Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Ilmuwan Akan Teliti Peradaban yang Terkubur Letusan Salamas

Letusan Gunung Samalas pada 1257, menyebabkan bencana hingga daratan Eropa.

5 Maret 2016 | 05.40 WIB

Gunung Barujari anak gunung Rinjani di danau Segara Anak, Nusa Tenggara Barat, 4 September 2013. Tempo/Rully Kesuma
Perbesar
Gunung Barujari anak gunung Rinjani di danau Segara Anak, Nusa Tenggara Barat, 4 September 2013. Tempo/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti gunung api asal Perancis Prof. Dr. Frank Lavigne akan meneliti letusan Gunung Samalas yang terjadi pada tahun 1257 dan menyebabkan bencana hingga daratan Eropa. Setelah meletus dan terbentuk kaldera, kemudian muncul Gunung Rinjani.

Lavigne, dosen Universitas Paris 1 Pantheon Sorbone, akan melibatkan pakar geografi Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Junun Sartohadi, Kepala Pusat Arkeologi Nasional Made Geria, dan Wakil Rektor Universitas Mataram Prof Suwardji.

‘’Peradaban manusia sebelum meletusnya Samalas akan digali,’’ kata perekayasa fungsional museum Geologi di Bandung, Heryadi Rachmat pada Jumat, 4 Maret 2016. Heryadi menjadi pendamping Lavigne.

Tim peneliti Gunung Samalas atau Rinjani Purba telah bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat  Muhammad Zainul Majdi pada Kamis, 3 Maret 2016.

Penelitian tersebut akan mengungkap peradaban manusia di Indonesia termasuk Lombok. Letusan Samalas pada abad ke-13 tersebut belum pernah diketahui sebelumnya karena itu, Frank Lavigne ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

Ilmuwan mengetahui letusan gunung ini berdasarkan data sebaran sulfur di beberapa belahan dunia. Ternyata letusan Samalas melebihi dahsyatnya letusan Gunung Tambora (tahun 1815) dan mempengaruhi iklim global kala itu.

Walhasil Nusa Tenggara Barat menjadi lokasi dua letusan gunung api dahsyat di era modern sejak 700 tahun terakhir. Satunya lagi adalah letusan Gunung Krakatau (tahun 1883) yang derajatnya di bawah letusan Salamas dan Tambora.  

Sementara letusan dahsyat di era pra sejarah dan menimbulkan kaldera adalah Toba (Sumatera Utara), Tengger (Jawa Timur), Batur (Bali), dan Tondano (Sulawesi Utara).

Rinjani, adalah gunung api berkaldera dan berdanau-kawah,  yang kini menjadi pusat daya tarik Geopark Nasional Rinjani, Lombok.

Gunung api tertinggi di gugusan Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Island) ini memiliki sejarah evolusi yang panjang. Letusan Barujari - gunung api anaknya - yang terakhir pada 2015.  

Para ahli mengusulkan kawasan ini sebagai Unesco Global Geopark (UGG) agar publik mengenali sejarah evolusi Gunung Rinjani yang tingginya 3.726 meter.

Rinjani yang terletak di Pulau Lombok bagian utara, Nusa Tenggara Barat, merupakan gunung api tertinggi kedua di Indonesia, setelah Gunung Kerinci di Sumatera bagian selatan.

Letusan-letusan besar mewarnai Rinjani sepanjang sejarah perkembangannya. Dari sejak induknya yang berumur sekitar satu juta tahun yang lalu, hingga di masa sejarah manusia modern kini. Sebuah letusan yang sangat dahsyat, 7 pada skala VEI (volcanic explosivity index) yang dampaknya setahun kemudian melanda hingga ke Eropa pada abad ke-13 baru terungkap di awal abad ke-21.

Letusan-letusan Rinjani selain menghasilkan keragaman batuan, juga memberikan lanskap yang bernilai estetika tinggi. Karena keindahannya, Rinjani kini termasuk gunung yang favorit untuk didaki, dan beserta lingkungan lainnya dari puncak hingga pantai, merupakan kawasan geopark nasional Rinjani, Lombok.

SUPRIYANTHO KHAFID


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untung Widyanto

Untung Widyanto

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus