalangan radikal Islam sebagai pusat kegiatan kelompok anti-Islam di masa lalu.

Sabtu pagi, 19 Desember, tepat pukul 09.00, sedan Mercy tahun 1974 abu-abu B-2186-LA punya Gus Dur memasuki halaman CSIS. Di lantai tiga sudah menunggu Harry Tjan Silalahi, salah satu pemimpin lembaga itu, dan tentu saja Moerdani. Sekitar satu setengah jam mereka berbicara soal Rakyat Terlatih, aksi mahasiswa, aksi kelompok garis keras berbendera Islam, isi pertemuan Gus Dur-Soeharto, dan juga rencana Gus Dur open house sepanjang bulan Ramadan.

Ada ide rekonsiliasi nasional yang dibahas. Gus Dur mengatakan bahwa selain Kelompok Ciganjur, kelompok agama lain serta orang militer seperti Kepala Staf Teritorial Letjen Bambang Yudhoyono juga bisa diajak. Tapi, ''Saya masih bingung siapa wakil Islam yang dianggap berhaluan keras," katanya.

Benny Moerdani banyak berdiam diri dalam pertemuan ini. Sampai Gus Dur berkata bahwa ia baru saja bertemu dengan korban kekerasan di Aceh, Lampung, dan Tanjungpriok, Benny pun angkat bicara, ''Saya melakukan itu bukan karena ingin memusuhi Islam, tapi semata-mata menjalankan tugas karena mereka pengacau." Gus Dur lalu bertanya apakah Benny dicekal. Bekas orang nomor satu ABRI itu menjawab kalem, ''Enggak, Gus. Saya baik-baik saja." Gus Dur juga mengemukakan ide membentuk tim pencari kebenaran dan rekonsiliasi di daerah-daerah itu. Benny tak keberatan. Kedua orang CSIS itu juga bertanya soal pertemuan Gus Dur dengan Soeharto sebelumnya.

Sekitar pukul 10.30, Gus Dur pamit. ''Saya mau ke Pak Harto, sudah janji jam sebelas ini," katanya. Itulah kejutan lain: sehari itu Gus Dur bertemu dengan dua tokoh penting Indonesia. Ia sampai di Cendana pukul 10.45. Di sana, Gus Dur langsung disambut Bambang Trihatmodjo dan Ketua Umum Pemuda Pancasila Yorrys Raweyai. Hampir sejam Gus Dur-Soeharto bertemu berdua. Dan, menurut Gus Dur, Soeharto setuju dengan rencana dialog nasional yang melibatkan dirinya. Ide Gus Dur, empat tokoh nasional bertemu: ia, Soeharto, Wiranto, dan Habibie. Mengapa Soeharto, yang sudah dianggap ''kartu mati", masih diajak? Orang Ciganjur itu menganggap Pak Harto masih kuat pengaruhnya di birokrasi, partai politik, Golkar, dan di militer.

''Langkah kuda" Gus Dur sedikit tersandung ketika Presiden B.J. Habibie, lewat Menteri-Sekretaris Negara Akbar Tandjung, menyatakan hanya akan bertemu dengan Soeharto secara pribadi, Sabtu malam, seusai salat tarawih pertama di bulan puasa. Batu sandungan? Lihat saja nanti.

Tapi di mata Hartono Marjono, Ketua Partai Bulan Bintang yang dianggap berhaluan ''keras", langkah Gus Dur ini dinilai hanya upaya pribadi untuk mencari posisi. Apa itu? ''Ya, bisa presiden atau Ketua DPR/MPR," katanya. Pengamat Riswandha Imawan melihat Gus Dur sadar bahwa ia 'tertinggal"?karena sakit setahun lalu?ketika reformasi bergulir. Ia mencoba merebut bola reformasi yang berada di tangan Amien Rais. Ketika Kelompok Ciganjur dibentuk, Gus Dur pun langsung start mengambil inisiatif. Ia sedang menaikkan posisi tawar-menawarnya? ''Saya kira itu yang terjadi," ujar Riswandha.

Gus Dur memang tokoh yang banyak dipuja, sekaligus dihujat. Seratus ribu orang berteriak ''Allahu Akbar, Hidup Gus Dur" ketika ia dicalonkan Partai Kebangkitan Bangsa sebagai Presiden RI di Stadion Tambaksari, Surabaya, awal Desember lalu. Kopiah yang dipakainya laku dilelang Rp 10 juta. Walau manuvernya ''melipir bahaya", Sarbini, tokoh mahasiswa Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta, pencetus pertemuan Ciganjur, yakin bahwa Gus Dur tengah ''mencari solusi untuk bangsanya"?meski aktivis mahasiswa yang lain melihat Gus Dur tengah ''mengintip" pintu gerbang kekuasaan. Di bulan puasa memang tak baik menghujat. Yang baik mendoakan, agar Gus Dur yang siap menjalani operasi mata di Perth itu lebih terang memilih jalan kelak?dan langkah ''sampul"-nya lebih gampang dicerna.

Toriq Hadad, Iwan Setiawan, Purwani D. Prabandari, Jalil Hakim (Surabaya), L.N. Idayanie (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus