Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan Hari Braille Internasional setiap 4 Januari, mulai tahun ini. Penggunaan huruf Braille diakui sebagai alat membaca dan menulis utama bagi penyandang disabilitas netra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satu kampanye yang gencar disuarakan Persatuan Tunanetra Dunia atau World Blind Union dan Komite HAM PBB yang khusus menangani Convention Right of People with Disability atau UNCRPD adalah penggunaan huruf Braille di sekolah, terutama di negara dengan tingkat perekonomian lemah.
"Dunia harus menerima keberadaan Braille dan berkomitmen menyediakan akses bagi penggunaan Braille," tulis Terry Mutuku, Communication Officer World Blind Union, dalam keterangan tertulis. Namun, kondisi di lapangan belum semulus harapan.
Huruf Braille belum menjadi alat utama dalam membaca dan menulis di sekolah, terutama sekolah program inklusi. "Pengajar dan guru banyak yang belum berkompetensi dalam mengajarkan anak-anak tunanetra untuk menggunakan Braille," kata Mutuku.
Ilustrasi penyandang disabilitas tunanetra dan tulisan braille. ANTARA
Selain ketersediaan pengajar Braille yang belum mencukupi, fasilitas pendukung untuk memproduksi bahan bacaan Braille juga masih terbatas. Misalnya mesin cetak huruf Braille bernama Perkins dan kertas embosser untuk mencetak huruf timbul.
"Semua alat itu harganya sangat mahal," tulis Matuku. Kondisi ini tentu menyulitkan negara yang mayoritas penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan. "Mereka kesulitan mengakses huruf Braille."
Artikel terkait: Badan Bahasa Membuat KBBI Braille
World Blind Union merekomendasikan setiap negara yang sudah meratifikasi Konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas segera melakukan advokasi bagi penyediaan akses Braille. Setiap negara juga sebaiknya mengalokasikan anggaran bagi penyediaan sarana Braille.