Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETIAP pendatang dikota anging mamiri Makassar, akan mendjumpai
papan-papan dengan tulisan-tulisan jang bertemakan pembangunan.
Memang Patompo, demikianlah nama walikota jang kesohor itu, giat
menebang kotanja. Selain papan-papan serta adjakan untuk
membangun, ia djuga sibuk dengan pedagang kaki-lima jang
dimana-pun sukar untuk ditertibkan. Demikianlah reporter Sjahrir
Wahab mengawali laporannja tentang Makassar, tapi kali ini dari
segi lain. Adapun jang lain itu bukanlah pedagang kaki lima,
tapi pedagang soto jang karena sotonja, ataupun tjotonja,
menduduki tempat jang unik dalam hati rakjat disini.
Tjoto Makassar, begitulah nama lengkap dari makanan spesifik
kota ini, bertebaran disetiap bagian Makassar dari udjung utara
pelabuhan saimpai keselatan, keperbatasan kota dengan Sungggu
minasa. Dari barat pantai Losari sampai ketimur Matjini. Makanan
itu sendiri sederhana, tapi lidah penduduk sendiri masih
menjebutnja tatkala matahari sudah menandjak disekitar djam
10.00 pagi. Dalam hal ini pegawai negerilah jang terbanjak
memegang peranan. Seperti halnja orang-orang melalap sate Madura
maupun gudeg Jogja, begitu pula hebat selera mereka jang
menjukai tjoto Makassar. Setiap porsi tjoto jang dihidangkan
mustilah dilengkapi dengan 2 buras (sematjam lontong) dan 2
ketupat. Selain itu tersedia garam dengan djeruk nipis beserta
tautjo buat menggurih-kan. Satu porsi dengan 4 ketupat lazimnya
bagi orang biasa sudah tjukup. Tapi kalau lidah sudah
tergelintjir mereka jang nongkrong diwarung tjoto akan memesan 2
porsi lagi, bahkan bisa sampai 3-4 porsi. Begitulah menurut
tjerita Daeng Sangkala seorang pendjual tjoto jang sangat laris
berlokasi depan bioskop Istana. Dia telah mendjual tjoto 19
tahun lamanja. Kini dengan usaha jang semula ketjil, dia telah
mempekerjakan 8 orang jang bertugas dari djam 9,00 sampai 12.00
siang hari, disanbung dari djam 17.00 sampai djam 21.00 malam
hari.
Tjumi-tjumi & udang. Sementars para pelajan mengantar mangkok
demi mangkok kemedja tamu, Daeng Sangkala jang berperawakan
gemuk sibuk menerima pembajaran tamu jang silih berganti
meninggalkan medja mereka. Ketika ditanjakan tentang siapa-siapa
jang datang ketempatnja jang ketjil itu ia ia mendjawab
"matjam-matjam" dalam logat Makassar. Baik para pedjabat,
wartawan maupun orang asing. Konon Patolpo sering menjuruh
orangnja memborong tjoto Daeng Sangkala. Memang dia ini tokoh
favorit dikalangan pertjotoan Orang-orang jang pernah makan
tjotonja tak lupa memberi pudjian bahwa ditempatnjalah dapat
ditemukan tjoto Makassar jang paling lezat nikmat. Kalau makan
diwarung Padang paling kurang habis Rp 250 sekali makan, tapi
ditempat Daeng Rp 100 sudah tjukup. Ini adalah harga 1 mangkok
tjoto tambah 4 ketupat tambah air es segelas. Dengan Rp 200
otot-otot perut bisa tegang dan kaki berat untuk melangkah.
Walaupun tjoto merupakan makanan favorit, tak urung mendapat
saingan hebat dari tjumi-tjumi, udang dan ikan bakar. Banjak
didjadjakan dipinggir djalan, tapi bisa djuga ditemukan
dibeberapa toko. Tjumi, udang dan ikan bakar pendjualannja
terpusat dibagian utara kota. Dan ikan bakar jang sangat sedap
itu adalah djenis bandeng jang didatangkan dari daerah
Pangkadjene, suatu ketjamatan terkenal dengan empang ikan jang
luas-luas. Memang, untuk tukang makan jang baik akan terasa
tidak lengkap bila tidak mentjitjipi ketiga makanan ini, seperti
jang dikatakan wartawan Husni Djamaluddin kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo