Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Membenahi

Perusahaan pelayaran di maluku, PT Pelayaran Maluku & PT pelayaran nusantara berdikari. Pelnus berdikari dilebur ke dalam panca karya anak perusahaan daerah. pancakarya harus membenahi kapal ampera. (dh)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUBUNGAN antar pulau yang tepat di antara sekitar 1000 pulau di Propinsi Maluku, tentunya dengan apalagi kalau bukan dengan kapal laut. Tapi justru keadaan di bidang ini yang tak pernah beres-beres. Ada 2 perusahaan pelayaran di sana. PT Pelayaran Maluku (Pemal) dan Pelayaran Nusantara (Pelnus) Berdikari. Kabarnya kedua-duanya dulu jadi kebanggaan rakyat Maluku. Karena dengan kapal-kapal yang berbobot 100 s/d 500 ton, kedua perusahaan ini mampu mengangkut orang-orang Maluku manise itu saling bertandang atau berdagang. Itupun dalam keadaannya yang timbul tenggelam. Artinya, mula-mula jaya di lautan, lantas kandas, karena banyak kapal rusak, timbul lagi dan seterusnya. Kisahnya begini. Di ujung 1956 sampai beberapa waktu lamanya, Pemal Jaya di lautan. Dengan kapal-kapalnya seperti Sony, Nangka dan Rambutan ia bangga mengarungi laut-laut Maluku yang indah dan kaya dengan isi lautnya itu. Tapi semasa Gubernur Soemitro Pemal ketabrak nasib gulung tikar. Sebab kapal-kapal bekas milik Rusia itu kemudian rusak berat dan tak bisa dipakai lagi. Kini mendekam di bandar laut Ambon sebagai besi tua. Bangkrutlah itu Pemal. Tinggal Pelayaran Nusantara Berdikari. Ternyata kemudian nasibnya nyaris tak berbeda. Cuma saja, karena perusahaan yang satu ini kebetulan milik Pemerintah Daerah, nafasnya tak sampai terputus. Misalnya tatkala nafasnya sudah pasang surut, di tahun 1966 Gubernur Maluku yang waktu itu Latumahina memperpanjang nafasnya dengan membeli 4 kapal berbobot 300 s/d 500 ton dari negeri Belanda. Dan diberi nama Ampera I-IV. Para Ampera itu beberapa waktu lamanya dapat meringankan penderitaan rakyat Maluku akan kebutuhan kapal buat alat angkutan itu. Tapi seperti juga yang dialami Pemal dan kapal-kapal sebelumnya, Ampera-Ampera inipun "menderita". Hingga terpaksa Soemeroe yang kemudian menduduki jabatan Gubernur Maluku melebur Pelnus Berdikari ke dalam Panca Karya, salah satu anak perusahaan daerah. Dapat bernafas terus? Tampaknya ya. Tapi megap-megap. Dibiarkan terus begitu? Alhamdulillah, agaknya tidak. "Kami harus memperbaiki yang luka parah akibat ngompreng yang terlalu banyak", tutur MK Soulissa Dirut Panca Karya yang oleh Gubernur Soemeroe diminta membenahi Pelnus Berdikari dengan Ampera-Amperanya itu. Tentu saja tugas tersebut menyebabkan Soulisa "sakit", seperti dikatakanya kepada Kace Pattisinay, pembantu TEMPO di Ambon. Sebab selain ia harus menghentikan kebiasaan "ngompreng" -- penyebab utama kapal rusak--juga harus melunasi hutang dan memperbaiki kapal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus