Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyelenggara pemilu harus cermat menelusuri dana kampanye yang dilaporkan oleh partai politik.
Bawaslu seperti tidak mempunyai kemauan untuk menelusuri kejanggalan dalam laporan dana kampanye.
Ada kecenderungan partai tidak melaporkan dana kampanye secara akuntabel dan transparan.
JAKARTA – Penyelenggara pemilihan umum diminta cermat dalam menelusuri laporan dana kampanye yang disampaikan oleh peserta Pemilu 2024. Sebab, pegiat antikorupsi dan pemilu menemukan ketidakcocokan antara dana yang diterima oleh partai politik dan dana yang dikeluarkan untuk kegiatan kampanye. “Temuan ini harus dilihat menjadi indikasi pelanggaran,” kata peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketentuan tentang dana kampanye diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2023. Dalam regulasi itu, ditetapkan bahwa seluruh penerimaan dan pengeluaran dana kampanye wajib dicatat dalam pembukuan khusus. Penempatan dana juga harus menggunakan rekening khusus. Namun, berdasarkan penelusuran Perludem dan Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat sejumlah kejanggalan dalam laporan awal dana kampanye (LADK) yang disampaikan partai politik kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahap pertama penyerahan LADK, KPU menyatakan dokumen semua partai belum lengkap dan belum sesuai. Misalnya saja dokumen milik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang hanya mencatatkan pengeluaran Rp 180 ribu. Padahal anggaran yang diterima partai itu mencapai Rp 2 miliar.
Kader dan simpatisan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hadir dalam Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, 22 Agustus 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
KPU telah memberikan kesempatan kepada peserta pemilu untuk memperbaiki LADK tersebut. Setelah perbaikan, PSI melaporkan penerimaan Rp 33 miliar dan pengeluaran Rp 24,1 miliar. Wakil Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat PSI Grace Natalie mengatakan laporan penggunaan dana kampanye yang dilansir KPU itu belum final karena sejumlah laporan dari daerah belum lengkap.
Contoh lain terlihat pada dokumen milik Partai Gelora. Sebanyak 110 dari 396 calon anggota legislatif partai itu belum melaporkan dana kampanye mereka. Setelah diberi kesempatan untuk memperbaiki, dalam dokumen itu tercatat 396 calon anggota legislatif telah menyampaikan LADK. Namun, anehnya, data penerimaan dan pengeluaran partai tetap sama meski 110 calon anggota legislatif telah menyerahkan LADK. Adapun laporan penerimaan dana kampanye yang dilaporkan Gelora sebesar Rp 5,8 miliar, sedangkan pengeluaran Rp 5,6 miliar.
Perludem juga menyorot partai-partai besar yang mencantumkan anggaran kampanyenya dengan kisaran hanya Rp 2-10 miliar. Padahal periode pembukuan LADK partai telah dibuka sejak setahun lalu. Perludem melihat ada indikasi ketidakjujuran partai dan calon anggota legislatif dalam pencatatan LADK. “Ini seharusnya jadi informasi awal untuk menyelidiki pelanggaran dana kampanye,” ujar Kahfi. “Tidak mungkin pengeluaran dana hanya belasan miliar rupiah kalau baliho ataupun billboard terpasang di spot-spot strategis yang biayanya sangat mahal.”
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kata Kahfi, memiliki kewenangan untuk menelusuri kejanggalan laporan dana kampanye itu. Namun Bawaslu seperti tidak mempunyai kemauan untuk melangkah ke arah sana. Begitu juga yang terjadi ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyerahkan temuan tentang transaksi janggal yang mengalir ke sejumlah partai politik.
Sebelumnya, PPATK mengungkap adanya transaksi janggal yang dilakukan oleh 100 calon anggota legislatif. Secara agregat, nilai transaksi janggal itu mencapai Rp 51 triliun. Selain itu, PPATK menemukan aliran dana dari luar negeri kepada 21 anggota partai yang nilainya mencapai Rp 195 miliar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 persen di antaranya diduga berasal dari perusahaan cangkang. “Temuan ini patut untuk segera didalami dan ditelusuri oleh Bawaslu,” ujar Kahfi. “Temuan itu juga bisa dijadikan data pembanding untuk menyelidiki dana kampanye yang telah digunakan dan tidak dilaporkan.”
Pada Desember 2023, PPATK mendeteksi lonjakan transaksi di lebih dari 6.000 rekening peserta pemilu ataupun pengurus partai politik. Lonjakan itu patut dicurigai karena terjadi menjelang masa kampanye. Nilai transaksi juga melebihi besaran dana yang tercatat dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).
Nilai dana yang terdapat dalam RKDK wajib dilaporkan oleh peserta pemilu kepada KPU. PPATK telah melaporkan temuan mereka kepada Bawaslu dan KPU agar bisa ditelusuri. “Di RKDK saldonya kecil, tapi kalau dibandingkan dengan alat peraga kampanye yang telah terpasang, ini tidak sesuai,” kata pelaksana tugas Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, pada 17 Desember 2023.
Staf Divisi Korupsi Politik ICW, Seira Tamara, mengatakan Bawaslu mesti bergerak cepat dalam menelusuri kejanggalan-kejanggalan seputar pelaporan dana kampanye, termasuk aliran dana temuan PPATK. Hasil penelusuran tersebut mesti disampaikan kepada publik agar tidak menimbulkan kecurigaan. “Jelaskan juga apa yang mereka sudah lakukan untuk menelusuri kejanggalan laporan dana kampanye itu,” ujar Seira.
Khusus untuk temuan PPATK, kata Seira, seharusnya bisa menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara pemilu. Sebab, bisa jadi regulasi RKDK yang disusun oleh penyelenggara pemilu tidak efektif karena masih memiliki celah kecurangan. Apalagi Bawaslu selalu beralasan bahwa domain pengawasan mereka sebatas pada RKDK, LADK, laporan pemberi sumbangan dana kampanye (LPSDK), serta laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). “Padahal transaksi janggal adanya di luar dokumen dana kampanye itu. Jadi jangan normatif saja, tapi harus bisa lebih kritis,” katanya.
Dana Kampanye Partai Politik
Dosen hukum kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan peserta pemilu hingga saat ini masih menganggap laporan dana kampanye sekadar formalitas. Jadi laporan yang mereka buat tidak pernah mencerminkan transparansi dan akuntabilitas dana kampanye yang diterima ataupun digunakan. Karena itu, menurut dia, publik mesti selalu mengawasi dan kritis atas rasionalitas dana kampanye yang disampaikan oleh peserta pemilu. “Termasuk bersuara menyoroti saat ada laporan yang secara penalaran memuat ketidakwajaran yang sangat kuat,” ucapnya.
Bawaslu, kata Titi, seharusnya melakukan pengawasan secara proaktif dengan mengaudit penggunaan dana kampanye sesuai dengan realitas di lapangan. “Karena ketidakpatuhan peserta pemilu dalam mencatatkan semua transaksi dana kampanye bisa dipidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pemilu.”
Pemasangan Alat Peraga Tak Mencerminkan Laporan Dana Kampanye
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno tidak menyangkal bahwa laporan dana kampanye tidak sebanding dengan banyaknya alat peraga yang dipasang oleh partai. Sebab, tidak sedikit alat peraga yang dipasang jauh sebelum masa kampanye dimulai. “Jadi perlu dibedakan (pemasangan alat peraga) saat masa kampanye dan sebelum masa kampanye,” katanya.
PAN mencantumkan penerimaan dana kampanye sebesar Rp 29,5 miliar dan pengeluaran Rp 22,4 miliar dalam dokumen LADK. Setelah diperbaiki, jumlah dana yang diterima berubah menjadi Rp 29,8 miliar dan pengeluaran Rp 22,4 miliar. Edy mengatakan kegiatan kampanye partainya memang terlihat jauh melebihi anggaran yang tercatat pada LADK. Sebab, banyak calon anggota legislatif yang mendapat bantuan dari rekening partai untuk kegiatan kampanye mereka.
Bantuan dana dari partai itu bukan berasal dari sumbangan, melainkan uang tabungan calon legislator itu sendiri. Tabungan itu berasal dari gaji mereka yang dipotong setiap bulan oleh partai. “Anggota Dewan dari PAN ini dipotong gajinya untuk kebutuhan saksi dan alat peraga,” kata Edy. “Pengeluaran itu memang tidak masuk ke RKDK dan LADK karena masuk di pengeluaran rekening partai.”
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kiri) memberikan arahan saat kampanye di Kudus, Jawa Tengah, 17 Januari 2024. ANTARA/Yusuf Nugroho
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Arfian mengatakan partainya berusaha melaporkan dana yang diterima dan dikeluarkan secara akuntabel dan transparan. Namun, jika terdapat dana yang terlewat untuk dicatat, bakal diperbaiki dalam laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Adapun PKS, seperti tercatat dalam LADK, telah menerima Rp 12,7 miliar dan mengeluarkan Rp 7,8 miliar. “Kalau memang masih ada yang terlewat, kami akan menjawab pertanyaan tersebut dengan konkret dan akan diperbaiki dalam LPPDK,” ujarnya.
Bendahara Umum Partai Golkar Dito Gunandito tidak menjawab upaya permintaan konfirmasi Tempo soal laporan dana kampanye yang telah mereka sampaikan. Begitu juga dengan Wakil Ketua Umum Gelora Fahri Hamzah; Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid; dan juru bicara partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra. Sedangkan Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan partainya akan mencermati kembali LADK yang telah mereka sampaikan.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan tenggat perbaikan LADK yang semula berakhir pada 7 Januari telah diperpanjang menjadi 12 Januari 2024. Partai politik dan caleg yang tidak menyelesaikan revisi LADK terancam dikenai sanksi.
Selanjutnya, kata Idham, setelah menyelesaikan LADK, partai dan caleg diminta menyerahkan LPSDK dan menyiapkan LPPDK. KPU akan membuka pelayanan konsultasi untuk penyusunan LPPDK. “Sehingga nanti, secara teknis, LPSDK dan LPPDK bisa diperbaiki,” katanya.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo