Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Perundingan Kemerdekaan di Linggarjati 75 Tahun Lalu: Siapa Ambil Untung?

Perundingan Indonesia dan Belanda digelar hari ini 75 tahun silam di Linggarjati, Jawa Barat ini menghasilkan persetujuan status Kemerdekaan RI.

11 November 2021 | 22.34 WIB

Gedung Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat (disparbud.jabarprov.go.id)
Perbesar
Gedung Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat (disparbud.jabarprov.go.id)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Pada tahun 1946, tepatnya November tanggal 11, setahun lewat setelah Proklamasi Kemerdekaan, berlangsung perundingan di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat atau yang dikenal dengan Perundingan Linggarjati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Perjanjian Linggajati yaitu suatu perundingan Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan tentang status kemerdekaan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari laman p2k.itu.ac. id, mengungkapkan hasil dari perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara berlaku kedua negara pada 25 Maret 1947.

Hal tersebut bermula pada saat masuknya AFNEI yang diboncengi oleh NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia, sehingga mengakibatkan terjadinya konflik selang Indonesia dengan Belanda, seperti misalnya Peristiwa 10 November.

Kemudian, setelah Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan selang Indonesia dengan Belanda.

Pada tanggal 7 Oktober 1946 yang bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata yang terjadi pada tanggal 14 oktober dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946 tersebut.

Selanjutnya: Di dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir....

Di dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh tim yang dinamakan Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris yang berperan sebagai mediator dalam perundingan ini.

Lalu, dari perundingan tersebut, dapatlah hasil sebanyak 17 pasal yaitu yang berisi :

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
2. Belanda mesti meninggalkan wilayah RI sangat lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia mesti tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

Meskipun dalam perundingan tersebut memiliki hasil yang busa kuta lihat diatas. Namun terdapat juga pro dan juga kontra dari hal tersebut. Salah satunya yaitu, beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.

Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu yaitu bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana benar tujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat supaya pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan Linggarjati, setahun setelah Proklamasi Kemerdekaan.

ASMA AMIRAH
Baca: Partai Masyumi: Lahir 76 Tahun Lalu, Selang Setahun Jadi Kekuatan Politik Besar 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus