Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Jadi Saksi Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Feri Amsari Soroti Tahap Konversi Suara Jadi Kursi

Pakar hukum tata negara Feri Amsari hadir sebagai saksi ahli di sidang sengketa pileg.

29 Mei 2024 | 10.36 WIB

Suasana sidang putusan dismissal terkait perkara sengketa Pileg 2024 hari ini di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 21 Mei 2024. Setelah sidang pengucapan/ketetapan ini, setidaknya akan ada 90 perkara yang akan dilanjutkan ke tahap sidang pembuktian. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Suasana sidang putusan dismissal terkait perkara sengketa Pileg 2024 hari ini di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 21 Mei 2024. Setelah sidang pengucapan/ketetapan ini, setidaknya akan ada 90 perkara yang akan dilanjutkan ke tahap sidang pembuktian. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menyoroti soal konversi perolehan suara dari pemilihan legislatif atau pileg 2024 menjadi kursi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Hal ini diungkapkan Feri dalam sidang sengketa pileg di Gedung Mahkamah Konstitusi alias MK, Jakarta Pusat pada Rabu, 29 Mei 2024. Adapun Feri hadir sebagai ahli dari pemohon perkara ini, yakni Partai Nasdem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Feri meyakini bahwa berbagai peristiwa di dalam proses penyelenggaraan pemilu berpotensi terjadi kecurangan. Oleh karena itu, KPU dalam mengeluarkan keputusan penetapan hasil pemilu harus benar-benar memastikan soal konversi suara menjadi kursi.

"KPU harus memastikan agar konversi suara menjadi kursi adalah upaya pengalihan suara secara benar dan sesuai dengan prinsip dan asas penyelenggaraan pemilu," kata Feri yang hadir secara daring.

Dia menegaskan, jika suara yang dihitung berasal dari cara yang salah, maka kursi yang didapat juga berpotensi menjadi masalah. "Dan harusnya dinyatakan salah," kata Feri.

Dalam perkara nomor 01-01-05-32/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini, Partai Nasdem menjadi pemohon. Sedangkan Komisi Pemilihan Umum alias KPU menjadi termohon. Selain itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) menjadi pihak terkait.

Partai Nasdem dalam perkara ini mempersoalkan sejumlah pemilihan DPRD kabupaten/kota di Maluku Tengah, yakni DPRD Kota Ternate Dapil 2, Kabupaten Morotai Dapil Pulau Morotai 3, Kabupaten Halmahera Selatan Dapil 3, serta Kabupaten Halmahera Barat Dapil 1 dan 2.

Partai yang dipimpin Surya Paloh ini mendalilkan selisih perhitungan suara menurut mereka dengan KPU. Misalnya, pada Pemilihan DPRD Kota Ternate Dapil 2.

KPU menyatakan suara Nasdem di wilayah tersebut sebanyak 5.435. Sedangkan berdasarkan hitungan partai, Nasdem memperoleh 5.488 suara. Sehingga ada selisih 143 suara.

Atas hal ini, Partai Nasdem kehilangan satu kursi DPRD Kota Ternate Dapil 2. "Seharusnya pemohon mendapatkan dua kursi, kursi kedua tersebut menjadi milik pemohon," tulis Nasdem dalam dokumen permohonannya.

Nasdem juga membandingkan perolehan suara mereka dengan PDIP di dapil tersebut. PDIP mendapatkan 1.800 suara menurut KPU. Namun, Nasdem menyebut seharusnya partai banteng itu mendapatkan 1.798 suara. Sehingga ada selisih 2 suara.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus