Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapolri Berminat Pekerjakan Pegawai KPK
SEBANYAK 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tersingkir lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) mendapat tawaran masuk korps Kepolisian Republik Indonesia. Opsi itu muncul setelah Presiden Joko Widodo merestui ide Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merekrut mereka. “Sudah ada surat jawaban (dari Presiden),” ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Listyo mengirimkan surat kepada Presiden pada Jumat, 24 September lalu. Dia berharap kehadiran mantan pegawai KPK tersebut dapat meningkatkan kinerja polisi, khususnya di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Pratikno, sejumlah menteri telah menggelar pertemuan untuk menindaklanjuti opsi perekrutan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Ia bersama Listyo, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo hadir dalam pertemuan itu. “Dari pertemuan itu diputuskan Kapolri harus berkoordinasi dengan Menpan RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi),” katanya.
Tjahjo menyatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. memberikan lampu hijau. Mantan pegawai KPK yang akan direkrut bisa berstatus penyidik sipil di kepolisian atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Kapolri juga bisa mengajukan opsi pengangkatan terhadap mereka setelah mengajukan surat kepada BKN. “Kami masih menunggu rencana teknis dari Polri,” tuturnya.
Ronald Paul, salah seorang penyidik KPK, menilai tawaran tersebut membuktikan ketidakberesan TWK, seperti temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Ombudsman. Tawaran bergabung dengan institusi Polri bertolak belakang dengan hasil TWK. “Karena kami akan direkrut sebagai ASN (aparatur sipil negara), artinya kami sebenarnya lulus,” ujarnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mendesak Presiden Joko Widodo mematuhi rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman untuk membatalkan pemecatan 56 pegawai KPK. Penghindaran atas rekomendasi itu bakal mempertebal buruknya rekam jejak Jokowi dalam isu pemberantasan korupsi. “Dia memiliki otoritas untuk melakukan itu. Publik ingin melihat sikap Presiden dalam upaya pemberantasan korupsi,” ucapnya.
Gatot Nurmantyo Embuskan Isu PKI
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. TEMPO/Fajar Januarta
SEPERTI ritual tahunan, isu penyusupan pendukung Partai Komunis Indonesia ke tubuh Tentara Nasional Indonesia kembali diembuskan mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo. Kali ini dalam sebuah sesi diskusi bertajuk TNI versus Partai Komunis Indonesia, Ahad, 26 September lalu, ia menyitir video pendek yang menggambarkan hilangnya patung Soeharto, Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, dan Jenderal Abdul Haris Nasution di Museum Darma Bhakti Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.
Kepala Penerangan Komando Strategis Angkatan Darat Kolonel Infanteri Haryantana menyatakan pembongkaran patung merupakan permintaan Letnan Jenderal Purnawirawan Azmyn Yusri Nasution, mantan Panglima Kostrad, sebagai penggagasnya. Adapun Khairul Fahmi, pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies, menilai Gatot sengaja memainkan isu PKI untuk mendongkrak popularitas. “Sulit untuk tidak melihat motif itu,” katanya.
Jokowi Kebut Pembahasan RUU Ibu Kota Baru
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Desember 2019. BPMI Setpres/Muchlis Jr
PRESIDEN Joko Widodo menyerahkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pengantar pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Surat diserahkan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. “RUU ini terdiri atas 34 pasal. Isinya menyangkut visi ibu kota negara, pengorganisasian, hingga pembiayaan,” ujar Suharso.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ecky Awal Mucharam, meminta pemerintah melupakan rencana pemindahan ibu kota. Menurut dia, keuangan negara hendaknya dialokasikan untuk belanja yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi, terutama bagi pemberdayaan petani, nelayan, buruh, dan pekerja sektor informal. “Ini jauh lebih bermanfaat ketimbang gagasan ibu kota baru,” katanya.
Tewas Akibat Konflik Lahan Tambang
SEORANG penduduk Toruakat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, tewas akibat insiden penembakan, Selasa, 28 September lalu. Peristiwa itu terjadi setelah sekelompok orang menyerang Masyarakat Adat Toruakat yang menuntut penutupan lahan tambang PT Bulawan Daya Lestari. “Polisi harus menindak tegas pelaku penembakan,” ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Adat Nusantara Rukka Sombolinggi.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, Merah Johansyah, menilai kasus penembakan itu merupakan dampak ketidakseriusan pemerintah dan aparat dalam menyelesaikan konflik lahan di Indonesia. Ia mendesak gubernur, dinas Lingkungan hidup, serta dinas energi dan sumber daya mineral mencabut izin PT Bulawan. “Keberadaan mereka telah memicu konflik berdarah dan pelanggaran hak asasi manusia,” ucapnya.
MK Putuskan Koruptor Berhak Dapat Remisi
MAHKAMAH Konstitusi memutuskan semua terpidana, termasuk koruptor, berhak mendapatkan remisi seperti dijamin Undang-Undang Pemasyarakatan. “Adanya syarat tambahan di luar syarat pokok remisi seharusnya lebih tepat dikonstruksikan sebagai bentuk penghargaan (reward) berupa pemberian hak remisi di luar hak hukum yang telah diberikan,” kata hakim konstitusi Suhartoyo, Kamis, 30 September lalu.
Namun MK tak mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang melarang pemberian remisi kepada koruptor kecuali bekerja sama membongkar perkara pidana. Permohonan uji materi diajukan oleh terpidana korupsi O.C. Kaligis yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
Menanggapi putusan tersebut, pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri, mengatakan perkara korupsi tergolong kejahatan luar biasa. “Penegakan hukum perkara korupsi harus bisa memberi efek jera kepada pelaku,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo