Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Muhammad Erwin Althaf begitu gembira telah menyandang gelar Sarjana Peternakan Universitas Gadjah Mada atau UGM. Erwin yang mengalami disabilitas tuli membuktikan kondisi fisiknya tak menjadi aral untuk mengukir prestasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selasa, 19 Februari 2020 adalah hari bersejarah baginya. Di hari itu dia wisuda dengan Indeks Prestasi Kumulatif atau IPK 3,51 dari Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan UGM. "Keterbatasan bukan penghalang untuk menggapai mimpi dan sukses," kata Althaf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria 24 tahun ini masuk UGM melalui jalur prestasi atau jalur undangan di sekolahnya. Tak mudah baginya untuk menyesuaikan diri dengan materi perkualiahan. Tiada penerjemah bahasa isyarat saat dosen menerangkan mata kuliah. Althaf hanya bisa memperhatikan layar presentasi.
Jika dosen bicara di luar materi yang tampil pada layar, Althaf kesulitan mengikuti. Dia hanya bisa mendengar suara berdesibel tinggi, seperti klakson atau letusan. Pria kelahiran Semarang, 30 Januari 1995, ini banyak dibantu oleh teman dan para dosen. Dengan begitu dia tetap dapat mengikuti materi kuliah.
Ketika mengikuti sidang pendadaran atau ujian skripsi, Althaf melakukan presentasi seperti mahasiswa lainnya. Kendati terbata-bata dan suara yang tidak begitu jelas, dia berusaha menjelaskan hasil penelitian tentang 'Pengaruh Penambahan Bungkil Jintan Hitam Terhadap Konsumsi dan Kecernaan pada Domba Merino'.
Saat ujian, dia dibantu oleh penerjemah dari Unit Kegiatan Mahasiswa atau UKM Peduli Difabel UGM untuk menuliskan pertanyaan yang dilontarkan dosen penguji. Lalu, jawaban disampaikan dengan cara diketik pada layar.
Althaf adalah putra pasangan dokter gigi Edi Sumarwanto dan Eny Rusdaningsih. Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Edi menjelaskan Althaf kehilangan pendengaran sejak lahir. "Tapi kami tetap memperlakukannya seperti saudaranya, tidak membedakan," kata Edi.
Pada usia 3,5 tahun Althaf mengenyam pendidikan di seklah luar biasa. Seiring waktu, orang tuanya memeriksakan kondisi kesehatan Althaf ke dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan Althaf hanya mengalami keterbatasan dalam mendengar, tidak untuk hal lainnya. Dokter kemudian menyarankan Althaf belajar di sekolah umum.
Menurut Edi, Althaf adalah sosok mandiri. Bahkan Althaf sekolah di SMA di Yogyakarta, dan berpisah dari orang tuanya yang tinggal di Semarang, Jawa Tengah. Setelah meraih gelar sarjana, Althaf berencana melanjutkan studi S2 di bidang bidang peternakan. "Keberanian dan ketekunan itu membuat dia memiliki nilai akademik yang bagus," kata Edi seraya mengucapkan terima kasih kepada UGM yang memberi perhatian kepada mahasiswa berkebutuhan khusus.