Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Struktur Pasukan dan Komando G30S di Bawah Pimpinan Letkol Untung

Struktur pasukan dan rantai komando G30S konon katanya dibentuk secara instan. Banyak yang meleset di lapangan.

30 September 2021 | 17.49 WIB

Warga nonton bareng (nobar) pemutaran film pengkhianatan G30S/PKI di Lapangan Hiraq Lhokseumawe, Aceh (23/9) malam. Nobar pengkhianatan G30S/PKI yang diperintahkan Panglima TNI kepada jajaran TNI diseluruh daerah di Indonesia itu bertujuan mengingatkan kembali sejarah peristiwa pemberontakan PKI terhadap NKRI pada 30 September 1965, sekaligus kemanunggalan TNI dengan rakyat meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten komunisme serta menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air. ANTARA FOTO
Perbesar
Warga nonton bareng (nobar) pemutaran film pengkhianatan G30S/PKI di Lapangan Hiraq Lhokseumawe, Aceh (23/9) malam. Nobar pengkhianatan G30S/PKI yang diperintahkan Panglima TNI kepada jajaran TNI diseluruh daerah di Indonesia itu bertujuan mengingatkan kembali sejarah peristiwa pemberontakan PKI terhadap NKRI pada 30 September 1965, sekaligus kemanunggalan TNI dengan rakyat meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten komunisme serta menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam aksi penculikan jenderal-jenderal yang diduga sebagai Dewan Jenderal tersebut, pasukan G30S dibagi dalam tiga kelompok, yakni Pasopati, Bimasakti dan Pringgodani yang dipimpin perwira dari Cakrabirawa, Letkol Untung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam tragedi berdarah tersebut, pasokan Pasopati yang terdiri dari 250 anggota Cakrabirawa ini berhasil menculik dan membunuh langsung tujuh Jenderal AD. Dalam rencana, ada 8 Jenderal yang akan diculik, namun Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro, yang juga menjadi target penculikan lolos karena tengah bepergian ke China.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota resimen Cakrabirawa Sersan Mayor Boengkoes, yang menjadi salah satu pelaku penculikan, mengungkapkan, sebelum penculikan terjadi ada arahan di kawasan Halim Perdanakusuma pada 30 September 1960 pukul 15.00 WIB. Dalam arahan tersebut, disebutkan ada sekelompok jenderal yang dinamakan Dewan Jenderal yang hendak melakukan kudeta terhadap Soekarno.

Kemudian pasukan tersebut dikumpulkan pada dini hari oleh Komandan Resimen Cakrabirawa, Letnan Satu Doel Arif. Setelah dikumpulkan, pasukan dibagi menjadi tujuh dan ditugaskan menculik ketujuh Dewan Jenderal.

Boengkoes masuk dalam tim yang bertugas menculik Jenderal MT Harjono, hidup atau mati. Pada dini hari, 1 Oktober 1965, rombongan yang diembankan tugas tersebut kemudian menyebar untuk melakukan penculikan Dewan Jenderal.

Dalam aksi tersebut, tiga dari tujuh jenderal telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, padahal rencananya mereka hanya melakukan penangkapan, niat mereka adalah untuk membawa para jenderal menghadap kepada Presiden Soekarno di Istana.

Tiga jenderal yang dibunuh di kediamannya tersebut yakni Ahmad Yani, M.T. Haryono dan D.I. Panjaitan. Ketiga target lainnya yakni Soeprapto, S. Parman dan Sutoyo berhasil ditangkap hidup-hidup. Sementara target utama penculikan tersebut, yaitu Jenderal Abdul Harris Nasution berhasil lolos meski sempat tertembak di bagian kakinya.

Namun AH Nasution harus kehilangan putrinya Ade Irma Suryani Nasution, dan ajudannya Lettu CZI Pierre Andreas Tendean yang dikira Nasution juga diculik. Selain putri AH Nasution, seorang polisi penjaga rumah tetangga Nasution juga turut menjadi korban dan tewas ditembak oleh satuan dibawah operasi G30S.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus