Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
USAHA mempereteli kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi terus terjadi Menurut dosen hukum Universitas Andalas Feri Amsari, pelemahan KPK itu wujud dari keinginan Presiden Joko Widodo agar KPK hanya berfokus pada pencegahan korupsi. “Itu sudah sedari awal disampaikan Jokowi,” kata bekas Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu, Kamis, 4 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum tata negara itu mengatakan upaya pemerintahan Jokowi melemahkan KPK semakin terang benderang. Upaya terbaru adalah rencana menggabungkan KPK dengan Ombudsman Republik Indonesia. Lembaga hasil peleburan itu rencananya berkonsentrasi pada pencegahan korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rencana peleburan itu hanyalah tahap lanjutan dari upaya Jokowi memperlemah KPK,” ujar Feri. “Saya melihat, sebelum masa jabatan Jokowi berakhir, masuk tahapan paling krusial untuk menjadikan KPK betul-betul kehilangan taji.”
Ia berpendapat kekuatan utama KPK adalah menindak korupsi, di antaranya dengan jalan operasi tangkap tangan (OTT). Penindakan korupsi secara tegas justru menjadi upaya maksimal untuk mencegah korupsi. Sebab, mata rantai korupsi otomatis terputus ketika KPK menindaknya.
Memasuki periode kedua pemerintahan Jokowi, mantan Wali Kota Solo itu berulang kali mengungkapkan agar KPK berkonsentrasi pada pencegahan korupsi. Misalnya, saat ia menghadiri Hari Antikorupsi Sedunia yang digelar KPK pada 20 November 2020. Saat itu Jokowi mengingatkan KPK agar fokus pemberantasan korupsi mengedepankan pencegahan, bukan penindakan.
"Kinerja penegakan hukum bukan diukur dari seberapa banyak kasus yang ditemukan, melainkan pada bagaimana mencegah secara berkelanjutan agar tindak pidana korupsi itu tidak sampai terjadi lagi," kata Jokowi dalam pidatonya tersebut.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga pernah menyoalkan upaya penindakan KPK dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, pada 13 November 2019. Di sini, Jokowi mengingatkan penegak hukum, termasuk KPK, agar tak asal mengeksekusi saat menangani suatu perkara.
"Saya titip pada kesempatan yang baik ini, kalau ada persoalan hukum dan itu sudah kelihatan di awal-awal, preventif dulu, diingatkan dulu,” katanya.
Presiden saat memberikan sambutan pada acara peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2021 yang digelar di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, 9 Desember 2021. BPMI Setpres/Rusman
Di samping berbagai pernyataannya, Jokowi secara nyata melemahkan komisi antirasuah lewat revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Hasil revisi itu mencabut independensi KPK dengan menjadikannya lembaga rumpun eksekutif. Lalu pegawai KPK diwajibkan menjadi pegawai negeri.
Realisasi dari ketentuan itu, 87 penyidik dan penyelidik berintegritas di KPK disingkirkan lewat tes wawasan kebangsaan. Tes ini dijadikan prasyarat pegawai KPK diangkat menjadi pegawai negeri.
Ombudsman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan maladministrasi dan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan tersebut. Kedua lembaga itu lantas merekomendasikan kepada Jokowi agar mengembalikan 87 pegawai tersebut ke KPK. Tapi rekomendasi itu tak digubris hingga kini. Lewat Kepolisian RI, pemerintahan Jokowi justru “memarkir” para penyidik berintegritas itu di Markas Besar Polri.
Selanjutnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) disebut-sebut tengah menggodok desain pemberantasan korupsi ke depan. Ada dua konsep yang mengemuka: mendorong KPK berkonsentrasi pada pencegahan korupsi atau melebur KPK dengan Ombudsman.
Dalam Konsep Rancangan Teknokratik Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029 yang disusun Bappenas, pada bagian Tranformasi Tata Kelola, salah satu intervensi yang ditawarkan adalah penguatan sistem antikorupsi dengan prioritas pembudayaan antikorupsi, pencegahan korupsi, dan penguatan integritas partai politik. Untuk mewujudkannya, diusulkan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Partai Politik, dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Presiden Joko Widodo menerima para pimpinan Ombudsman Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 12 April 2022. BPMI Setpres/Kris
Peniliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan pemerintahan Jokowi sudah lama hendak melemahkan KPK. Kurnia melihat motor desain pelemahan KPK selama ini adalah Jokowi. Ia mencontohkan berbagai pernyataan Jokowi yang ingin agar KPK berfokus pada pencegahan korupsi serta upaya menggembosi komisi antirasuah lewat revisi kedua UU KPK yang mencabut independensi KPK dengan menempatkannya berada di bawah rumpun eksekutif. "Desain besar itu sudah sangat rapi disusun oleh pemerintah dan DPR sejak 2019, mulai dari revisi UU KPK,” katanya.
Pemerintahan Jokowi, kata Kurnia, juga seolah-olah mengesampingkan keberadaan KPK. Beberapa waktu terakhir, anggota kabinet Jokowi memilih melaporkan berbagai perkara dugaan korupsi ke Kejaksaan Agung dibanding ke KPK. Ia mencontohkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang melaporkan dugaan korupsi di lembaganya ke Kejaksaan Agung. “Memang tidak salah, tapi leading sector pemberantasan korupsi adalah KPK. Kenapa tidak melaporkan ke sana?” ujarnya.
Maka Kurnia tak kaget ketika muncul wacana peleburan KPK-Ombudsman yang bisa menghilangkan kewenangan penindakan KPK.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, serta Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Ade Irfan Pulungan, belum merespons permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Adapun Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP, Billy Esratian, meminta Tempo menghubungi Tenaga Ahli Utama KSP, Rumadi Ahmad. Tapi Rumadi tak bersedia berkomentar. “Saya tak mengetahui hal itu,” katanya
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Bogat Widyatmoko, membantah rencana peleburan KPK-Ombudsman. “Maaf, tidak benar,” ucapnya, Kamis kemarin.
Ia menjelaskan, dalam Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 yang dibuat Bappenas, sistem antikorupsi menjadi salah satu prioritas utama pembangunan Indonesia. Sistem antikorupsi itu terangkum dalam agenda transformasi tata kelola serta supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Rusman Paraqbueq berkontribusi dalam penulisan artikel ini