Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Tak mudah membuka memori Jumanti binti Nur Hadi alias Qibtiyah Jumanah. Usianya kini 74 tahun. Selama 28 tahun, nenek yang menjadi tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi ini kehilangan komunikasi dengan keluarganya di Indonesia. “Bojoku Hamim, anakku ono sik dadi ABRI,” katanya kepada Tempo dengan suara perlahan.
Jumanti pergi ke Arab Saudi sebelum reformasi bergulir. Nenek yang kini mulai pikun itu tak bisa langsung pulang ke Tanah Air begitu ditemukan KBRI Riyadh, Arab Saudi, karena harus menunggu exit permit. Jumanti terbang ke Indonesia dari Arab Saudi menggunakan dokumen surat perjalanan laksana paspor karena tak pernah memperpanjang paspornya sejak mulai bekerja pada 1990.
Jumanti tak begitu fasih berbahasa Indonesia. Ia justru fasih berbahasa Arab dan bahasa tradisional logat Jawa Timur-an. Nenek tiga anak ini bercerita sekilas saja mengenai statusnya di Arab Saudi. Ia pergi ke sana sebagai tenaga kerja Indonesia, meninggalkan suami dan tiga anaknya, satu di antaranya seorang tentara.
Tak banyak cerita dari Jumanti mengenai bagaimana ia bekerja dan seberapa sering dia berbagi informasi dengan keluarganya. Namun wajahnya berbinar-binar setiap kali ia teringat masa lalunya, seperti ketika seorang petugas Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia melantunkan tembang Tanduk Mejeng.
"Olè... olang, paraonah alajârâh, Olè...olang, alajereh ka Mâdurâ, Olè... olang, perahunya berlayar."
Mbah Jumanti sontak tersenyum tersipu pada lirik yang diperdengarkan itu. Roman mukanya terlihat berbinar. Sesekali tangannya menutup dengan ujung kain kerudung ke arah wajahnya.
Memori lagu itu seolah membuat Mbah Jumanti bahagia. Meski ia tak mau berbagi cerita di balik lagu daerah Madura tersebut, lagu yang kurang lebih menceritakan kerasnya kehidupan masyarakat nelayan. Mereka harus menghadapi bahaya, mempertaruhkan nyawa saat mengarungi lautan.
Saat Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, melafalkan salawat Nabi, Mbah Jumanti menirukan. "Itu salawat yang Mbah waktu muda suka lantunkan,” kata Agus, yang rela berjongkok di samping kursi roda di samping Mbah Jumanti. “Memorinya mulai terbuka tentang masa silam, ya.”
Agus menceritakan, sebelum pulang ke Indonesia, Jumanti menyempatkan diri melaksanakan ibadah umrah selama tiga hari dan mengadakan acara pamitan kecil-kecilan dengan sesama TKI di penampungan KBRI Riyadh, Arab Saudi. "Nenek kelihatan capek lahir-batin. Beliau senang kembali ke Indonesia, tapi enggak meluap-luap," kata Agus.
Mbah Jumanti, Senin siang, 14 Mei 2018, tiba di Tanah Air setelah melalui perjalanan cukup melelahkan. Jumanti yang mengenakan kerudung abu-abu dan dibalut baju kurung hitam terlihat lelah. Namun wajah nenek empat cucu itu tetap tampak ayu dan selalu tersenyum saat diajak bicara.
Perempuan sepuh asal Bondowoso, Jawa Timur, ini mengaku senang akan bertemu dengan keluarga. “Seneng arep ketemu anak,” ucapnya sambil tersenyum.
Kementerian Luar Negeri menyerahkan Jumanti kepada Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI pada Selasa, 15 Mei 2018. Ia akan kembali ke Bondowoso. Ia sempat bermalam di hotel kawasan Bandara Soekarno-Hatta. Rencananya, keluarganya akan menunggunya di Jember.
AYU CIPTA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini