Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Imparsial Kecam Tindakan Intoleransi Terhadap Umat Katolik di Arcamanik

Imparsial mengecam tindakan intoleransi, diskriminasi, intimidasi, dan penolakan praktik ibadah terhadap umat Katolik.

19 April 2025 | 11.29 WIB

Rangkaian ibadah Paskah saat massa dari Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka melakukan aksi unjuk rasa menentang penggunaan GSG Arcamanik untuk kegiatan ibadah umat Katolik di kawasan Arcamanik, Bandung, Jawa Barat, 17 April 2025. Tempo/Prima Mulia
Perbesar
Rangkaian ibadah Paskah saat massa dari Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka melakukan aksi unjuk rasa menentang penggunaan GSG Arcamanik untuk kegiatan ibadah umat Katolik di kawasan Arcamanik, Bandung, Jawa Barat, 17 April 2025. Tempo/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Imparsial mengecam tindakan intoleransi, diskriminasi, intimidasi, dan penolakan praktik ibadah terhadap umat Persatuan Gereja Amal Katolik (PGAK) Santa Odilia di Gedung Serba Guna (GSG) Sukamiskin, Arcamanik, Kota Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka (FKAB) menggelar aksi penolakan pada 5 Maret 2025 atau bertepatan ketika umat Katolik Santa Odilia beribadah Rabu Abu. Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka memprotes alih fungsi gedung fasilitas umum sebagai rumah ibadah. Pada 17 April kemarin, FKAB kembali menggelar aksi saat Misa Kamis Putih. 

“Penolakan terhadap kegiatan Misa di Arcamanik oleh sekelompok masyarakat mencerminkan sikap intoleransi yang bertentangan dengan prinsip keberagaman dan kebebasan beragama,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 19 April 2025.

Ardi menegaskan bahwa ibadah Misa merupakan salah satu ritual keagamaan yang dijamin oleh UUD NRI 1945 Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2). Beleid itu menyebut bahwa negara menjamin kebebasan dan kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agama dan kepercayaan, serta melaksanakan peribadatan. Kegiatan peribadatan ini merupakan suatu bentuk kebebasan berserikat dan berkumpul yang juga dijamin oleh Konstitusi dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945.

Menurut Ardi, perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi juga merupakan pilar demokrasi yang fundamental. Namun, dalam praktik internasional, kebebasan berekspresi diakui dapat dibatasi jika bertentangan dengan nilai-nilai lain yang penting, seperti perlindungan terhadap ketertiban umum, keamanan negara, atau hak asasi manusia lainnya. Misalnya, dalam Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), kebebasan berekspresi diatur sedemikian rupa agar tidak mengancam hak asasi orang lain atau keselamatan publik.

“Meski kebebasan berekspresi dijamin dalam Konstitusi, namun aksi penolakan tersebut merupakan bentuk ekspresi intoleran,” ujar Ardi. “Demonstrasi atau ekspresi penolakan yang dilakukan sejatinya tidak boleh mencederai peribadatan atau ritual keagamaan kelompok agama atau kepercayaan.”

Saat umat Katolik di Arcamanik menggelar Misa Kamis Putih kemarin, massa dari Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka justru melakukan aksi unjuk rasa menentang penggunaan GSG Arcamanik untuk kegiatan ibadah umat Katolik. Dikutip dari Antara, ibadah Kamis Putih diikuti 290 umat Katolik dari Stasi St Yohanes Rasul Paroki Santa Odilia dengan pengamanan ketat kepolisian menyusul adanya aksi penolakan warga. 



Prima Mulia berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus