Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEHIDUPAN sehari-hari di Jakarta mulai pulih. Lalu-lintas
berjalan seperti biasa. Pusat-pusat perbelanjaan kembali buka.
Tiada lagi tampak kerumunan orang di tempat-tempat tertentu.
Para pelajar berangkat ke sekolah seperti tidak terjadi apa-apa
sebelumnya. Prajurit-prajurit berseragam tempur dan bersenjata
lengkap yang semula menjaga tempat-tempat strategis sudah
kembali ke asrama. Panser-panser juga kembali dikandangkan.
Upaya pengamanan itu ukup berhasil. Hanya sehari setelah
kerusuhan melanda beberapa bagian Ibukota pekan lalu, keamanan
pulih. Kerusuhan itu bermula ketika kampanye Golkar di Lapangan
Banteng, Kamis siang minggu lalu, gara-gara sebagian massa
penonton mengganggu. Ekor kerusuhan itu menjalar ke beberapa
tempat. Massa perusuh melakukan pembakaran beberapa mobil dan
pengrusakan toko-toko. Peristiwa menyedihkan ini agaknya
merupakan pelajaran bagi ketiga kontestan pemilu.
Misalnya bagi PDI. Kontestan nomor tiga ini mengurungkan niatnya
untuk berkampanye di parkir timur Senayan. Minggu siang kemarin
PDI memilih berkampanye secara serentak di lima wilayah: Jakarta
Utara, Selatan, Barat, Timur dan Pusat. Dan semuanya berlangsung
tertib. Di Jakarta Pusat, dalam kampanye yang berlangsung di
Lapangan Petojo, dan hanya dihadiri massa kurang dari 10.000
orang, anak-anak. di bawah 17 tahun dilarang masuk. Ini sesuai
dengan seruan Pangkopkamtib Sudomo, sebab sebagian besar massa
perusuh di Lapangan Banteng ternyatajuga anak-anak pelajar.
Kampanye PDI di Lapangan Urip Sumoharjo, Jakarta Timur, juga
berjalan sangat tertib. Rombongan reog Ponorogo yang semula
menghibur massa, tanpa disuruh segera menghentikan game, lan
mereka yang bu nyinya meme kakkan telinga itu, begitu Sekjen DPP
PDI Sabam Sirait tampil ke mimbat. Tapi suasananya tetap
bersemangat, diseling humor di sana-sini. Sabam misalnya
berteriak: "Kita harapkan Pak Harto juga akan memilih PDI. Hidup
Pak Harto, pilih PDI." Tentu saja yel seperti itu mendapat
sambutan meriah. Dan ger.
Kampanye PPP di Lapangan Banteng di hari pertama 15 Maret, juga
aman. Massa berjubel, terutama karena tampilnya si "raja
dangdut" Rhoma Irama dengan Soneta Groupnya, yang menamakan diri
sebagai The Sound of Moslem. "Seandainya ketika itu terjadi
apa-apa, paling-paling kami hanya bisa angkat tangan saja," kata
Noerwidjojo Sardjono, Ketua Pengurus Wilayah DPD PPP DKI.
Mengambil hikmah kericuhan di Lapangan Banteng itu, pihak PPP
berusaha mendisiplinkan anggotanya untuk mematuhi tata-tertib
kampanye. "Kami juga berharap penjagaan dari aparat keamanan
ditingkatkan, tapi jangan menyolok. Bukan. dengan penjagaan
tanktank, sebaiknya lebih ditekankan segi intelijensnya," kata
Noerwidjojo lagi. Kelancaran kampanye PPP itu rupanya ada
rahasianya. "Ketika itu juga ada pancingan-pancingan. Tapi
karena ada bot line antara saya dengan Pak Naro, hal itu bisa
dicegah," kata Pangkopkamtib Sudomo. Naro adalah Ketua, Umum DPP
PPP.
Dengan musibah itu Golkar memang terpukul, seperti diakui oleh
Ketua DPD Golkar DKI, Achmadi. Senin kemarin ia sibuk
mengunjungi kelima pengurus wilayah Golkar DKI. "Untuk
menghilankan rasa dongkol akibat peristiwa di Lapangan Banteng
itu, agar jangan menjurus ke arah ingin balas dendam," katanya.
Ia menilai pengacauan itu tidak dilakukan oleh kontestan lain.
"Saya tidak percaya mereka mengorbankan nama baik untuk
melakukan pengacauan," ujarnya bersungguh-sungguh.
Achmadi sendiri tidak menduga sama sekali keonaran itu bakal
terjadi. "Karena itu tak terpikirkan oleh saya untuk mengetatkan
pengamanan. Sebab dalam kampanye itu kami memang tidak bermaksud
berlaku curang," katanya. Untuk kampanye berikutnya, Sabtu 27
Maret ini di lima wilayah DKI, Achmadi mengirim instruksi agar
para penyelenggara tidak terlalu mengekspos atau
membesar-besarkan atraksi kampanye. "Hal itu untuk mencegah
berbondong-bondongnya pelajar, terutama yang masih di bawah
umur. Dan tak perlu menjanjikan adanya artis ini-itu,"
tambahnya.
Ketua DPP Golkar Sugiharto juga tidak menuduh kontestan tertentu
sebagai perusuh. "Meskipun di antara mereka ada yang mengenakan
inisial tertentu tapi saya tidak memastikan dan menuduhnya,"
katanya. "Sebab itu semua sekarang kan bisa terjadi di
mana-mana. Kaus Golkar misalnya, bisa dibeli di warung-warung.
Demikian pula kaus PDI dan PPP. Dus saya tidak menuduh salah
satu peserta pemilu."
Tak kurang dari Presiden Soeharto sangat menyesalkan peristiwa
yang menyedihkan itu. "Presiden mengharapkan agar seluruh rakyat
bersatu menghadapi pemilu dan tak perlu ribut-ribut. Peristiwa
di Lapangan Banteng itu merupakan kasus biasa saja dan sudah
dapat diatasi," kata Wapres Adam Malik seusai menemui Presiden
di Istana Merdeka Senin siang kemarin. Adam sendiri mengharapkan
agar semua pihak menjaga ketenangan. "Kita jangan main kasar,
main paksa, main ancam dan sombong," katanya.
Sebab-musabab meletusnya kericuhan di Lapangan Banteng itu, Adam
Malik menduga mungkin karena massa yang meluap itu sudah bosan.
"Barangkali karena terlalu lama menunggu pembicara yang tak
kunjung datang, ditambah terik matahari, lapar dan haus,"
katanya. Tapi mengapa banyak anak-anak pelajar, yang umumnya di
bawah 17 tahun melimpah? Sembari tertawa, seperti biasanya Adam
Malik menjawab: "Barangkali mereka mengira itu pestanya John
Travolta . . . " John Travolta adalah bintang film AS, pujaan
para remala.
Kampanye Golkar yang sedianya dibuka pukul dua siang itu, agak
terlalu lama ditunda. Benyamin S. dan Camelia Malik memang sudah
tampil menyanyikan Ondel-Ondel, tapi siang itu matahari
menyengat dengan terlknya sementara arus massa menggelombang tak
terbendung. Hari itu selain massa Golkar yang sengaja
dikerahkan, berdatangan pula puluhan ribu pegawai negeri.
Sekolah-sekolah menengah diliburkan agar para murid menghadiri
kampanye, penduduk biasa pun tak ketinggalan karena daya tarik
para artis. Di sana sudah menunggu pelawak S. Bagyo, ratu
dangdut Elvie Sukaesih, biduan Reynold Panggabean.
Panggung kampanye yang cukup luas (tinggi dua meter) berdiri di
sebelah barat arah Masjid Istiqlal. Tak kurang dari 10 bendera
merah putih ukuran besar berderet di kiri kanan panggung. Begitu
pula bendera bergambar beringin ukuran besar. Bendera-bendera
beringin ukuran lebih kecil terpancang di sekeliling lapangan.
Pelawak S. Bagyo tampak duduk di panggung sebelah kiri, sambil
terus merokok. "Ketika itu saya tenang-tenang saja. Saya sudah
biasa berhadapan dengan massa yang melimpah dalam setiap show,"
katanya pekan lalu di rumahnya, di kawasan Setiabudi. Ketika
tiba-tiba panggung sebelah kiri hampir rubuh karena desakan
massa, Bagyo dan artis-artis lain pindah ke tengah panggung.
Massa yang ingin menyaksikan artisartis favorit mereka dari
dekat itu berdesakan terus. Tak lama kemudian panggung sayap
kanan rubuh. Ketika itulah buru-buru panitia menyelamatkan para
artis. "Kami semua dilarikan dalam sebuah Jeep CJ-7, hingga
berdesakan. Situasinya sudah tidak terkendalikan, panitia dan
pihak keamanan kelihatannya sudah kewalahan. Camelia Malik malah
sempat dicolak-colek," tutur Bagyo tanpa humor. "Yang kasihan
Reynold Panggabean. Peralatan bandnya hancur. "
Mengenai asal-muasal keributan di Lapangan Banteng itu ada
berbagai versi. Antara lain, konon ada beberapa pemuda Golkar
yang berusaha membuat semacam pagar betis melindungi para artis
di bibir panggung. Karena pandangannya terhalang, beberapa
penonton berteriak "turun, turun." Rupanya ada seorang pemuda
yang tersinggung. Ia turun dan menghajar penonton yang
berteriak-teriak itu.
Melihat hal itu pemuda Golkar lainnya berusaha melerai, tapi
entah bagaimana, suasana jadi bertanlbah kalut karena para
pemuda Golkar itu kabarnya berbaku hantam sendiri.
DI bawah terik matahari yang menyengat, debu tanah merah
mengepul ke udara. Beberapa orang berlarian ke sana ke mari tak
tentu arah, berusaha menyelamatkan diri. Bersamaan dengan itu
tampak beterbangan batu-batu, sandal, sepatu dan benda-benda
lain ditengah lapangan. Perang lempar-melempar ini berlangsung
beberapa menit antara kelompok di pinggir utara melawan pinggir
selatan.
Lalu muncul beberapa kelompok anak-anak dan pemuda mengacungkan
telunjuk (tanda nomor satu) dan meneriakkan yel: "Hidup Ka'bah."
Anggota panitia pemuda Golkar dan sepasukan Brimob berusaha
menghalau. Mereka mundur sambil terus mengacungkan telunjuk jari
dan meneriakkan yel yang sama. Dan setiap kali terdengar letusan
senjata api, sebagian massa menyorakinya.
Seorang anggota panitia--bertubuh gemuk, berbaju batik biru dan
berpeci-berusaha menenangkan suasana. Ia maju ke tengah lapangan
mendekati kelompok-kelompok 'Sari telunjuk" itu. Terjadi dialog
kecil tapi mendadak anakanak itu mengangkat si kumis
beramairamai, diarak. Lucu.
Sekitar pukul 14.30 Gubernur Tjokropranolo mengenakan kemeja
batik warna kuning cerah, maju pula mendekati kelompok "jari
telunjuk". Dengan wajah serius Gubernur berusaha menenangkan
mereka. Tapi anak-anak segera menyambutnya, mengelilinginya,
sambil mengacung-acungkan jari telunjuk dan berteriak, "hidup
Ka'bah."
Yang jelas memang banyak anak-anak sekolah--masih dengan
seragam, bercelana pendek, masih membawa tas sekolah --
berjingkrak-jingkrak. Ada yang melilitkan pita merah putih di
jidatnya. Di antara mereka ada yang berani meraih tanda gambar
Golkar. Seorang di antaranya mencabut tiang tanda lalulintas
yang bertempelkan tanda gambar ka'bah dan membawanya ke tengah
arena. iba-tiba seorang pemlda membakar tanda gambar Golkar.
Ketika itulah massa perusuh berusaha menyerang panggung
kampanye. Tapi sampai di depan panggung, tinggal sekitar 20
meter lagi, mereka berlarian mundur karena pasukan Brimob
menembakkan senjata otomatis ke udara. Percobaan penyerangan itu
terjadi sampai tiga kali. Terakhir kali mereka dihadang oleh
massa Golkar yang menggunakan tameng hardboard. Tapi massa
perusuh ternyata lebih berani.
Sekitar pukul 15.30, massa perusuh berhasil menguasai panggung
kampanye. Bendera-bendera bergambar beringin diturunkan,
dibakar. Seorang pemuda mencabut tiang bendera Merah-Putih,
membawanya berkeliling lapangan. Dan dalam waktu sekejap, asap
mengepul dari panggung kampanye.
Tah lama kemudian muncul tiga buah mobil pemadam kebakaran.
Sebuah di antaranya menyemprotkan air ke arah massa perusuh yang
masih bertahan di panggung monumen Pembebasan Irian Jaya.
Melihat itu, ada sebagian anak-anak yang justru maju menyerang.
Kaca-kaca mobil pemadam kebakaran milik DKI yang berwarna merah
itu pun hancur. Di pojok-pojok lapangan, terutama di gang tempat
para penjual es dan makanan. memang bisa dijumpai batu-batu
besar dan kecil.
Beberapa menit nenjelang pukul 16.00, pasukan rimob berhasil
mengusir massa yang berjubel di bawah monumen. Tapi kemudian
polisi-polisi itu segera berlarian meninggalkan tempat tersebut
karena tak tahan menghadapi lemparan-lemparan batu. Kejadian
demi kejadian berlangsung begitu cepat. Serombongan perusuh
menemukan bis Nusa ndah lagi parkir di belakang monumen. Dalam
waktu sekejap bis kosong itu mengepulkan asap hitam ke udara,
setelah kaca-kacanya pecah.
Pasukan-pasukan ABRI lainnya berdatangan. Massa berhasil dihalau
dari Lapangan Banteng ke pinggir, digiring oleh Pasukan
Huru-hara yang mengenakan masker, dikawal beberapa orang berbaju
putih dengan pita hitam di lengan kiri. Di depan Hotel Borobudur
massa berlarian ke arah barat sambil menutup hidung. Mata mereka
pedih karena gas air mata akhirnya digunakan. Ieberapa petugas
memperingatkan agar para turis yang menonton dari kamar mereka
segera menutup jendela.
Di seputar Lapangan Banteng massa masih menyemut. Ada beberapa
orang yang berusaha menyelamatkan diri dengan memasuki terminal.
Tapi bis-bis kota yang semula mangkal menunggu penumpang di
sana, kontan tancap gas. Calon-calon penumpangnya segera pula
berlarian ke arah Gambir,-Jalan Veteran atau Gunung Sahari.
Petugas keamanan segera memblokir jalan-jalan antara Lapangan
Banteng, Gunung Sahari, Senen Raya, Kramat Raya dan Salemba.
Anarki ini agak berbeda dari Peristiwa 15 Januari 1974. Dalam
peristiwa delapan tahun berselang itu tampak jelas motif dan
sasarannya. Anti-modal asing, terutama Jepang, antikemewahan.
Tapi aksi anak-anak yang marah kali ini tampaknya tak jelas apa
maunya, selain merusak mobil dan toko-toko.
Apotek Titimurni di jalan Kramat--milik dr. Suharto, bekas
dokter pribadi Bung Karno--juga diserang. "Kerugiannya sekitar
Rp 20 juta," kata pengawas apotek itu. Toko buku Islam Tintamas
milik pengarang Ali Audah tak luput menjadi sasaran. Kaca pintu
dan jendela dicongkel, sejumlah buku-buku di etalase diangkut.
Gedung PB NU, salah satu unsur PPP itu, juga dilempari batu.
Massa yang bergerak ke arah Cempaka Putih, yang sudah bercampur
dengan para pelajar, sama ganasnya. Mereka menggarong sejumlah
toko, antara lain toko Utama Jaya hingga pemiliknya, Sutejo,
menderita rugi sekitar Rp 6 juta. Belasan jam dinding Seiko, dua
mesin hitung, pesawat telepon, beberapa botol parfum--digasak.
Dirjen Perhubungan Darat, Nazar Nurdin, juga belum tahu persis
jumlah bis yang tak lagi bisa digunakan. "Saya sedang minta
dibuatkan berita acaranya," kata Nazar Senin kemarin lewat
telepon. Menurut dia harus jelas dilaporkan jumlah yang rusak,
bagian apa yang hancur, seberapa kerusakan tersebut. "Yang sudah
pasti empat bis PPD terbakar, sebuah di antaranya bis
bertingkat," katanya.
Malamnya sejumlah petugas keamanan, diperkuat oleh satuan-satuan
ABRI siap tempur, menjaga ketat beberapa kawasan pertokoan:
Senen, Pecenongan Pasar Baru, Mangga Besar, Glodok. Kerusakan
sempat melanda beberapa toko di Mangga Besar dan Pecenongan.
Esoknya santer terdengar isu, massa akan bergerak lagi seusai
sembahyang Jumat. Syukur ternyata itu hanya kabar burung.
Huru-hara di Lapangan Banteng itU terjadi justru hanya sekitar
dua jam setelah Pangkopkamtib Laksamana Sudomo melaporkan
situasi keamanan kepada Presiden. Ketika itu antara lain
diperingatkan agar ketiga kontestan tetap waspada terhadap usaha
sisa-sisa G30S/PKI dan golongan ekstrim lainnya yang kan
memanfaatkan situasi terutama pada saat massa berkumpul.
"Golongan tersebut misalnya menghasut atau melakukan tindakan
fisik untuk mengacau keamanan," katanya.
Dalam kampanye selanjutnya Sudomo menyarankan kontestan agar
mengatur pengerahan massa pendukungnya. Anjuran seperti
ini--pengamanan swakarsa--juga pernah disampaikan oleh
Pangkopkamtib dalam pertemuan dengan ketiga kontestan di
Depdagri sehari sebelum membuka hari pertama masa kampanye.
Selain itu dianjurkan pula agar massa jangan dibiarkan menunggu
terlalu lama.
Selain memutuskan Lapangan Banteng yang terbuka itu tidak lagi
dipakai untuk kampanye, Sudomo meminta agar anak-anak sekolah
yang masih di bawah 17 tahun juga tidak perlu diajak menghadiri
kampanye. Sementara itu Gubernur Tjokropranolo juga menyanggupi
untuk menyediakan sarana angkutan agar seusal mengikutl
kampanye, massa bisa lebih cepat pulang ke rumah.
Di hari Jumat pekan lalu, sehari setelah peristiwa itu, di ruang
keria Pangkopkamtib Sudomo di Jl. Merdeka Barat, ketiga pimpinan
kontestan telah mengutuk peristiwa pengrusakan yang
mengakibatkan sejumlah orang luka-luka. Berapa yang mati? Pers
dan radio asing, entah dari mana sumbernya, mengatakan tak
kurang dari tujuh orang yang jadi korban. Tapi Pangkopkamtib
Sudomo yang nampak kesal Kamis malam itu, menyatakan "tidak ada
yang sampai meninggal".
Berita dari Sudomo itu membesarkan hati. Apalagi ketika ia
menegaskan, kaum perusuh itu "bukan dari unsur-unsur parpol dan
Golkar". Dengan demikian keinginan balas dendam dari Golkar,
kalaupun ada, bisa cepat dihindari. Memang tak ada yang perlu
dituding dalam peristiwa itu, kecuali massa pernuda dan pelajar
yang marah, mungkin karena lapar, kepanasan, kecewa dan juga
frustrasi di siang bolong itu, di tengah massa yang memadati
lapangan yang semakin sempit. Amuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo