Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kemarahan di awal kampanye bagaimana agar kampanye tenang

Huru-hara yang bermula di lapangan banteng itu telah menjalar ke beberapa tempat di jakarta. merusak sejumlah mobil, toko dan kantor. ketiga kontestan segera mengutuknya. (nas)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEHIDUPAN sehari-hari di Jakarta mulai pulih. Lalu-lintas berjalan seperti biasa. Pusat-pusat perbelanjaan kembali buka. Tiada lagi tampak kerumunan orang di tempat-tempat tertentu. Para pelajar berangkat ke sekolah seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Prajurit-prajurit berseragam tempur dan bersenjata lengkap yang semula menjaga tempat-tempat strategis sudah kembali ke asrama. Panser-panser juga kembali dikandangkan. Upaya pengamanan itu ukup berhasil. Hanya sehari setelah kerusuhan melanda beberapa bagian Ibukota pekan lalu, keamanan pulih. Kerusuhan itu bermula ketika kampanye Golkar di Lapangan Banteng, Kamis siang minggu lalu, gara-gara sebagian massa penonton mengganggu. Ekor kerusuhan itu menjalar ke beberapa tempat. Massa perusuh melakukan pembakaran beberapa mobil dan pengrusakan toko-toko. Peristiwa menyedihkan ini agaknya merupakan pelajaran bagi ketiga kontestan pemilu. Misalnya bagi PDI. Kontestan nomor tiga ini mengurungkan niatnya untuk berkampanye di parkir timur Senayan. Minggu siang kemarin PDI memilih berkampanye secara serentak di lima wilayah: Jakarta Utara, Selatan, Barat, Timur dan Pusat. Dan semuanya berlangsung tertib. Di Jakarta Pusat, dalam kampanye yang berlangsung di Lapangan Petojo, dan hanya dihadiri massa kurang dari 10.000 orang, anak-anak. di bawah 17 tahun dilarang masuk. Ini sesuai dengan seruan Pangkopkamtib Sudomo, sebab sebagian besar massa perusuh di Lapangan Banteng ternyatajuga anak-anak pelajar. Kampanye PDI di Lapangan Urip Sumoharjo, Jakarta Timur, juga berjalan sangat tertib. Rombongan reog Ponorogo yang semula menghibur massa, tanpa disuruh segera menghentikan game, lan mereka yang bu nyinya meme kakkan telinga itu, begitu Sekjen DPP PDI Sabam Sirait tampil ke mimbat. Tapi suasananya tetap bersemangat, diseling humor di sana-sini. Sabam misalnya berteriak: "Kita harapkan Pak Harto juga akan memilih PDI. Hidup Pak Harto, pilih PDI." Tentu saja yel seperti itu mendapat sambutan meriah. Dan ger. Kampanye PPP di Lapangan Banteng di hari pertama 15 Maret, juga aman. Massa berjubel, terutama karena tampilnya si "raja dangdut" Rhoma Irama dengan Soneta Groupnya, yang menamakan diri sebagai The Sound of Moslem. "Seandainya ketika itu terjadi apa-apa, paling-paling kami hanya bisa angkat tangan saja," kata Noerwidjojo Sardjono, Ketua Pengurus Wilayah DPD PPP DKI. Mengambil hikmah kericuhan di Lapangan Banteng itu, pihak PPP berusaha mendisiplinkan anggotanya untuk mematuhi tata-tertib kampanye. "Kami juga berharap penjagaan dari aparat keamanan ditingkatkan, tapi jangan menyolok. Bukan. dengan penjagaan tanktank, sebaiknya lebih ditekankan segi intelijensnya," kata Noerwidjojo lagi. Kelancaran kampanye PPP itu rupanya ada rahasianya. "Ketika itu juga ada pancingan-pancingan. Tapi karena ada bot line antara saya dengan Pak Naro, hal itu bisa dicegah," kata Pangkopkamtib Sudomo. Naro adalah Ketua, Umum DPP PPP. Dengan musibah itu Golkar memang terpukul, seperti diakui oleh Ketua DPD Golkar DKI, Achmadi. Senin kemarin ia sibuk mengunjungi kelima pengurus wilayah Golkar DKI. "Untuk menghilankan rasa dongkol akibat peristiwa di Lapangan Banteng itu, agar jangan menjurus ke arah ingin balas dendam," katanya. Ia menilai pengacauan itu tidak dilakukan oleh kontestan lain. "Saya tidak percaya mereka mengorbankan nama baik untuk melakukan pengacauan," ujarnya bersungguh-sungguh. Achmadi sendiri tidak menduga sama sekali keonaran itu bakal terjadi. "Karena itu tak terpikirkan oleh saya untuk mengetatkan pengamanan. Sebab dalam kampanye itu kami memang tidak bermaksud berlaku curang," katanya. Untuk kampanye berikutnya, Sabtu 27 Maret ini di lima wilayah DKI, Achmadi mengirim instruksi agar para penyelenggara tidak terlalu mengekspos atau membesar-besarkan atraksi kampanye. "Hal itu untuk mencegah berbondong-bondongnya pelajar, terutama yang masih di bawah umur. Dan tak perlu menjanjikan adanya artis ini-itu," tambahnya. Ketua DPP Golkar Sugiharto juga tidak menuduh kontestan tertentu sebagai perusuh. "Meskipun di antara mereka ada yang mengenakan inisial tertentu tapi saya tidak memastikan dan menuduhnya," katanya. "Sebab itu semua sekarang kan bisa terjadi di mana-mana. Kaus Golkar misalnya, bisa dibeli di warung-warung. Demikian pula kaus PDI dan PPP. Dus saya tidak menuduh salah satu peserta pemilu." Tak kurang dari Presiden Soeharto sangat menyesalkan peristiwa yang menyedihkan itu. "Presiden mengharapkan agar seluruh rakyat bersatu menghadapi pemilu dan tak perlu ribut-ribut. Peristiwa di Lapangan Banteng itu merupakan kasus biasa saja dan sudah dapat diatasi," kata Wapres Adam Malik seusai menemui Presiden di Istana Merdeka Senin siang kemarin. Adam sendiri mengharapkan agar semua pihak menjaga ketenangan. "Kita jangan main kasar, main paksa, main ancam dan sombong," katanya. Sebab-musabab meletusnya kericuhan di Lapangan Banteng itu, Adam Malik menduga mungkin karena massa yang meluap itu sudah bosan. "Barangkali karena terlalu lama menunggu pembicara yang tak kunjung datang, ditambah terik matahari, lapar dan haus," katanya. Tapi mengapa banyak anak-anak pelajar, yang umumnya di bawah 17 tahun melimpah? Sembari tertawa, seperti biasanya Adam Malik menjawab: "Barangkali mereka mengira itu pestanya John Travolta . . . " John Travolta adalah bintang film AS, pujaan para remala. Kampanye Golkar yang sedianya dibuka pukul dua siang itu, agak terlalu lama ditunda. Benyamin S. dan Camelia Malik memang sudah tampil menyanyikan Ondel-Ondel, tapi siang itu matahari menyengat dengan terlknya sementara arus massa menggelombang tak terbendung. Hari itu selain massa Golkar yang sengaja dikerahkan, berdatangan pula puluhan ribu pegawai negeri. Sekolah-sekolah menengah diliburkan agar para murid menghadiri kampanye, penduduk biasa pun tak ketinggalan karena daya tarik para artis. Di sana sudah menunggu pelawak S. Bagyo, ratu dangdut Elvie Sukaesih, biduan Reynold Panggabean. Panggung kampanye yang cukup luas (tinggi dua meter) berdiri di sebelah barat arah Masjid Istiqlal. Tak kurang dari 10 bendera merah putih ukuran besar berderet di kiri kanan panggung. Begitu pula bendera bergambar beringin ukuran besar. Bendera-bendera beringin ukuran lebih kecil terpancang di sekeliling lapangan. Pelawak S. Bagyo tampak duduk di panggung sebelah kiri, sambil terus merokok. "Ketika itu saya tenang-tenang saja. Saya sudah biasa berhadapan dengan massa yang melimpah dalam setiap show," katanya pekan lalu di rumahnya, di kawasan Setiabudi. Ketika tiba-tiba panggung sebelah kiri hampir rubuh karena desakan massa, Bagyo dan artis-artis lain pindah ke tengah panggung. Massa yang ingin menyaksikan artisartis favorit mereka dari dekat itu berdesakan terus. Tak lama kemudian panggung sayap kanan rubuh. Ketika itulah buru-buru panitia menyelamatkan para artis. "Kami semua dilarikan dalam sebuah Jeep CJ-7, hingga berdesakan. Situasinya sudah tidak terkendalikan, panitia dan pihak keamanan kelihatannya sudah kewalahan. Camelia Malik malah sempat dicolak-colek," tutur Bagyo tanpa humor. "Yang kasihan Reynold Panggabean. Peralatan bandnya hancur. " Mengenai asal-muasal keributan di Lapangan Banteng itu ada berbagai versi. Antara lain, konon ada beberapa pemuda Golkar yang berusaha membuat semacam pagar betis melindungi para artis di bibir panggung. Karena pandangannya terhalang, beberapa penonton berteriak "turun, turun." Rupanya ada seorang pemuda yang tersinggung. Ia turun dan menghajar penonton yang berteriak-teriak itu. Melihat hal itu pemuda Golkar lainnya berusaha melerai, tapi entah bagaimana, suasana jadi bertanlbah kalut karena para pemuda Golkar itu kabarnya berbaku hantam sendiri. DI bawah terik matahari yang menyengat, debu tanah merah mengepul ke udara. Beberapa orang berlarian ke sana ke mari tak tentu arah, berusaha menyelamatkan diri. Bersamaan dengan itu tampak beterbangan batu-batu, sandal, sepatu dan benda-benda lain ditengah lapangan. Perang lempar-melempar ini berlangsung beberapa menit antara kelompok di pinggir utara melawan pinggir selatan. Lalu muncul beberapa kelompok anak-anak dan pemuda mengacungkan telunjuk (tanda nomor satu) dan meneriakkan yel: "Hidup Ka'bah." Anggota panitia pemuda Golkar dan sepasukan Brimob berusaha menghalau. Mereka mundur sambil terus mengacungkan telunjuk jari dan meneriakkan yel yang sama. Dan setiap kali terdengar letusan senjata api, sebagian massa menyorakinya. Seorang anggota panitia--bertubuh gemuk, berbaju batik biru dan berpeci-berusaha menenangkan suasana. Ia maju ke tengah lapangan mendekati kelompok-kelompok 'Sari telunjuk" itu. Terjadi dialog kecil tapi mendadak anakanak itu mengangkat si kumis beramairamai, diarak. Lucu. Sekitar pukul 14.30 Gubernur Tjokropranolo mengenakan kemeja batik warna kuning cerah, maju pula mendekati kelompok "jari telunjuk". Dengan wajah serius Gubernur berusaha menenangkan mereka. Tapi anak-anak segera menyambutnya, mengelilinginya, sambil mengacung-acungkan jari telunjuk dan berteriak, "hidup Ka'bah." Yang jelas memang banyak anak-anak sekolah--masih dengan seragam, bercelana pendek, masih membawa tas sekolah -- berjingkrak-jingkrak. Ada yang melilitkan pita merah putih di jidatnya. Di antara mereka ada yang berani meraih tanda gambar Golkar. Seorang di antaranya mencabut tiang tanda lalulintas yang bertempelkan tanda gambar ka'bah dan membawanya ke tengah arena. iba-tiba seorang pemlda membakar tanda gambar Golkar. Ketika itulah massa perusuh berusaha menyerang panggung kampanye. Tapi sampai di depan panggung, tinggal sekitar 20 meter lagi, mereka berlarian mundur karena pasukan Brimob menembakkan senjata otomatis ke udara. Percobaan penyerangan itu terjadi sampai tiga kali. Terakhir kali mereka dihadang oleh massa Golkar yang menggunakan tameng hardboard. Tapi massa perusuh ternyata lebih berani. Sekitar pukul 15.30, massa perusuh berhasil menguasai panggung kampanye. Bendera-bendera bergambar beringin diturunkan, dibakar. Seorang pemuda mencabut tiang bendera Merah-Putih, membawanya berkeliling lapangan. Dan dalam waktu sekejap, asap mengepul dari panggung kampanye. Tah lama kemudian muncul tiga buah mobil pemadam kebakaran. Sebuah di antaranya menyemprotkan air ke arah massa perusuh yang masih bertahan di panggung monumen Pembebasan Irian Jaya. Melihat itu, ada sebagian anak-anak yang justru maju menyerang. Kaca-kaca mobil pemadam kebakaran milik DKI yang berwarna merah itu pun hancur. Di pojok-pojok lapangan, terutama di gang tempat para penjual es dan makanan. memang bisa dijumpai batu-batu besar dan kecil. Beberapa menit nenjelang pukul 16.00, pasukan rimob berhasil mengusir massa yang berjubel di bawah monumen. Tapi kemudian polisi-polisi itu segera berlarian meninggalkan tempat tersebut karena tak tahan menghadapi lemparan-lemparan batu. Kejadian demi kejadian berlangsung begitu cepat. Serombongan perusuh menemukan bis Nusa ndah lagi parkir di belakang monumen. Dalam waktu sekejap bis kosong itu mengepulkan asap hitam ke udara, setelah kaca-kacanya pecah. Pasukan-pasukan ABRI lainnya berdatangan. Massa berhasil dihalau dari Lapangan Banteng ke pinggir, digiring oleh Pasukan Huru-hara yang mengenakan masker, dikawal beberapa orang berbaju putih dengan pita hitam di lengan kiri. Di depan Hotel Borobudur massa berlarian ke arah barat sambil menutup hidung. Mata mereka pedih karena gas air mata akhirnya digunakan. Ieberapa petugas memperingatkan agar para turis yang menonton dari kamar mereka segera menutup jendela. Di seputar Lapangan Banteng massa masih menyemut. Ada beberapa orang yang berusaha menyelamatkan diri dengan memasuki terminal. Tapi bis-bis kota yang semula mangkal menunggu penumpang di sana, kontan tancap gas. Calon-calon penumpangnya segera pula berlarian ke arah Gambir,-Jalan Veteran atau Gunung Sahari. Petugas keamanan segera memblokir jalan-jalan antara Lapangan Banteng, Gunung Sahari, Senen Raya, Kramat Raya dan Salemba. Anarki ini agak berbeda dari Peristiwa 15 Januari 1974. Dalam peristiwa delapan tahun berselang itu tampak jelas motif dan sasarannya. Anti-modal asing, terutama Jepang, antikemewahan. Tapi aksi anak-anak yang marah kali ini tampaknya tak jelas apa maunya, selain merusak mobil dan toko-toko. Apotek Titimurni di jalan Kramat--milik dr. Suharto, bekas dokter pribadi Bung Karno--juga diserang. "Kerugiannya sekitar Rp 20 juta," kata pengawas apotek itu. Toko buku Islam Tintamas milik pengarang Ali Audah tak luput menjadi sasaran. Kaca pintu dan jendela dicongkel, sejumlah buku-buku di etalase diangkut. Gedung PB NU, salah satu unsur PPP itu, juga dilempari batu. Massa yang bergerak ke arah Cempaka Putih, yang sudah bercampur dengan para pelajar, sama ganasnya. Mereka menggarong sejumlah toko, antara lain toko Utama Jaya hingga pemiliknya, Sutejo, menderita rugi sekitar Rp 6 juta. Belasan jam dinding Seiko, dua mesin hitung, pesawat telepon, beberapa botol parfum--digasak. Dirjen Perhubungan Darat, Nazar Nurdin, juga belum tahu persis jumlah bis yang tak lagi bisa digunakan. "Saya sedang minta dibuatkan berita acaranya," kata Nazar Senin kemarin lewat telepon. Menurut dia harus jelas dilaporkan jumlah yang rusak, bagian apa yang hancur, seberapa kerusakan tersebut. "Yang sudah pasti empat bis PPD terbakar, sebuah di antaranya bis bertingkat," katanya. Malamnya sejumlah petugas keamanan, diperkuat oleh satuan-satuan ABRI siap tempur, menjaga ketat beberapa kawasan pertokoan: Senen, Pecenongan Pasar Baru, Mangga Besar, Glodok. Kerusakan sempat melanda beberapa toko di Mangga Besar dan Pecenongan. Esoknya santer terdengar isu, massa akan bergerak lagi seusai sembahyang Jumat. Syukur ternyata itu hanya kabar burung. Huru-hara di Lapangan Banteng itU terjadi justru hanya sekitar dua jam setelah Pangkopkamtib Laksamana Sudomo melaporkan situasi keamanan kepada Presiden. Ketika itu antara lain diperingatkan agar ketiga kontestan tetap waspada terhadap usaha sisa-sisa G30S/PKI dan golongan ekstrim lainnya yang kan memanfaatkan situasi terutama pada saat massa berkumpul. "Golongan tersebut misalnya menghasut atau melakukan tindakan fisik untuk mengacau keamanan," katanya. Dalam kampanye selanjutnya Sudomo menyarankan kontestan agar mengatur pengerahan massa pendukungnya. Anjuran seperti ini--pengamanan swakarsa--juga pernah disampaikan oleh Pangkopkamtib dalam pertemuan dengan ketiga kontestan di Depdagri sehari sebelum membuka hari pertama masa kampanye. Selain itu dianjurkan pula agar massa jangan dibiarkan menunggu terlalu lama. Selain memutuskan Lapangan Banteng yang terbuka itu tidak lagi dipakai untuk kampanye, Sudomo meminta agar anak-anak sekolah yang masih di bawah 17 tahun juga tidak perlu diajak menghadiri kampanye. Sementara itu Gubernur Tjokropranolo juga menyanggupi untuk menyediakan sarana angkutan agar seusal mengikutl kampanye, massa bisa lebih cepat pulang ke rumah. Di hari Jumat pekan lalu, sehari setelah peristiwa itu, di ruang keria Pangkopkamtib Sudomo di Jl. Merdeka Barat, ketiga pimpinan kontestan telah mengutuk peristiwa pengrusakan yang mengakibatkan sejumlah orang luka-luka. Berapa yang mati? Pers dan radio asing, entah dari mana sumbernya, mengatakan tak kurang dari tujuh orang yang jadi korban. Tapi Pangkopkamtib Sudomo yang nampak kesal Kamis malam itu, menyatakan "tidak ada yang sampai meninggal". Berita dari Sudomo itu membesarkan hati. Apalagi ketika ia menegaskan, kaum perusuh itu "bukan dari unsur-unsur parpol dan Golkar". Dengan demikian keinginan balas dendam dari Golkar, kalaupun ada, bisa cepat dihindari. Memang tak ada yang perlu dituding dalam peristiwa itu, kecuali massa pernuda dan pelajar yang marah, mungkin karena lapar, kepanasan, kecewa dan juga frustrasi di siang bolong itu, di tengah massa yang memadati lapangan yang semakin sempit. Amuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus