Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sektor Pendidikan Dipegang Tiga Kementerian, BRIN Ingatkan Risiko Tumpang Tindih Kebijakan dan Birokrasi Tebal

Pembagian Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian dinilai logis, namun ada tantangannya bila tidak dikelola dengan baik.

22 Oktober 2024 | 18.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Sosiologi Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Anggi Afriansyah, mengatakan tiga kementerian baru yang bergerak di bidang pendidikan harus segera berkomunikasi untuk mencegah tumpang tindih kebijakan. Tiga lembaga yang dimaksud, antara lain Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), serta Kementerian Kebudayaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pembagian tanggung jawab dan peran, sejak awal harus dilakukan, agar tidak menghambat efektivitas kebijakan,” ujarnya ketika dihubungi Tempo, Selasa, 21 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggi yang bertugas di Pusat Riset Kependudukan BRIN menyebut pemecahan fungsi lembaga yang sebelumnya bernama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) itu masih logis, mengingat cakupan isunya sangat luas. Namun, perubahan di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ini membutuhkan transisi.

“Secara praktis tentu sangat menantang,” tutur dia. “Setiap kementerian tidak bisa langsung bekerja karena secara internal harus membagi peran dan tugas.”

Bila tidak dikelola dengan baik, Anggi meneruskan, pemisahan lembaga berpotensi menebalkan birokrasi yang sudah ada. Kebutuhan sumber daya dan waktu untuk transisi juga bisa bertambah. Ada juga tantangan soal pengejaran target yang sudah dibuat oleh pemerintahan baru.

PR Pemerintah di Sektor Pendidikan

Ketiga kementerian pecahan Kemendikbudristek masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Kemendikdasmen, Anggi mencontohkan, harus menyelesaikan masalah perundungan siswa, tata kelola zonasi, pengangkatan guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), janji soal standar minimum gaji guru, dan isu lainnya. Kementerian Kebudayaan juga menghadapi tantangan dalam hal pengenalan dan pengembangan potensi budaya lokal.

“Untuk pendidikan tinggi, ada isu komersialisasi pendidikan, mahalnya uang kuliah tungga (UKT), serta keterserapan (lulusan baru) di dunia kerja,” ujar Anggi.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti berencana menampung dahulu segala masukan dan aspirasi menyangkut penyelenggaraan pendidikan, baik dari pemerintah daerah. pengguna jasa layanan pendidikan, para ahli, bahkan jurnalis. Beberapa isu yang sedang disoroti, mulai dari peniadaan ujian nasional, pendaftaran peserta didik baru (PPDB) zonasi, serta isi Kurikulum Merdeka Belajar warisan pemerintahan sebelumnya.

“Nanti kita lihat semuanya dengan sangat seksama,” kata Mu’ti, seperti dikutip dari Antara.

Adapun Mendiktisaintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro, sementara ini berencana melanjutkan kebijakan yang telah digariskan oleh rezim sebelumnya. “Sementara tidak ada stagnasi proses. Jalan terus supaya kontinuitas terjamin,” katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus