Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Jeeno Alfred Dogomo memperkirakan ada ratusan orang di tiga distrik wilayah Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah mengungsi ke hutan pascakonflik bersenjata di daerah itu pada Rabu, 14 Mei 2025 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Konflik Bersenjata TNI dan OPM Papua Memanas Lagi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka khawatir menjadi sasaran tembak dari konflik bersenjata antara Satgas Gabungan TNI Koops Habema dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
“Situasi mencekam. Ratusan warga Papua Tengah di tiga distrik mengungsi ke hutan,” kata dia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 18 Mei 2025.
Jeeno belum berkenan menyampaikan rinci tiga distrik itu. Dia hanya mengatakan satu dari tiga warga yang mengungsi berasal dari Distrik Sugapa. Jeeno mengaku mendapatkan informasi itu dari sejumlah mahasiswa asal Intan Jaya yang sedang menempuh pendidikan tinggi di Jakarta.
Mahasiswa itu juga merupakan anggota AMP. “Informasi itu juga disebar di WhatsApp grup. Puluhan sampai ratusan orang tampak melakukan evakuasi,” kata dia.
Sejumlah mahasiswa itu, kata Jeeno, menceritakan pemuka agama yang memimpin konsolidasi untuk mengajak warga distrik mengungsi ke hutan. Warga setuju karena khawatir menjadi sasaran tembak akibat konflik bersenjata.
Namun, Jeeno belum mengetahui angka pasti yang melakukan evakuasi. “Belum dihitung tapi yang pasti ratusan. Karena belum dihitung yang jauh dari distrik,” kata dia.
Jeeno mengatakan bakal memastikan kebenaran informasi itu dengan mengumpulkan sejumlah mahasiswa asal Intan Jaya yang berada di Jakarta. Jeeno berencana mengumpulkan mereka esok atau lusa.
Juru bicara Front Nasional Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta Ginting, mengatakan banyak orang Papua yang berambut gimbal, menggunakan sendal, dan celana pendek. Masalahnya, ciri-ciri itu akan dianggap militer Indonesia sebagai anggota TPNPB-OPM. “Padahal ciri-ciri itu khas warga Papua Pegunungan,” kata dia di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 18 Mei 2025.
Menurut Surya, militer Indonesia tidak bisa membedakan antara pasukan TPNPB-OPM dan warga sipil. Keadaan itu yang membuat warga sipil memutuskan lebih baik mengungsi.
Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elisabeth, mengatakan setiap ada konflik warga sipil akan menjadi korban. Mereka terusir dari kampung halaman untuk menyelamatkan diri.
“Setiap ada konflik masyarakat menjadi korban terutama perempuan dan anak,” kata dia di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 18 Mei 2025.
Dia pun meminta pemerintah seharusnya menjelaskan kepada warga Papua setiap kebijakan yang dibuat. Pemerintah harus melibatkan warga Papua. “Hampir tidak ada komunikasi politik yang jelas. Padahal warga Papua jadi korban,” kata dia.
Menurut dia, warga Papua akan mengerti bila diperi penjelasan. Warga Papua, kata dia, tidak anti terhadap pendatang. Mereka hanya ingin diberi penjelasan, alasan konflik muncul. “Itu layak ditanyakan karena tidak ada penjelasan langsung,” kata dia.
Tempo sudah mencoba bertanya mengenai situasi di Intan Jaya kepada kepada Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dan Kepala Pusat Penerangan Markas besar TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi dan Menteri HAM Natalius Pigai mengenai hal ini. Namun, keduanya belum merespons.
Sebelumnya, Satgas Habema terlibat baku tembak dengan milisi TPNPB di Distrik Sugapa pada Rabu, 14 Mei 2025 dini hari. Pada peristiwa itu, 18 milisi TPNPB pimpinan Undius Kogoya dinyatakan tewas.
Namun, Sebby Sambom membantah pernyataan TNI. Dia mengatakan pernyataan tewasnya 18 milisi adalah informasi keliru. Sebab, jumlah korban tewas dari milisi adalah 3 orang, dan 2 di antaranya menjadi korban luka.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel Candra Kurniawan mengatakan, pernyataan OPM yang menuding TNI menembak warga sipil merupakan propaganda yang acapkali dilakukan.
Menurut dia, dengan menyebarkan tudingan TNI menembak warga sipil, OPM berupaya mendiskreditkan keberadaan TNI dan mencari simpati publik guna menutupi tindakan keji mereka.
"Keberadaan TNI adalah untuk menjaga keamanan masyarakat, sehingga tidak mungkin kalau kemudian prajurit melakukan tindakan seperti itu kepada masyarakat," ujar Candra.
Andi Adam Fathurrahman berkonstribusi dalam tulisan ini
Pilihan editor: Jokowi Masuk Bursa Calon Ketua Umum PSI, Bahlil: Golkar Tidak Ada Bosnya