Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERIK matahari membakar kampus "Ganeca" ITB Bandung. Tak kurang
dari 3.000 mahasiswa berkumpul di sana Senin siang kemarin.
Selembar spanduk merah terpampang di mulut pintu kampus.
Bunyinya serem, senada dengan pernyataan mereka: "Tidak
mempercayai dan tidak menginginkan Suharto kembali sebagai
Presiden Republik Indonesia." Mereka juga menuntut agar
fraksi-fraksi dalam MPR menampilkan tokoh-tokoh nasional sebagai
calon Presiden.
Di sana juga beredar sebuah buku putih "Perjuangan Mahasiswa"
yang mengkritik strategi dan kebijaksanaan pembangunan. Radio
ITB ikut menghangatkan suasana dengan lagu-lagu perjuangan
seperti Halo-halo Bandung. Dan Rektor ITB Prof. Iskandar
Alisyahbana tampak mondar-mandir saja membidikkan kamera. Empat
mahasiswa, mengendarai 2 motor Honda kcliling kampus
mengibar-ngibarkan bendera merah dan hitam bergambar tengkorak.
Tak kurang dari ketua umum DM ITB Heri Achmadi yang bicara
keras. "Kalau semua fursionaris ITB ditangkap, masih ada 8.000
mahasiswa yang akan melanjutkan perjuangan. Maka rapatkan
barisan menghadapi kemungkinan yang akan terjadi." katanya.
Jum'at malam sebelumnya, Letjen HR Dharsono juga bicara keras di
gedung "Julius Usman' Jalan Lembang, Bandung.
Menurut bekas panglima Siliwangi yang kini sekjen ASEAN itu,
keresahan sekarang ini karena adanya penyimpangan perjuangan
orde baru. "Saya terharu mendengar teriakan 'kembalikan ABRI
kepada rakyat'. Ini tentu karena ada sesuatu yang dirasakan oleh
rakyat sebagai pemiliknya," kata Dharsono. Kepada siapa pun yang
nanti terpilih dalam MPR sebagai pimpinan nasional ia minta agar
memperhatikan keresahan masyarakat. "Teriakan dari bawah jangan
diartikan merongrong, tapi sebagai peringatan," tambahnya.
Cita Cita Itu
Itu adalah serangkaian acara peringatan 1 tahun Tritura dari
mahasiswa Bandur. Empat hari sebelum Dharsono bicara di
Bandung, Letjen Kemal Idris tampil di UI Jakarta. Dengan kemeja
coklat muda d dasi, bekas panglima Kostrad yang kini sudah
pensiun itu berkata: "Cita-cita orde baru dulu, kini makin
menjauh. Cita-cita itu, kini ternyata tidak dilaksanakan oleh
beberapa rekan generasi saya." Jenderal yang dekat dengan
gerakan mahasiswa di tahun 1966 itu juga menyatakan tak ingin
bicara soal pewarisan nilai-nilai 45. "Kalau saya bicara soal
itu. sombonglah saya ini, katanya. Kemudian dengan nada dalam:
Janganlah orde baru yang sekarang monjadi suatu orde lama.
Di taman FE-UI itu, tampak pula bekas tokoh Angkatan 66, M.
Zamroni. Ia tak bergabung dengan kelompok KNPI yang hari itu
juga mengadakan peringatan Trifura di gedung mahasiswa Kuningan.
Sementara di Kuningan selesai dengan kebulatan tekud, 200
mahasiswa - deruan beberapa bus besar - dari taman FE-UI
berziarah ke 6 makam pahlawan Ampera di pekuburan Tanahkusir. Di
depan pusara almarhum Arief Rachman Hakim, bekas Komandun
Lasykar Ampera, Fahmi Idris, berkata gemetar terputus-putu.
Banyak hal prinsipil telah dilupakan teman seperjuangan kita
dulu. Entah mengapa, 15 Desember lalu, ABRI telah menghardik
adik-adik kita mahasiswa. Sekarang kita sudah tak punya ABRI
lagi. Lalu kepada para mahasiswa yang hadir, Fahmi berpesan:
Peranan ini, sekarang telah penuhnya di tangan saudara. Jangan
harapkan lagi dari kami, bekas eksponen Angkatan 66, sebab
banyak yang sudah kacauan takut.
Main Sangkur
Di Yogya, peringatan 10 Januari itu ditandai dengan munculnya 4
mahasiswa mengusung keranda mayat demokrasi keluar gelanggang
mahasiswa UGM Bulaksumur. Lalu diletakkan di meja pingpong di
tengah jalan masuk kampus. Ratusan mahasiswa dan masyarakat
menyaksikan pula sekitar 50 poster-poster bersuara protes.
Depan keranda itulah dibacakan Surat Rakyat yang ditujukan
kepada pimpinan DPRD DIY. Isinya: pencalonan presiden dan wakil
hendaknya tak dilakukan dengan versi calon tunggal. Hari itu
pimpinan DPRD DIY memang repot menghadapi 3 delegasi mahasiswa.
Sebelum 12 DM-SM datang menyampaikan Surat Rakyat, sudah datang
11 DM-SM lainnya menyampaikan Tri Aspirasi 78. Delegasi
satunya, dari UII, menamakan diri Kelompok Pendamba Keadilan.
Pasukan anti huru-hara di luar gedung tampak santai-santai saja
ketika pertemuan tanpa dialog itu berlangsung.
Petugas keamanan di Palembang pun tak banyk kerja ketika para
mahasiswa Unsri membagibagikan 50 nasi bungkus dan 17 lusin
kaos oblong kepada gelandangan. Kaos oblong yang langsung
dipakai terutama oleh anak-anak pengemis depan Masjid Agung itu
bertulisan "Pikirkan Nasibku". Aksi sosial mahasiswa itu
diselenggarakan dalam rangka peringatan Tritura pula.
Yang agaknya paling sibuk adalah Pasukan Anti Huru-Hara di
Surabaya. Di sana mereka terlibat dalam bentrokan dengan para
mahasiswa. Enam mahasiswa cidera: Hermanto (ITS) diperkirakan
patah tangan karena pukulan tongkat. AR Pelu (IAIN) tergores
punggungnya kena sangkur. Harun Alrasjid dan M. Sholeh (ITS)
serta Wahyu Chairat dan Amiruddin (IAIN) kena pukul di kepala
di badan. Hermanto terpaksa dirawat di RSAL Surabaya.
Peristiwa itu mengundang protes keras berbagai pihak.
Selepas insiden Surabaya itu. di Jakarta Kaskopkamtib Sudomo
bicara keras. Kalau mahasiswa nekad, kita juga akan nekad.
katanya. Minggu lalu Menteri P dan K Syarief Thayeb juga
menyebut yang bergerak sekarang ini lebih ekstrim dan militan.
Menurut Sudomo, hal itu antara lain mungkin karena pengaruh
film serial Barat di televisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo