Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

MK Gelar Sidang Perdana Gugatan UU Kementerian Negara Sore ini

MK menggelar sidang perdana gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

28 April 2025 | 11.18 WIB

Polisi berjaga di gedung Mahkamah Konstitusi saat melakukan pengamanan sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Jakarta, 4 Februari 2025. Antara/Bayu Pratama S
Perbesar
Polisi berjaga di gedung Mahkamah Konstitusi saat melakukan pengamanan sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Jakarta, 4 Februari 2025. Antara/Bayu Pratama S

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Permohonan uji materi itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada 6 Maret 2025. Adapun perkara diregistrasi pada Selasa,18 Maret 2025, dengan Nomor Perkara Nomor 35/PUU-XXIII/2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Gugatan diajukan oleh tiga mahasiswa FHUI dan satu mahasiswa dari Fakultas Ilmu Administrasi UI (FIA). Mereka adalah Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah, dan Vito Jordan Ompusunggu dari FIA UI. Tim kuasa hukum mereka adalah Abu Rizal Biladina, Hafsha Hafizha Rahma, dan Jhonas Nikson. Rizal dan Hafsha merupakan mahasiswa aktif FHUI. Sedangkan Jhonas baru lulus dari FHUI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sidang pukul 16.00 WIB dengan agenda sidang pemeriksaan,” kata Rizal kepada Tempo, Senin, 28 April 2025.

Permohonan ini secara spesifik menguji Pasal 23 huruf c Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Rizal mengatakan gugatan terhadap Pasal 23 huruf c beleid tersebut dilakukan karena dianggap melanggar hak konstitusional pemohon dengan banyaknya menteri yang merangkap pengurus partai politik.

Dalam dokumen gugatan yang dilihat Tempo, pemohon melihat kondisi status quo yang sekarang sudah tidak ada checks and balances. Sehingga perlu diperbaiki dari struktur hukum tata negara dimulai dari menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai pengurus parpol.

Pasal 23 huruf c beleid tersebut menegaskan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). 

Rizal mengatakan pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, ada tumpang tindih dengan norma Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 208 tentang Partai Politik. Pasal ini menyebutkan bahwa keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota; sumbangan yang sah menurut hukum; dan bantuan keuangan dari APBN atau APBD.

Selain itu, Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik juga menegaskan bahwa bantuan keuangan kepada partai politik dari APBN atau APBD diberikan oleh pemerintah pusat atau daerah setiap tahunnya. 

“Meskipun Pasal 23 huruf c Undang-Undang Kementerian Negara menggunakan kata dibiayai dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Partai Politik menggunakan frasa bantuan keuangan. Kedua istilah tersebut secara substansial pada hakikatnya memiliki pengertian yang sama,” bunyi posita dalam berkas gugatan pemohon yang dilihat Tempo. 

“Dengan kata lain, anggota DPR selaku kekuasaan legislatif akan kesulitan melakukan fungsi legislasi anggaran dan pengawasan sebagai bentuk checks and balances,” tutur pemohon.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus