Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin mengimbau agar masjid tidak dijadikan sebagai sarana kegiatan politik. "Janganlah. Politik jangan dibawa ke masjid," katanya di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Ahad, 15 April 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syafruddin enggan menyebut pihak-pihak yang menggunakan masjid untuk kegiatan politik. Namun Wakil Kepala Kepolisian RI itu menegaskan DMI akan menjadi fasilitator semua persoalan yang terjadi di masjid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa Aksa Mahmud juga sependapat dengan Syafruddin. Sebelum ada aturan yang melarang kegiatan politik di masjid, Aksa mengatakan banyak orang menggunakan mimbar masjid untuk membicarakan politik dan menjelekkan orang lain.
"Sekarang kan enggak boleh. Karena itu, seperti tadi disampaikan Waketum DMI, dasar kita Al-Quran dan sunah. Jadi semua penceramah kita akan filter, jangan liar. Masjid bukan tempat menjelekkan orang," ucapnya.
Untuk meminimalisasi adanya kegiatan politik, Syafruddin mengatakan DMI memiliki program menjadikan masjid sebagai kawasan wisata religi. Ia mengatakan telah menunjuk satu daerah sebagai pilot project. "Bulan depan akan kita launching di Cirebon. Mulai dari Cirebon," ujarnya.
Dalam konsep masjid sebagai tempat wisata religi, Syafruddin berencana mengkombinasikan wisata religi mencakup Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, yang dibangun Wali Songo, dan Masjid Sunan Gunung Jati. Setelah di Cirebon, konsep wisata religi akan diterapkan di Surabaya dan Sulawesi. "Nanti kemudian kita tarik benang merahnya mungkin ke Istanbul," tuturnya.