Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Soeharto Tak Pantas Jadi Pahlawan

1 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Anda, pantaskah Soeharto mendapat gelar pahlawan?
21-27 Oktober 2010
Ya
34,38% 538
Tidak
62,75% 982
Tidak Tahu
2,88% 45
Total 100% 1.565

Mantan presiden Soeharto dicalonkan menjadi pahlawan nasional. Diajukan oleh Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, usul itu telah melewati saringan di Kementerian Sosial. Jika disetujui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, penguasa Orde Baru itu akan ditetapkan menjadi pahlawan nasional.

Partai Golkar paling getol mendukung usul tersebut. Menurut Priyo Budi Santoso, ketua partai Orde Baru itu, Beringin akan ”berjuang” agar gelar pahlawan nasional bisa disematkan ke Soeharto. Tapi sejarawan Asvi Warman Adam menganggap terlalu prematur gelar pahlawan nasional untuk Soeharto. Sebab, Soeharto bertanggung jawab atas sederet kasus, dari Aceh, Tanjung Priok, Timor Timur, hingga Papua.

Anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Juwono Sudarsono berpendapat, pembahasan tentang gelar pahlawan bagi Soeharto sebaiknya dilakukan satu generasi atau sekitar 25 tahun setelah kematiannya. Rentang waktu itu dianggap cukup untuk meredakan kontroversi.

Dari hasil jajak pendapat di Tempo Interaktif, 62,75 persen pembaca menilai Soeharto tidak pantas mendapat gelar pahlawan. Adapun yang berpendapat sebaliknya 34,38 persen.

”Soeharto cukup menjadi pahlawan bagi pendukungnya saja,” kata Helmi Davide, seorang pembaca. B. Permadi, pembaca lainnya, menulis, ”Di zamannya, yang ada hanya ketakutan dan kezaliman.” Pembaca yang lain, Akhmadnasrun, mempertanyakan pemberian gelar itu. ”Apa, sih, untungnya Soeharto menjadi pahlawan di negeri ini?”


Indikator Pekan Depan
Ketua tim pengkaji kasus Bibit-Chandra Kejaksaan Agung, Muhammad Amari, mengatakan akan mengesampingkan perkara dugaan suap dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu. ”Kami menempuh deponering (pengesampingan perkara),” kata Amari, yang juga menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, pekan lalu.

Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah disangka menyalahgunakan wewenang. Dianggap penuh rekayasa, kasus ini memancing protes kalangan antikorupsi, akhir tahun lalu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun memerintahkan Kejaksaan Agung mengesampingkan perkara.

Menurut Amari, keputusan diambil setelah rapat evaluasi pada Senin, 25 Oktober lalu. Dia meminta waktu sepekan untuk mempersiapkan hal teknisnya. Namun pada hari yang sama pelaksana tugas Jaksa Agung Darmono membantah keterangan Amari.

Setujukah Anda pada langkah Kejaksaan Agung memilih deponering atas kasus Bibit-Chandra? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus