Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 38 tahun lalu, tetapnya 2 Agustus 1986, politikus Katolik Indonesia Ignatius Joseph Kasimo meninggal dunia. Ia meninggal dunia di usia yang ke 86 tahun. Kasimo adalah politikus yang aktif di masa pemerintahan orde lama dan orde baru. Berikut perjalanan dari Kasimo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dilansir dari esi.kemdikbud.go.id, Kasimo adalah seorang tokoh pergerakan dan politisi yang dikenal sebagai salah satu pendiri Partai Katolik di Indonesia. Lahir pada 10 April 1900 sebagai anak keempat dari sebelas bersaudara, masa kecilnya dihabiskan dengan membantu kedua orang tuanya berjualan di pasar untuk mendukung perekonomian keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ayahnya, Ronosantiko, merupakan abdi dalem, tidak menerima gaji dalam bentuk uang, melainkan sebidang tanah. Baru setelah sistem apanage diganti dengan undang-undang tahun 1918, Ronosantiko mulai menerima gaji dalam bentuk uang.
Kasimo menempuh pendidikan dasar di Sekolah Bumiputra Kelas Dua Gading. Di sana, ia bertemu dengan Romo Franciscus van Lith yang menjadi tokoh penting dalam membentuk pandangan hidupnya.
Van Lith yang juga kepala sekolah Kweekschool di Muntilan, mengajak Kasimo muda untuk melanjutkan pendidikan di Muntilan. Pada usia 12 tahun, setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Kasimo melanjutkan sekolahnya ke Muntilan.
Kasimo melanjutkan pendidikan di Middelbare Landbouwschool, Bogor, pada 1918. Di Bogor, ia aktif dalam perkumpulan Jong Java, sebuah organisasi yang bertujuan untuk mendidik anggotanya agar dapat berkontribusi bagi pembangunan Jawa.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Middelbare Landbouwschool, Kasimo diangkat menjadi pegawai perkebunan pemerintah sebelum dipindahkan menjadi guru di sekolah pertanian di Tegalgondo, Klaten.
Pada Februari 1923, bersama dengan dua rekannya, F.S. Harjadi dan R.M. Jacob Soejadi, ia mendirikan Partai Katolik yang diberi nama Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Nama partai ini kemudian berubah menjadi Persatuan Politik Katolik Indonesia (PPKI) pada tahun 1928.
Kesuksesan dalam mendirikan partai ini membuat Kasimo diangkat menjadi anggota Volksraad pada 1931-1942. Selama di Volksraad, Kasimo aktif menyuarakan pandangannya, terutama mengenai hubungan antaragama. Ia berpendapat bahwa seorang Katolik Pribumi bisa menjadi nasionalis tanpa harus mengorbankan keyakinannya.
Selain kiprahnya di Volksraad, pada 1935, Kasimo menjadi pengurus inti Inheemse Planters Vereeniging, sebuah organisasi yang memperjuangkan kepentingan pekebun pribumi. Selama periode 1921-1943, Kasimo juga menjadi pegawai Perkebunan Karet Negara sebelum menjadi pegawai negeri pada Djawatan Penerangan Pertanian Rakjat.
Tidak banyak informasi mengenai karir politik dan kehidupan pribadi Kasimo pada masa pendudukan Jepang hingga periode awal kemerdekaan. Namun, diketahui bahwa ia menjabat sebagai Wakil Kepala Djawatan Perekonomian Negara Surakarta dan menjadi delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, atas gagasannya, PPKI berubah nama menjadi Partai Katolik Republik Indonesia, dan Kasimo menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
Pasca kemerdekaan, Kasimo menjabat sebagai Menteri Muda Kemakmuran I di Kabinet Amir Sjarifuddin dan Menteri Persediaan Makanan Rakyat di Kabinet Hatta. Selama agresi militer Belanda II, Kasimo bersama dengan beberapa tokoh lainnya ikut bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia juga menjadi anggota komisariat Pemerintah Darurat Republik Indonesia dan kembali menjabat sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat.
Pada 1950, Kasimo diangkat menjadi Kepala Djawatan Perkebunan RI dan terpilih sebagai anggota DPR dari fraksi Partai Katolik untuk daerah pemilihan Jawa Timur. Pada 1955, ia kembali menjadi menteri di Kabinet Burhanuddin Harahap sebagai Menteri Perekonomian. Selama menjabat, Kasimo mencetuskan "Plan Kasimo", sebuah rencana produksi lima tahun untuk swasembada pangan.
Kasimo juga aktif dalam mendirikan Universitas Katolik Atmajaya pada 1960, dan namanya diabadikan sebagai salah satu gedung di universitas tersebut. Setelah semua kontribusi dan pengabdiannya untuk Republik Indonesia, Kasimo wafat pada tahun 1986 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2011 sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.