Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI London, sebuah acara yang menarik sedang berlangsung sampai
akhir Juni mendatang. Itulah Festival Dunia Islam, dibuka sejak
3 April yang lalu. Pada hari yang sama dimulai pula Konperensi
Islam Internasional di tempat yang sama, selama 10 hari.
(diselenggarakan oleh Islamic Council of Europe (ICE) yang juga
bekerjasama dengan penyelenggara Festival (World of Islam
Festival Trust). Dari Indonesia Moh. Natsir sebagai Wakil
Presiden Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Sedunia) dan Ketua
Dewan Da'wah Islamiah Indonesia, dan Dr. Mulyanto dari
Departemen Agama, datang sebagai utusan Konperensi. Sebagai
peninjau Festival, Departemen Agama meminta Taufiq Ismail, itu
penyair dan Ketua Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, untuk
tinggal selama 1 1/2 bulan di sana mulai pertengahan Mei
kemarin.
Menarik karena kedua peristiwa tersebut menyita halaman-halaman
berbagai koran di Inggeris khususnya--sesudah soal pemilinan
Perdana Menteri baru menyusul pengunduran diri PM Wilson dan
merosotnya nilai poundstering. Perhatian terutama tertuju ke
istana Buckingham ketika Ratu Elizabeth II membuka Festival di
gedung Royal Albert di hadapan lebih 7.000 pengunjung - pada
saat Pangeran Muhammad Al-Faisal membuka Konperensi di gedung
Royal Commonwealth Society dengan hadirin yang melebihi
kapasitas 1.000 kursi. Konperensi itu sendiri adalah konperensi
internasional pertama dari ICE, yang di tahun-tahun depan
direncanakan akan diadakan di kota-kota Eropa terutama di mana
pusat-pusat Islam kuat. Sedang Festival tersebut merupakan
kegiatan kebudayaan yang sedikit banyak, menurut The Times,
London, "telah mengubah image dunia Islam" - yang selama ini
hanya diasosiasikan dengan 'minyak, politik dan permadani'.
Cuma 1,5 Milyar
Jauh lebih besar dari Festival Kesenian Islam di Munich, 1910,
yang hanya diisi koleksi-koleksi pribadi dari Jerman dan
Rusia, Festival kali ini antara lain mengetengahkan 1O buah
pameran besar, antara lain: naskah-naskah Qur'an dari abad ke
abad dan pameran auditif berbagai langgam bacaan (lagu) berikut
kaligrafi (lihat box), arsitektur dan seni rupa dunia Islam,
ilmu dan teknologi sepanjang sejarah Islam, pameran instrumen
dan pergelaran musik, pameran seni lukis muslimin (khususnya
India). Termasuk dalam rangkaian Festival adalah seminar dari
para orientalis Inggeris dan Timur Tengah tentang agama, sastra,
ilmu dan kesenian dunia Islam. Radio BBC sendiri, juga seksi
Indonesia, setiap Ahad mulai 1 Mei menyiarkan ceramah dari para
ahli berbagai bangsa tentang salah-satu topik di atas. Juga
televisi Inggeris.
Mengambil tempat di lima buah museum, lima buah galeri ditambah
Commonwealth Institute, Festival mendatangkan lebih 2.000 benda
dari 250 koleksi dan perpustakaan di 30 negara: Eropa, Asia,
Afrika dan Amerika Serikat. Berapakah biaya seluruh kegiatan
itu?
Diusahakan selama tujuh tahun, ongkos keseluruhan dinyatakan
cuma dibawah Rp 1,5 milyar. Jumlah tersebut seluruhnya datang
dari negeri muslim. Tidak termasuk ke dalamnya ongkos perjalanan
penyelidikan para sarjana dimulai sejak 1973--biaya itu
dipergunakan misalnya untuk pengangkutan seluruh benda pameran
ke Inggeris, penerbitan delapan buah buku (tiga di antaranya
berwarna) dan pembuatan enam buah film 30 menit (yang sekarang
diborong semua oleh BBC).
Seluruh kegiatan itu didalangi oleh Paul Keeler. Ia seorang
impresario yang jatuh cinta berkat studinya tentang kesenian
Islam. Ia kemudian membentuk sebuah dewan di bawah pimpinan Sir
Harold Beely, bekas Duta Besar Inggeris di Kairo. Otak kegiatan
itu sendiri menyatakan bahwa Festival sudah dirancang jauh
sebelum boom minyak. Maksudnya, motif yang mendorongnya
semata-mata kebudayaan dan ilmu, dan bukan politik. "Skema yang
kita rancangkan untuk sebuah festival tepat waktunya dengan
keadaan, ketika Eropa tiba-tiba begitu ingin mengerti peradaban
lain tidak lewat kacamata Eropa sendiri seperti selama ini".
Dengan kata lain keperluan yang mendorongnya adalah keperluan
Eropa, meskipun pun akhirnya juga berarti kepentingan Islam.
Dan hal itu bisa difaham. Seperti ditulis Caroline Moorehead
dalam The Time tentang Inggeris misalnya, sebenarnya tidak ada
kekurangan apapun sehubungan dengan dunia keilmuan di negeri
itu. Bahkan ada tradisi yang menghargai pengetahuan tentang
Islam, seperti juga tentang dunia Arab. Tapi, jenis kesarjanaan
yang terakhir ini hanya sedikit ditempuh. Dan itulah alasan
tambahan bagi para penyelenggara Festival.
Indonesia
Adapun di antara acara yang diharap akan sangat populer untuk
anak-anak (lebih dari 800 sekolah di London, sebelum pameran
dibuka sudah menyatakan minat) adalah pameran ilmu & teknolagi
di Science Museum London. Antara lain, rekonstruksi jam air dari
duniaIslam 600--700 tahun yang lalu, dengan ukuran panjang dan
tinggi 4 x 4 meter. Di seksi yang lain, satu koleksi dari
kesusastraan Muslim Cina, misalnya, yang secara aneh berada di
New York, juga dipertunjukkan di situ.
Tetapi sebagian besar subyek pameran itu berhenti sampai abad
16. Dan hanya beberapa di antaranya berlanjut ke abad 18. Boleh
dibilang tak ada kesenian atau kesusastraan modern diperagakan.
Hal ini, menurut para organisator, selain di satu pihak karena
mereka harus membatasi diri, di pihak lain disebabkan oleh
kenyataan bahwa pelahiran Islam di zaman yang akhir lebih
banyak bersangkut-paut dengan politik.
Meski begitu hasil penting yang dinyatakan mengesankan adalah
sebuah usaha saling-pengertian baru dalam dunia kesarjanaan:
kerjasama konkrit antara sarjana-sarjana Eropa dan
sarjana-sarjana Islam untuk sebuah acara tentang Islam. Ini
mungkin juga cukup penting bila diingat bahwa selama ini kata
'orientalis', bagi telinga dunia Islam, mempunyai konotasi tidak
baik. Festival itu sendiri, meskipun resminya ditutup pada 30
Juni mendatang, beberapa pamerannya akan berlangsung terus
hingga Juli (seni rupa Islam dan permadani Iran). Bahkan pameran
ilmu & teknologi di Science Museum serta pameran instrumen dan
pergelaran musik akan berlangsung terus di Horniman Museum
sampai 30 September. Dari Agustus 1976 sampai Oktober 1977,
sebagian pameran akan dikelilingkan ke Durham, Bristol,
Brighton, Sheffield dan Edinburg.
Memang belum semua negeri Islam turut serta dalam keramaian ini.
Indonesia. negeri-negeri Asia Tenggara lain, dan Afrika
sebelah selatan Sahara, hampir-hampir tidak diwakili dalam
Festival ini -- dan dinyatakan karena alasan "waktu dan uang".
Sedang Turki, yang sama sekali tidak meminjamkan benda apapun,
memang melarang koleksinya dibawa ke luar. Akan hal Indonesia,
diketahui bahwa surat undangan dari London sebenarnya sudah
masuk ke sini beberapa bulan sebelum Festival dibuka.Konon
kepada pihak yang dianggap paling kompeten: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Tapi entah kenapa, Indonesia tidak
jadi tampil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo