Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Keramat jamal

Jamaluddin asal ujungpandang, meninggal di martapura, kal-sel. diberitakan kuburanya keramat, pemberi berkah dan rejeki. peziarah berdatangan memberi sumbangan, kemudian dipakai untuk memugar kuburan.

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERISTIWANYA terjadi dua tahun yang lalu, di bulan puasa. Seorang berasal dari Ujungpandang dan bermukim di madrasah Darussalam, Martapura, Kalimantan Selatan, dikeroyok orang. Sebab pengeroyokan, tak jelas. Namanya Jamaluddin. Setibanya di rumah sakit Ratu Zaleha, putuslah nyawanya. Sementara tangan Jamaluddin masih tetap dalam keadaan diborgol. Tidak banyak ceritera, jenazah Jamaluddin dikubur di pemakaman Kampung Jawa, di belakang pabrik penggilingan padi Sekadar. Kuburannya biasa saja, seperti kebanyakan kuburan di daerah situ yang bernisankan kayu ulin. Bila malam hari beberapa orang teman dan kerabatnya mengaji di kuburannya, dibantu penerangan lampu stromking. Jadi Keramat Ketika orang mengaji di malam pertama dan kedua, tidak terjadi apa-apa. Timbunan tanah di mana di bawahnya terbaring jasad Jamaluddin, tetap membisu. Demikian pula timbunan tanah di sekitar. Sampai pada suatu malam kabarnya ada beberapa orang yang menyaksikan keajaiban. Yaitu adanya seberkas cahaya yang turun dari atas, meluncur ke bawah dan tepat berhenti di atas gundukan tanah tempat Jamaluddin dikubur. Yang menyaksikan turun naiknya cahaya itu kemudian mengambil kesimpulan: kuburan Jamaluddin adalah kuburan keramat. Warta berita dari mulut ke mulut ini, tentu saja menjalar cepat. Kemudian, seorang dua datang ke kuburan Jamaluddin. Berbagai niat dan nazar bertemu di kubur tersebut. Biasanya, mereka membawa sehelai kain untuk menutupi kuburan itu. Kain pelapis yang segala warna itu akhirnya memayungi kuburan Jamal. Bukan dua tiga lapis saja, tapi sering begitu tebal karena begitu banyak pula orang menyampirkan kain tersebut, setelah nazarnya terkabul. Di samping kubur, ada pula sebuah celengan, hasil sedekahan para peziarah. Memang tidak ditetapkan harus menyumbang atau tidak, tapi nyatanya guci celengan tidak pernah sepi terisi. Rafiuddin, adik almarhum yang juga jadi santeri di pesantren Darussalam dinyatakan berhak membuka celengan tersebut. Karena hasilnya lumayan, Rafiuddin kemudian membuat kubah pada makam abangnya. Pendapatannya lebih banyak lagi, digantilah kuburan tersebut dengan batu pualam, beratap seng, berdinding tembok dan alas ubin yang sejuk. Agar udara tidak terlalu panas di rumah kubah tersebut, dibuat pula jendela. Kini, kuburan Jamal mirip sebuah rumah mungil yang selalu terawat bersih. Peziarah kian bertambah saja. Dari lingkungan desa, merembet ke lingkungan kota, kemudian kabupaten dan propinsi. Kini, setelah dua tahun, bahkan beratangan pula orang-orang yang kabarnya dari Sala, Jawa Timur, Ujungpandang atau Samarinda. Kalau anda datang ke Martapura dan akan mencari keramat Jamal, bilang sajalah dengan tukang becak di sana. Pasti mereka tahu. Berkah dan Rezeki Bukan hanya Rafiuddin yang kini hidupnya lebih nyaman dan tenteram. Tapi juga Pak Cerbon, 60 tahun, yang tugasnya jadi jurukunci kuburan. Dialah yang merawat makam dengan teliti. Dia pula yang membersihkan kembang kenanga yang selalu menumpuk tebal di atas pusara dan dia pula yang menyediakan air bersih di samping makam yang ditaruhnya dalam sebuah tempayan. Setiap celengan dibuka oleh Rafiuddin, Pak Cerbon tidak ketinggalan mendapat cipratan juga. Rumahnya dulu jederhana, terbuat dari batawing perepek (dinding daun enau) kini telah berganti papan lanan. "Syukur alhamdulillah, rezeki ada saja," ujar Pak Cerbon. Dia selalu berkata bahwa pemberi rezeki bukan keramat Jamal, tapi "si pemberi Rafiudin." Kain pelapis makam, sudah ratusan jumlahnya. Menurut Pak Cerbon, kain yang berwarna kuning itu "diberikan ke surau-surau untuk pesujudan sembahyang." Tambahnya lagi: "Untuk masjid Pamangkih saja, dihadiahkan 100 lembar sudah." Peziarah banyak datang di hari-hari Jum'at, Minggu atau Selasa. Hidup Safiuddin semakin nyaman, tubuhnya pun tidak sekurus dulu lagi. Pak Cerbon masih saja dengan rajin menyediakan air untuk peziarah. Kini perlengkapan peziarah ditambah pula dengan sebuah kitab Yassin ukuran kecil. Tadinya, si juru kunci ingin juga melengkapi dengan sebuah potret almarhum. Tapi apa lacur, tokoh ulama setempat yang bernama KH Badruddin (wakil Golkar 1977 yang terpilih jadi anggota MPR nanti) memprotes keras. "Segera tanggalkan!" seru sang ustaz, serentak dia melihat foto itu sempat terpampang di dinding. "Tak boleh begitu dan simpan saja di rumah." Pak Cerbon segera mencopot gambar itu dan kini tergantung di dinding rumahnya. Menurut alasannya, banyak peziarah yang menanyakan foto almarhum yang telah memberi berkah dan terkabul. Kata Pak Cerbon lagi: "Kalau tak boleh, ya apa boleh buat. Bisa dilihat di dinding rumah saya." Seorang santri dari madrasah Tunggul Irang setiap Jum'at ziarah ke makam Jamaluddin. Katanya: "Semoga saya bisa sesabar dan setabah almarhum ketika menuntut ilmu semasa hidupnya." Nenek-nenek dan ibu-ibu banyak membawa anaknya yang telah sembuh dari sakit. Sambil mengucap nama Tuhan, seorang nenek mengusap air dari tempayan ke muka dan tubuh cucunya. Kabarnya, sang cucu telah sembuh dari sakit panas dan gatal sekujur badan. Tapi banyak juga penduduk yang tidak begitu senang akan terlalu dipujanya keramat Jamal ini. Bisa-bisa nantinya, demikian pendapat mereka, tergelincir ke arah syirk. Ceritera tentang Jamaluddin sendiri, di kala dia masih hidup, sering jadi ucapan orang. Antara lain kisah tentang bagaimana dia berpuasa beberapa hari, karena tak ada uang untuk membeli beras. Tapi sekolahnya di madrasah Darussalam, tidaklah sampai putus hanya karena perut lapar. Ceritera ini, memberikan harapan kuat bagi si miskin. Kalau mau percaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus