Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nidya Almira Xavier Herda Putri, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) lulus kuliah tanpa skripsi melalui konversi dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta. Lewat program itu, Nidya membuat aplikasi self-care berbasis kecerdasan buatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Unair memang telah menerapkan metode lulus tanpa skripsi bagi mahasiswanya. Namun, jalur ini belum berlaku untuk seluruh jurusan. Fakultas Psikologi menjadi salah satu fakultas di Unair yang memfasilitasi hal ini. Akan tetapi, mahasiswa tetap harus memenuhi persyaratan lain yang ditentukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nidya mengatakan, penggantian atau konversi skripsi dengan PKM adalah hal baru yang menantang. Menurutnya, penelitian PKM sama sulitnya dengan penelitian skripsi.
"Aku merasa bahwa apa yang aku kerjakan selama PKM, kurang lebih sama dengan apa yang seharusnya aku lakukan ketika mengerjakan skripsi,” ujarnya pada Rabu, 27, September 2023, mengutip laman resmi Unair.
Nidya menjelaskan, penyusunan PKM sama seperti skripsi. Mulai dari membuat proposal yang berisi latar belakang hingga metode penelitian, bimbingan dengan dosen, sampai akhirnya sidang, dan penyusunan laporan akhir.
“Bedanya, di PKM ini aku bahkan dapat bimbingan ekslusif dengan tim pembina Unair dalam bentuk monitoring dan evaluasi bulanan, juga bantuan dana dari pemerintah. Dan bisa merasakan langsung sidang di hadapan para reviewer dari luar daerah,” sambungnya.
Berawal dari Kepedulian Kesehatan Mental
Ide rancangan aplikasi self-care berbasis kecerdasan buatan ini bermula dari kekhawatiran Nidya akan kesehatan mental yang dialami banyak remaja. Rancangan aplikasi ini dia kembangkan sebagai upaya menurunkan risiko depresi bagi remaja.
Prototipe aplikasi yang diberi nama Sejati itu dilengkapi dengan beragam fitur dan telah diuji coba oleh beberapa orang menurut kriteria yang ditentukan dan disesuaikan.
“Aplikasi ini terdiri dari fitur berupa rekomendasi aktivitas self-care, artikel kesehatan mental, mood tracker, serta Eno Chatbot, fitur utama kecerdasan buatan yang dapat mendengarkan cerita dari pengguna,” ucap Nidya.
Mahasiswi angkatan 2018 itu berharap agar aplikasi buatannya dapat terus dikembangkan. Melalui fitur utamanya Eno Chatbot, Nidya ingin penggunanya merasa didengarkan kapanpun dan di manapun. "Jangka panjangnya, saya juga berharap aplikasi ini bisa mengurangi stigma kesehatan mental di Indonesia,” tuturnya.
Berdasarkan pengalamannya lulus kuliah jalur non-skripsi, Nidya mengatakan bahwa program seperti itu dapat menjadi tonggak bagi iklim kebebasan akademik di lingkungan kampus.
“Semoga para mahasiswa bisa fokus pada pengalaman yang lebih praktis dan memberi mereka ruang untuk mengembangkan diri dalam bentuk apa pun. Tentu, tanpa mengurangi esensi dan manfaat yang akan mereka dapat,” katanya.