Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah berencana membatasi akses bermedia sosial untuk usia tertentu.
Regulasi itu sebagai upaya menyediakan perlindungan anak di dunia digital.
Indonesia meniru negara lain dalam pembatasan media sosial dan penggunaan Internet bagi anak-anak.
KEMENTERIAN Komunikasi dan Digital terus mematangkan regulasi pembatasan medsos (media sosial) untuk anak. Rencana pembatasan ini merupakan bagian dari langkah pemerintah menyediakan perlindungan anak di dunia digital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Senin, 3 Februari 2025, Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital yang dibentuk pemerintah menggelar rapat perdana secara daring. Sejumlah pakar hingga pegiat perlindungan anak diundang untuk dimintai masukan mengenai masalah anak di ruang siber.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Organisasi pegiat perlindungan anak yang diundang, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), menyebut rapat itu merupakan langkah awal untuk memetakan masalah perlindungan anak dari berbagai pihak. “Kami mengapresiasi langkah pemerintah melibatkan semua pemangku kepentingan dalam menyusun regulasi ini,” kata Ketua LPAI Seto Mulyadi yang akrab dipanggil Kak Seto kepada Tempo pada Senin, 3 Februari 2025.
Selain oleh LPAI, pertemuan itu dihadiri perwakilan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta utusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pemerintah juga mengajak organisasi internasional yang berfokus pada pemenuhan hak anak, seperti Save the Children.
Pertemuan awal ini ditujukan untuk unjuk pendapat atau brainstorming para pemangku kepentingan. Progres pembahasan lebih jauh akan dibahas dalam pertemuan tatap muka dengan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid pada pekan ini. “Kami melihat peluang pembatasan usia dalam penggunaan Internet, terutama media sosial, sebagai langkah penting untuk melindungi anak dari risiko digital,” ujar Manajer Advokasi Save the Children Indonesia Andri Yoga Utami, Senin, 3 Februari 2025.
Selain Kementerian Komunikasi dan Digital, Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital dibantu oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Mereka rencananya merampungkan regulasi ini dalam satu hingga dua bulan ke depan.
Rencana untuk meregulasi waktu penggunaan Internet bagi anak merupakan salah satu upaya pemerintah memperkuat aturan perlindungan anak di dunia digital. Mereka merespons temuan National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) yang menempatkan Indonesia sebagai negara keempat di dunia dan kedua di Asia Tenggara dengan persebaran konten kasus pornografi anak terbanyak.
Meutya mengatakan, selama empat tahun, jumlah kasus pornografi anak di Indonesia mencapai 5.566.015. “Ini belum menyinggung judi online yang juga menyasar anak-anak, perundungan, kekerasan seksual terhadap anak, juga aspek-aspek negatif lain,” ucapnya pada Ahad, 2 Februari 2025.
Belajar jarak jauh dengan fasilitas internet gratis di Kecamatan Koja, Jakarta. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik pada 2022, jumlah pengguna gadget untuk anak usia dini di Indonesia mencapai 33,44 persen, dengan rincian 25,5 persen pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76 persen anak berusia 5-6 tahun.
Sigi Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia terhadap 8.700 responden pada tahun lalu juga menemukan 48 persen anak di bawah usia 12 tahun memiliki akses Internet, dengan sebagian di antaranya menggunakan platform Facebook, Instagram, dan TikTok.
Penelitian Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada 2023 mengungkapkan 89 persen anak di Indonesia menggunakan Internet setiap hari dengan durasi 5 jam 24 menit. Sebanyak 13,4 persen anak di antaranya memiliki akun yang dirahasiakan dari orang tua.
Data yang dikumpulkan dari wawancara 510 anak itu menunjukkan 42 persen anak merasa tidak nyaman atau takut terhadap pengalaman daring mereka. Sebanyak 48 persen pernah dirundung anak lain. Kemudian 50,3 persen anak pernah melihat konten bermuatan seksual dan 2 persen anak pernah diperlakukan atau diancam untuk melakukan kegiatan seksual.
Pembatasan usia khusus bagi anak-anak dalam penggunaan medsos sudah diberlakukan di beberapa negara. Australia mengesahkan undang-undang pembatasan media sosial pada akhir November 2024.
Regulasi itu melarang anak berusia di bawah 16 tahun menggunakan platform medsos, seperti TikTok, Snapchat, Instagram, X, dan Reddit. Larangan tersebut akan berlaku satu tahun setelah undang-undang itu disahkan oleh parlemen Australia. Perusahaan teknologi terancam didenda hingga A$ 50 juta (sekitar Rp 504 juta) jika mereka tidak mematuhinya.
Prancis dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat juga telah mengesahkan undang-undang untuk membatasi akses Internet bagi anak di bawah umur. Sejak 2023, Prancis mewajibkan anak berusia di bawah 15 tahun mengantongi izin orang tua sebelum mendaftar di media sosial.
Otoritas Prancis meminta platform media sosial menerapkan sistem verifikasi untuk memastikan izin itu benar-benar diperoleh. Pemicu kebijakan ini adalah data L'Association e-Enfance yang menunjukkan 82 persen anak di bawah umur terpapar konten berbahaya secara daring, seperti penjualan narkotik, senjata, serta gambar dan video tak pantas.
Ide Lama Pembatasan Media Sosial
Rencana pembatasan usia pengguna media sosial di Indonesia sebenarnya bukan barang baru. Pada 2020, Kementerian Komunikasi dan Digital—saat itu masih bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika—mengusulkan batasan usia pengguna 17 tahun untuk dapat membuat akun media sosial. Namun pasal itu hilang dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi yang disahkan pada 20 September 2022.
Rencana ini kembali hidup setelah Menteri Meutya Hafid mengungkap rencana pembuatan rancangan peraturan pemerintah soal tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik pada 2 Desember 2024.
Rencana ini makin dimatangkan setelah Meutya bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka pada Senin, 13 Januari 2025. Mereka membahas strategi pemerintah dalam melindungi anak di ruang digital, termasuk membuat aturan perlindungan anak di Internet.
Setelah rapat bersama Prabowo di Istana, Meutya mengatakan pemerintah ingin mengeluarkan peraturan pemerintah lebih dulu. Kemudian Kementerian Komunikasi dan Digital akan mengkaji upaya perlindungan anak di ranah digital itu untuk dimasukkan ke undang-undang.
Aktivitas bermain games di Bekasi, Jawa Barat, 24 Oktober 2024. Shutterstock
Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak akan berfokus pada tiga hal, yakni penguatan regulasi, literasi digital, dan keberlanjutan upaya penegakan hukum. Meutya menegaskan penerapan pengaturan dan pembatasan akses digital untuk anak-anak usia dini nantinya berjalan paralel dengan literasi digital. “Ini bukan memilih antara literasi digital dan pembatasan, melainkan jalan sama-sama,” tutur Meutya pada Ahad, 2 Februari 2025.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar Atip Latipulhayat mengatakan pembatasan terhadap media sosial berdasarkan usia merupakan pendekatan yang paling rasional. Dalam konteks ini, ada usia tertentu yang sama sekali dilarang, misalnya 1-6 tahun.
Namun, dia menilai, ada usia yang perlu pengawasan orang tua, contohnya 7-10 tahun. Kemudian, dalam usia tertentu, perlu pengaturan berupa batasan-batasan. "Pengaturan seperti ini tentunya harus melibatkan teknologi, mengingat obyek pengaturannya adalah aktivitas yang berbasis teknologi," kata Atip melalui pesan pendek kepada Tempo, Senin, 3 Februari 2025.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan mengatakan regulasi yang ideal tidak hanya membatasi akses, tapi juga menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan edukatif bagi anak. Ia menyebutkan pemerintah perlu berkolaborasi dengan penyedia layanan Internet (Internet service provider/ISP), platform digital/game developer, dan sekolah, serta mengajak peran aktif orang tua.
“Pendekatan yang menyeluruh, dari regulasi yang jelas, mekanisme verifikasi usia yang efektif, hingga literasi digital yang terintegrasi, akan memastikan perlindungan maksimal tanpa menghambat potensi Internet bagi perkembangan anak," ujar Veronica lewat jawaban tertulis kepada Tempo, Senin, 3 Februari 2025.
Rencana pembatasan usia dalam penggunaan Internet, terutama media sosial, didukung penuh oleh Save the Children. Langkah ini dinilai penting untuk melindungi anak dari risiko di dunia digital. Andri Yoga Utami mendorong regulasi itu juga mencakup pengawasan platform digital agar benar-benar menerapkan verifikasi usia yang ketat. Jika melanggar, mereka harus diberi sanksi.
Meski begitu, Andri mengingatkan pembatasan medsos tidak berarti menghalangi hak anak untuk memperoleh informasi. Pemenuhan hak atas informasi harus sejalan dengan hak perlindungan anak. “Ketika kedua hak ini berbenturan, solusi terbaik adalah harus selalu mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak,” ucapnya. ●
Defara Dhanya berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo