Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat 1 September 1948 di kota Bukittinggi, Sumatera Barat, tonggak sejarah terjadi dalam dunia kepolisian Indonesia. Pada hari itu, dibentuklah satuan polisi wanita atau polwan, yang lebih dikenal dengan sebutan Polwan. Keputusan ini membawa perubahan yang signifikan dalam sejarah perempuan di dunia kepolisian Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelum 1948, perempuan tidak diperbolehkan untuk mengikuti pendidikan kepolisian atau bahkan menjadi anggota polisi. Namun, peristiwa penting ini membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk terlibat dalam dunia kepolisian dan memberikan kontribusi penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Inisiatif Organisasi Wanita
Pembentukan Polwan atau polisi wanita pada 1948 merupakan hasil dari inisiatif organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi. Mereka mengusulkan kepada pemerintah agar perempuan dapat ikut serta dalam pendidikan kepolisian.
Latar belakang dari usulan ini adalah kondisi saat itu, di mana Indonesia sedang menghadapi Agresi Militer Belanda II.
Salah satu permasalahan yang muncul adalah kesulitan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengungsi perempuan. Polisi laki-laki mengalami kesulitan dalam melakukan pemeriksaan fisik terhadap perempuan, sehingga organisasi wanita merasa perlu ada peran perempuan dalam kepolisian.
Pendidikan dengan 6 Siswi Pertama
Pada 1 September 1948, Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang bermarkas di Bukittinggi memberikan kesempatan untuk mendidik perempuan menjadi polisi.
Menurut Museum Polri, 6 siswi pertama yang mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 siswa laki-laki adalah Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, dan Rosnalia Taher. Sejak saat itu, 1 September diperingati sebagai Hari Polwan.
Namun, pendidikan di Bukittinggi terhenti pada 19 Desember 1948 karena peristiwa Agresi Militer Belanda II. Barulah pada 19 Juli 1950, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, keenam calon inspektur polisi wanita kembali dilatih di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi.
Mereka belajar berbagai ilmu, termasuk ilmu kemasyarakatan, pendidikan, ilmu jiwa, pedagogi, sosiologi, psikologi, dan pelatihan bela diri.
Pada 1 Mei 1951, keenam calon inspektur polisi wanita tersebut berhasil menyelesaikan pendidikan mereka dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya.
Sejak itu, Polwan terus berkembang dan berperan aktif dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia. Mereka juga terlibat dalam menangani masalah-masalah sosial, seperti kejahatan yang melibatkan perempuan dan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.
Perjalanan panjang Polwan sejak 1948 hingga saat ini mencerminkan kontribusi penting perempuan dalam dunia kepolisian Indonesia. Mereka telah menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran yang tak kalah penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta melindungi hak-hak warga negara.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | RAHMAT AMIN SIREGAR
Pilihan Editor: Polwan 75 Tahun, Ini Sejumlah Polisi Wanita Berpangkat Jenderal