Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Putri Pertiwi, Down Syndrome Pameran Tunggal Seni Sketsa

Putri Pertiwi membuktikan down syndrome tidak menghentikan langkahnya untuk berkarya.

12 April 2019 | 10.40 WIB

Putri Pertiwi pengidap down syndrome memamerkan karya seni sketsa buatannya bertajuk Titik Balik di Bentara Budaya Yogyakarta, 5 Januari 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Perbesar
Putri Pertiwi pengidap down syndrome memamerkan karya seni sketsa buatannya bertajuk Titik Balik di Bentara Budaya Yogyakarta, 5 Januari 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pengidap down syndrome, Putri Pertiwi menunjukkan 90 karya sketsanya dalam pameran tunggal bertajuk 'Titik Balik' di Bentara Budaya Yogyakarta pada Januari 2019. Perempuan 27 tahun itu melukis sejumlah tokoh kartun dari komik kakaknya, juga sketsa dari foto pernikahan orang tua dan kakaknya. Putri Pertiwi membuat karya seni sketsa sebanyak itu selama dua tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ibunda Putri Pertiwi, Titi Broto mengatakan tak mudah bagi Putri Pertiwi membuat sketsa sebanyak itu. Down syndrome membuat pergerakan saraf motorik terbatas, padahal itu yang menjadi modal melukis. "Namun melalui melukis pula, Putri Pertiwi menjalani terapi untuk melatih gerak motoriknya yang lemah," kata Titi Broto.

Sejak duduk di taman kanak-kanak, Putri Pertiwi sering mengikuti lomba mewarnai. Orang tua pun mendorong kemampuannya itu dengan cara membelikan buku dan peralatan mewarnai.

Hanya saja, kegiatan mewarnai sempat mandek karena ayah Putri meninggal dunia. Sejak itu, Putri tak mau lagi mewarnai dan dia menggambar sketsa. "Di seni sketsa, ekspresinya malah keluar,” kata Titi Broto.

Putri Pertiwi pengidap down syndrome memamerkan karya seni sketsa buatannya bertajuk Titik Balik di Bentara Budaya Yogyakarta, 5 Januari 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Untuk menajamkan proses pembuatan sketsa, Titi kemudian memanggil Lia Nurjanti, guru seni lulusan Seni Grafis di ISI Yogyakarta. Lia mengatakan baru kali ini memberikan pelajaran melukis kepada anak berkebutuhan khusus.

Lia mengatakan, orang lain mungkin akan menganggap cara Putri Pertiwi membuat sketsa begitu rumit. Padahal semua itu ada maksudnya. Proses menggambar sketsa yang diajarkan Lia kepada Putri dimulai dengan memindahkan gambar dari sumber obyek, semisal buku bergambar komik ke selembar kertas dengan krayon hitam.

Putri Pertiwi sendiri yang memilih krayon, bukan pensil warna atau alat lain, karena sudah terbiasa menggunakannya. Dari kertas putih yang sudah tergores dengan krayon hitam itu, Putri kemudian memindahkan lagi ke kanvas dalam bentuk sketsa dengan menggunakan akrilik. Proses menggambar melalui tiga tahapan. "Tapi itu semua bukan tanpa tujuan bagi Putri," kata Lia.

Lia yang juga memiliki anak berkebutuhan khusus, menjelaskan proses ini akan melatih memori Putri dalam menangkap objek tertentu. Teknik menggambar seperti ini juga melatih Putri membuat garis, titik, dan mencampur warna, sekaligus melatih gerak motoriknya. "Sehingga semakin lama karya sketsanya kian halus," ucap Lia.

Metode semacam ini terbukti efektif karena dulu Putri Pertiwi membuat titik-titik dengan bentuk yang tidak beraturan dan ukurannya besar, kini bisa disesuaikan dengan kebutuhan gambar. Kemampuan Putri Pertiwi dalam mengingat objek dengan lebih detil juga meningkat. Misalnya, Putri mampu menggambarkan pernak-pernik pada tokoh tertentu tanpa melihat lagi gambar awalnya.

Latihan memori ini juga terwujud ketika Putri Pertiwi berusaha menggambarkan suasana menjelang pemakaman ayahnya yang terjadi setahun lalu. “Dia ingat dan bisa menggambarkan siapa saja yang hadir di sekitar jenazah ayahnya,” kata Lia. Untuk menyelesaikan satu sketsa yang dipamerkan, menurut Lia, Putri membutuhkan waktu 4 sampai 5 kali pertemuan.

Lewat pameran tunggal karya Putri Pertiwi ini, Titi Broto dan Lia Nurjanti sekaligus mengajak kelompok anak-anak down syndrome lainnya untuk menggambar. Nantinya mereka juga bisa turut mengadakan pameran bersama dan berbagi informasi tentang tumbuh kembang anak down syndrome.

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus