Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berbagai Strategi Menentang RUU Kesehatan

Guru besar dan organisasi profesi menolak pengesahan RUU Kesehatan. Mereka buat petisi, berunjuk rasa, dan akan mogok nasional.

11 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ratusan guru besar membuat petisi penolakan pengesahan RUU Kesehatan.

  • Lima organisasi profesi berencana mogok nasional untuk menentang pengesahan RUU Kesehatan.

  • Setelah disahkan, organisasi profesi akan mengajukan judicial review UU Kesehatan ke MK.

JAKARTA – Ketua Presidium Dokter Indonesia Bersatu, Agung Sapta Adi, dan kolega sibuk meyakinkan guru besar lintas kampus untuk menentang pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesehatan dalam beberapa hari terakhir. Mereka membujuk lewat grup-grup WhatsApp hingga menggelar pertemuan secara daring.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paling sulit, kata dia, meyakinkan guru besar di luar disiplin ilmu bidang kesehatan. Namun mereka pada akhirnya bersepakat untuk menolak pengesahan RUU Kesehatan tersebut. “Paling alot saat penyusunan petisi. Semua dibahas per kata hingga kalimatnya,” kata Agung, Senin, 10 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka menyusun petisi, lalu membahasnya lewat pertemuan secara daring, Ahad malam lalu. Ada empat poin isi petisi tersebut yang menjadi alasan penolakan pengesahan RUU Kesehatan. Antara lain, penyusunan RUU dinilai tergesa-gesa dan tidak transparan, menolak penghapusan mandatory spending anggaran kesehatan, muatan RUU akan mengancam ketahanan kesehatan nasional, serta pemaksaan pengesahan di tengah kontroversi akan melahirkan kelemahan penerimaan dan implementasi.

Petisi itu ditandatangani atas nama Forum Guru Besar Lintas Profesi. Hampir 200 guru besar di berbagai kampus ikut mendukung petisi ini. Mayoritas pendukung petisi berasal dari bidang kesehatan, meski ada juga dari bidang teknik dan hukum. Petisi tersebut disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, kemarin.

Isi petisi ini diungkapkan perwakilan Forum Guru Besar Lintas Profesi di Gedung Juang 45, Jakarta Pusat. “Banyaknya pro dan kontra dalam membuat RUU Kesehatan ini bisa melahirkan kelemahan penerimaan,” kata guru besar Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Laila Nuranna, saat konferensi pers di Gedung Juang 45, kemarin.

Massa dari lima organisasi profesi kesehatan melakukan aksi penolakan RUU Kesehatan di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, 8 Mei 2023. TEMPO/Subekti

Guru besar apoteker di Universitas Padjadjaran, Muchtaridi, mengatakan Forum Guru Besar meminta Presiden Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat mengundur pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang, yang dijadwalkan pada hari ini.

Ia menceritakan, gagasan petisi kepada Presiden Jokowi itu berawal dari diskusi sejumlah guru besar yang semakin resah karena pemerintah dan DPR tetap mengabaikan penolakan berbagai organisasi profesi di bidang kesehatan terhadap RUU Kesehatan. Padahal muatan RUU itu masih banyak yang kontroversial dan perlu pembahasan lanjutan. Misalnya, membolehkan pendidikan dokter spesialis lewat jalur rumah sakit, penghapusan mandatory spending anggaran kesehatan, dan penghapusan kolegium, yaitu organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu.

“Dari situ, para guru besar tergerak ingin membuat petisi,” kata Muchtaridi. Ia melanjutkan, jika petisi tersebut tak digubris, mereka akan mengajukan judicial review UU Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi. 

Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Menaldi Rasmin, menguatkan penjelasan Muchtaridi. “Tolong (pemerintah dan DPR) lihat baik-baik, (RUU Kesehatan) ini belum matang lho,” katanya. 

Sesuai dengan rencana, DPR akan mengesahkan RUU Kesehatan menjadi undang-undang, Selasa hari ini. RUU yang disusun secara omnibus ini berisi 456 pasal, sesuai dengan draf terakhir hasil pembahasan yang diperoleh Tempo. Setelah disahkan, UU ini akan mencabut sebelas undang-undang lainnya. Antara lain, UU Ordonansi Obat Keras, UU Wabah Penyakit Menular, UU Praktik Kedokteran, dan UU Kesehatan. Lalu UU Rumah Sakit, UU Pendidikan Kedokteran, UU Kesehatan Jiwa, UU Tenaga Kesehatan, UU Keperawatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Kebidanan. 

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menyesalkan sikap para guru besar tersebut. “Mereka terprovokasi dari pihak tertentu,” kata Syahril.

Ia menjelaskan, pemicu penolakan RUU Kesehatan di antaranya adalah pasal-pasal tentang genomika atau studi tentang gen. Padahal ketentuan tentang riset genom dalam RUU itu mencontoh negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. “Kami membuka ruang diskusi kepada guru besar itu kapan pun diminta,” katanya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan anggota Komisi IX DPR menandatangani berkas acara pandangan akhir mini fraksi dalam rapat kerja Komisi IX DPR ihwal pengesahan RUU Kesehatan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 19 Juni 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Demonstrasi Menentang Pengesahan

Lima organisasi profesi di bidang kesehatan akan berunjuk rasa di depan gedung DPR, hari ini. Mereka adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Unjuk rasa akan dikoordinasi oleh PPNI. Sesuai dengan surat pemberitahuan aksi ke Polda Metro Jaya, mereka akan menyertakan 5.000 orang. 

“Kami bersama perwakilan empat organisasi profesi akan berdemonstrasi menolak pengesahan RUU Kesehatan di DPR,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPNI, Harif Fadhillah, kemarin.

Ia menjelaskan, sebelum memutuskan untuk menggelar demonstrasi, PPNI dan organisasi profesi lainnya sudah mendekati DPR serta pemerintah agar menunda pengesahan RUU Kesehatan. Namun DPR berkukuh mengesahkannya pada hari ini.

Sejak awal, kata Harif, PPNI sudah membahas upaya perlawanan jika DPR berkukuh mengesahkan RUU Kesehatan tersebut. Bentuk perlawanan itu mereka bahas dalam Rapat Kerja Nasional PPNI di Ambon pada 9-11 Juni 2023. Perlawanan itu, antara lain, mendekati partai politik, DPR, dan pemerintah; serta menggelar demonstrasi. Jika kedua cara ini tak berhasil, kata dia, PPNI bersama empat organisasi profesi akan melakukan mogok nasional. 

“Opsi mogok nasional ini belum mencapai kesepakatan bersama,” ujarnya. Langkah berikutnya, kata Harif, akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut Harif, PPNI sudah berkali-kali menggelar rapat internal untuk mengawal RUU Kesehatan. Dua hari lalu, pengurus pusat PPNI berkoordinasi dengan pengurus provinsi. Hasil kesepakatan mereka adalah tetap menolak pengesahan RUU Kesehatan hingga rencana mogok nasional.

Alasan PPNI menolak pengesahan RUU Kesehatan serupa dengan Forum Guru Besar Lintas Profesi. Di luar alasan tersebut, PPNI juga menyoal RUU Kesehatan yang mencabut UU Keperawatan. Selanjutnya, RUU Kesehatan justru tidak lagi mengatur berbagai ketentuan dalam UU Keperawatan.

Ketua IAI, Noffendri, mengatakan upaya perlawanan lembaganya sejalan dengan PPNI. Misalnya, akan berunjuk rasa di depan gedung DPR pada hari ini, berencana mengajukan judicial review, dan menggelar mogok nasional. “Waktu mogok layanan ini belum bisa dipastikan,” kata Noffendri.

Ia menjelaskan, di samping berbagai alasan di atas, IAI sendiri secara khusus menyoal Pasal 145 ayat 3 di RUU Kesehatan. Pasal ini membuka peluang tenaga kesehatan yang bukan lulusan farmasi untuk melakukan praktik kefarmasian. Aturan tersebut, kata dia, mengesankan tenaga apoteker langka. Padahal faktanya, sumber daya apoteker melimpah.

“Lalu, bagaimana nasib 7.000 apoteker yang lulus setiap tahunnya?” katanya. 

IDI juga bersiap berunjuk rasa di gedung DPR, hari ini. Ahad lalu, Pengurus Besar IDI bersurat ke pengurus cabang dan wilayah, yang berisi ajakan berdemonstrasi menentang pengesahan RUU Kesehatan. 

Wakil Ketua PB IDI, Mahesa Paranadipa, mengatakan IDI juga siap mengajukan judicial review terhadap UU Kesehatan nantinya. “Pengesahan RUU Kesehatan ini akan mengulang cacat prosedur dalam penyusunan undang-undang, seperti Undang-Undang Cipta Kerja,” kata Mahesa, dua hari lalu.

JIHAN RISTIYANTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus