Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bangkalan-Calon wakil presiden KH Ma'ruf Amin berkampanye ke Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Jumat, 19 Oktober 2018. Kedatangan Ma'ruf ditemani istri dan Ketua Tim Kampanye Daerah Jawa Timur, Machfud Arifin. Agenda utama Ma'ruf berkunjung ke Pondok Pesantren Hidayatullah Al-Muhajirin di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya. Di pesantren itu Ma'ruf bertemu ribuan santri dan masyarakat sekitar.
Sebelum ke Arosbaya, Ma'ruf Amin bertemu dengan Bupati Bangkalan, Abdul Latief Amin Imron, adik kandung bekas Bupati Bangkalan KH Fuad Amin Imron. Pertemuan digelar di Pendapa Agung. Semua pejabat tampak hadir, juga Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Bangkalan KH Makki Nasir dan Pengasuh Pondok Pesantren KH Mohammad Kholil Demangan, KH Nasih Aschal.
Baca: Ma'ruf Amin Bicara soal Islam Moderat di Singapura
Saat di pendapa itulah Ma'ruf Amin bercerita bahwa dia masih berdarah Madura meski lahir di Banten. Darah Madura itu, menurutnya, mengalir dari Kiai Demang. Demang memiliki putra yang di kelak kemudian hari menjadi salah satu Raja Keraton Bangkalan bernama Raden Pragalba.
Singkat cerita, anak cucu Raden Pragalba, selain menetap di Bangkalan juga di Pamekasan. Salah satu cucunya yang di Pamekasan kemudian diambil mantu oleh Raja Sumedang Larang dan mendapat gelar Nyai Ratu Harisbaya. "Dari sinilah, lahir Mbah buyut saya," kata Ma'ruf.
Yang menarik, Kiai Demang yang disebut Ma'ruf Amin sebagai cikal bakal keluarganya, menetap di Desa Plakaran, Kecamatan Arosbaya atau satu kecamatan yang sama dengan Pesantren Al-Muhajirin yang ia kunjungi.
Simak: Kunjungi Pesantren Yogyakarta, Ma'ruf Amin: Saya Enggak Kampanye
Klaim Ma'ruf memang masih perlu diuji. Namun, dari nama-nama leluhur yang dia sebutkan tidaklah hoax. Yang familiar bagi warga Bangkalan adalah nama Raden Pragalba yang menguasai Madura Barat.
Dia bergelar Pangeran Plakaran. Di masa kepemimpinannya itulah Islam masuk ke Madura. Sehingga Pragalba digelari juga Pangeran Ongguk yang bermakna pangeran yang mengangguk. Gelar ini diberikan karena dia menerima Islam dengan menganggukkan kepala.
Di Kecamatan Arosbaya sendiri hingga kini masih ada bekas bangunan kerajaan. Bahkan di Desa Buduran masih ada kompleks pemakaman raja-raja Bangkalan bernama Pasarean Aer Matah atau Air Mata.
Konon, nama ini merujuk pada sosok Ratu Bangkalan bernama Syarifah Ambami Rato Ebuh yang terus-terusan menangis hingga akhir hayatnya. Hingga kini Pasarean Aer Mata menjadi obyek wisata religi di Bangkalan.
MUSTHOFA BISRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini