Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengklaim keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah membatalkan hasil Pilkada tidak bisa menjadi preseden untuk diterapkan kepada Pilpres. Hal tersebut dia sampaikan saat mengomentari permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU dari calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusril berujar pemungutan suara ulang tidak pernah terjadi selama sejarah Pilpres di Indonesia. Hal tersebut hanya pernah diputus dalam pelaksanaan Pilkada. “Dan kami menolak anggapan bahwa MK menyamakan Pilkada dengan pemilihan presiden,” kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu usai sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Rabu, 27 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun pembatalan hasil Pilkada pernah terjadi beberapa kali di Indonesia. Namun, menurut Yusril, yang terjadi dalam pembatalan tersebut adalah MK mengatakan Pilkada tidak berada di bawah rezim Pemilu. “MK hanya mengadili perkara itu hanya sementara hingga nanti DPR membentuk UU yang membentuk pengadilan, yang akan menangani perkara Pilkada,” ucapnya.
Yusril menyampaikan bahwa tidak ada aturan yang mengatakan pemilihan ulang presiden secara menyeluruh bisa dilaksanakan.“Sudah berapa kali MK memeriksa dan memutus perkara PHPU, belum pernah sekali pun MK membatalkan seluruhnya dan melakukan Pilpres untuk kedua kalinya,” ucap dia.
Yusril mengatakan Tim Pembela Prabowo-Gibran akan memberi bantahan terhadap Ganjar-Mahfud dalam sidang lanjutan pada Kamis, 28 Maret 2024. “Pada prinsipnya kami mengatakan bahwa narasi yang dikemukakan lebih banyak merupakan satu pandangan, satu pendapat mengutip banyak pandangan-pandangan ahli dari buku,” ujar Yusril.
Sebelumnya, Mahfud Md mengungkapkan MK pernah membatalkan hasil Pemilu yang dinyatakan curang. Hal tersebut, kata Mahfud, membuktikan bahwa hal gugatan pihak yang kalah dalam Pemilu bisa dimenangkan di MK.
“MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh. Sehingga, yang menang dinyatakan diskualifikasi dan yang kalah naik," kata Mahfud di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta Pusat pada Sabtu, 17 Februari 2024. Putusan itu, kata Mahfud, dikeluarkan saat dirinya menjadi Ketua MK.
Mahfud juga mengungkapkan sejumlah putusan MK yang membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemilu ulang. Contohnya, kata dia, Pilkada Jawa Timur tahun 2008, di mana hasil Pilkada yang semula menyatakan Khofifah Indar Parawansa kalah kemudian dibatalkan dan MK memerintahkan Pemilu ulang.
"Kemudian, ada hasil Pilkada Bengkulu Selatan, yang menang didiskulifikasi, yang bawahnya langsung naik. Hasil Pilkada Kota Waringin Barat sama dengan Bengkulu Selatan; dan banyak lagi kasus di mana ada pemilihan ulang, terpisah, daerah tertentu, desa tertentu dan sebagainya," ucap mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu.
SULTAN ABDURRAHMAN | ANTARA