Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pekerja migran Indonesia di Hong Kong mengaku keberatan dengan kebijakan baru pemerintah Hong Kong bagi pekerja rumah tangga migran. Kebijakan tersebut antara lain mewajibkan PRT migran mengikuti tes Covid-19 sebelum 9 Mei 2021, dan mengenakan denda bagi yang tidak melakukannya. Pemerintah Hong Kong juga mengancam tidak akan mengesahkan visa kerja mereka jika menolak vaksin Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menilai kebijakan tersebut diskriminatif dan merendahkan PRT migran, karena hanya khusus diberlakukan untuk PRT migran, bukan diberlakukan bagi semua penduduk di Hong Kong," kata Ketua Kabar BUMI Iwenk Karsiwen dalam keterangannya, Jumat, 7 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iwenk mengatakan, kebijakan tersebut dikeluarkan setelah ada satu kasus PRT migran asal Filipina dinyatakan positif virus varian baru Covid-19 mutasi N501Y, dan dikhawatirkan akan menular ke sesama PRT migran lainnya, sehingga dapat membahayakan keselamatan majikan. "Hal ini seolah-olah menyudutkan PRT migran sebagai pembawa virus Covid-19 di Hong Kong," katanya.
Iwenk menuturkan, PRT migran tidak keberatan untuk tes Covid-19 dan vaksinasi. Namun, ketika virus corona menular ke orang-orang di berbagai tempat, seperti pusat kebugaran, restoran dan tempat publik lainnya, pemerintah Hong Kong tidak mewajibkan semua orang yang berada di sana untuk melakukan tes Covid-19 dan vaksin.
"Namun setiap kali ada PRT migran terinfeksi virus Covid-19, maka sebanyak 370 ribu orang PRT migran disalahkan dan dikambinghitamkan sebagai penyebab penularan," kata dia.
Iwenk juga menyayangkan sifat pasif "diam" KJRI Hong Kong ketika ada peraturan yang dikeluarkan pemerintah setempat terhadap WNI yang bekerja sebagai PRT terancam keamanan dan keselamatannya, serta didiskriminasi.
Menurut Iwenk, meski pemerintah Hong Kong menunda peraturan tersebut untuk dikaji ulang, belum terlihat upaya konkrit dan terbuka dari KJRI Hong Kong untuk melakukan diplomasi dan meyakinkan keselamatan serta perlindungan hak warga negaranya.
Untuk itu, kata Iwenk, Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) di Hong Kong dan Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar BUMI) menuntut pemerintah Hong Kong dan Indonesia untuk melakukan diplomasi tingkat tinggi sebagai upaya menghentikan segala bentuk diskriminasi, dan memperbaiki kondisi kerja PRT migran.
Iwenk mengusulkan, dalam diplomasi agar mencabut aturan wajib tes Covid-19 dan vaksin hanya kepada PRT migran. Menghentikan diplomasi secara halus ke PRT migran yang mengalami pemutusan kerja, dan memberikan izin untuk dapat bekerja tanpa harus keluar dari Hong Kong.
Iwenk juga mengusulkan agar menghentikan singling out ke PRT migran di dalam pernyataan resmi pemerintah Hong Kong. Kemudian memberikan bantuan keuangan, masker, dan sanitizer. Menetapkan standar jam kerja dan istirahat, standar akomodasi layak dan makanan bernutrisi.
Selanjutnya, mencabut biaya-biaya yang tidak perlu dari komponen biaya penempatan dan menjamin hak pekerja migran untuk menuntut ganti rugi dengan mudah, transparan, dan adil. "Cabut aturan yang memaksa PRT masuk ke PPTKIS, dan berlakukan kontrak mandiri bagi seluruh PRT migran," ujar Iwenk.
FRISKI RIANA
Baca: Kata Menkes Budi Gunadi Soal Antisipasi Penyebaran Mutasi Virus Covid-19