Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

KPU Dinilai Coreng Kepercayaan Publik Karena Aktifkan Evi Novida

GIAD menyebut langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaktifkan kembali Evi Novida Ginting setelah diberhentikan DKPP memiliki banyak implikasi.

26 Agustus 2020 | 18.20 WIB

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (kanan) mengarahkan petugas saat simulasi rekapitulasi secara elektronik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. KPU berencana akan menggunakan rekapitulasi digital dalam Pilkada 2020 untuk mengurangi potensi kecurangan sekaligus sebagai alat kontrol dan pembanding terhadap data rekapitulasi suara manual. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (kanan) mengarahkan petugas saat simulasi rekapitulasi secara elektronik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. KPU berencana akan menggunakan rekapitulasi digital dalam Pilkada 2020 untuk mengurangi potensi kecurangan sekaligus sebagai alat kontrol dan pembanding terhadap data rekapitulasi suara manual. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakara - Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis atau GIAD menyebut langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaktifkan kembali Evi Novida Ginting setelah diberhentikan oleh keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memiliki banyak implikasi. Salah satunya adalah berkurangnya rasa kepercayaan publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Posisi moral etis ini jadi masalah. KPU itu makin membuat kehilangan kepercayaan publik,” kata Jerry Sumampouw di Bawaslu, Jakarta, Rabu 26 Agustus 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jerry mengaku kaget dengan surat Ketua KPU, Arif Budiman yang berisi mengaktifkan kembali Evi sebagai anggota KPU. Setelah sebelumnya dikeluarkan keputusan DKPP yang menyatakan pemberhentian Evi.

Jerry menyebut KPU tidak memiliki dasar hukum untuk mengangkat anggotanya yang telah diberhentikan oleh DKPP. Meskipun sebelumnya Evi memenangkan gugatan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN), yang memutuskan agar presiden mencabut Keputusan Presiden, namun menurutnya hal ini tidak bisa dijadikan dasar. Karena putusan DKPP bersifat final dan mengikat, dan menurutnya PTUN tidak bisa masuk ke ranah penyelenggara pemilu.

“(Evi) Secara etis sudah diberhentikan. KPU tahu putusan DKPP itu final dan mengikat. Ini pertanyaan mendasar,” ujarnya.

Persoalan etis ini menurut Jerry menjadi persoalan karena mencoreng kewibawaan lembaga. Langkah ini ia nilai memiliki implikasi panjang terhadap pelaksanaan Pilkada 2020 nanti, yang berpotensi tidak dipercaya publik.

“Kalau dilihat memang KPU dengan surat Ketua KPU itu mengambil posisi untuk melawan putusan DKPP,” kata dia.

FIKRI ARIGI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus