Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengatakan Komisi Penyiaran Indonesia tidak mempunyai dasar hukum dalam melakukan uji publik terhadap sepuluh TV swasta di Indonesia. Menurut dia, uji publik tidak bisa menjadi dasar poin penilaian bagi TV swasta.
"KPI tak memiliki landasan untuk melaksanakan uji publik. Jadi mereka melakukan di luar lima tahapan ini, tak ada peraturan yang melandasinya sehingga tak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya," kata Mahfuz setelah memimpin rapat dengar pendapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 28 Januari 2016.
Jika KPI melakukan uji publik dan menggunakan poin tersebut untuk penilaian utama terhadap siaran sepuluh televisi tersebut, dia mengatakan hal itu akan merusak akuntabilitas penilaian. Menurut Mahfudz, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 Pasal 9, alur perpanjangan izin TV swasta adalah hanya ada lima tahapan.
Tahapan tersebut adalah permohonan, evaluasi dengar, rapat dengar pendapat KPI dengan pemohon, rekomendasi kelayakan KPI ke pemerintah, dan forum rapat bersama komite dengan KPI untuk penerbitan surat perpanjangan disetujui atau ditolak.
"Itu kan jelas tahapannya ada lima. Enggak ada uji publik," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu. Dia meminta KPI mendasarkan penilaiannya tetap pada evaluasi isi siaran selama sepuluh tahun sama dengan lama izin siaran berlaku.
Sebelumnya, KPI berencana melakukan uji publik terhadap sepuluh stasiun TV di Indonesia, yakni RCTI, SCTV, Indosiar, MNC TV, ANTV, TV One, Metro TV, Trans TV, Global TV, dan Trans 7. Kesepuluh stasiun TV ini akan habis masa penyiarannya pada 2016. Niat uji publik itu sempat dianggap sebagai momentum perbaikan kualitas tayangan.
EGI ADYATAMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini