Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecewa Dealer Honda
Pada akhir Desember 2011, saya melakukan transaksi tukar tambah mobil Honda City saya dengan sebuah Honda Freed di dealer Honda, PT Megatama Mandiri, Pondok Pinang, Jakarta. Ketika itu disepakati bahwa Honda City saya dihargai Rp 125 juta. Ketika mobil saya diperiksa, wiraniaga dealer itu hanya berpesan agar beberapa bagian mobil yang lecet diperbaiki.
Sebagai tanda jadi, saya pun menyetorkan uang muka pembelian Honda Freed sebesar Rp 25 juta. Setelah mobil saya perbaiki, tak sekali pun pihak dealer memeriksanya. Malah, pada Januari 2012, mereka menghubungi saya untuk menurunkan harga Honda City saya menjadi Rp 117 juta dengan berbagai alasan.
Saya tidak terima dan membatalkan transaksi. Tapi kejutan ternyata belum selesai. Pihak dealer memotong uang muka yang saya setorkan. Saya hanya mendapat pengembalian Rp 22,5 juta pada awal Februari 2012. Ini sangat tidak adil. Saya kecewa terhadap pelayanan dealer Honda macam ini.
Hizalman Sabri
Perumahan Nuansa Batavia Kaveling A-4
Gandul-Limo, Depok, Jawa Barat
Kisruh Sepak Bola Sampai Kapan
Konflik di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia saat ini sungguh berlarut-larut. Meski kualitas permainan sepak bola Indonesia masih setaraf klub setingkat rukun warga di Argentina, kehebohannya bagai kita sudah finalis Piala Dunia saja.
Saya mengikuti kekisruhan ini sejak kepengurusan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid yang kontroversial itu. Saya mengira konflik akan berakhir dengan terpilihnya ketua umum baru, Djohar Arifin Husin, tapi saya salah. Sekarang ada Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia, yang bahkan sudah menggelar Kongres Luar Biasa PSSI dan memilih Ketua Umum PSSI baru.
Sepanjang pengetahuan saya yang terbatas ini, akar masalah di PSSI tak terlepas dari perseteruan dua konglomerat besar. Jadi, untuk menyelesaikan masalah, seharusnya dua pengusaha ini yang harus hengkang dari urusan sepak bola Indonesia.
Zulkifly
Pondok Pekayon Indah
Bekasi Selatan, Jawa Barat
Mencari Kawan Lama
Saya alumnus Sekolah Dasar Merdeka Timur XIV, Jakarta, angkatan 1967. Setelah 40 tahun, saya ingin mengetahui kabar teman-teman sesama siswa SD Merdeka Timur. Sebagian besar ada di Facebook, kecuali lima nama ini: Kemal Moestantio, Bismandiani Saryoto, Denny Nuriasmoro, Indrasakti Rahmat, dan Sonny Suharsono.
Kalau ada yang mengetahui keberadaan mereka, mohon berkenan mengirim surat elektronik ke [email protected]. Terima kasih.
Budi Satari
Jalan Masjid RT 14 RW 8
Lenteng Agung, Jakarta
Membongkar Akar Korupsi
Anjuran Tempo agar delik pencucian uang dimasukkan dalam setiap dakwaan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa perlu ditindaklanjuti oleh aparatur penegak hukum. Setiap tersangka koruptor harus dipaksa membuktikan bahwa harta yang mereka miliki diperoleh melalui cara-cara yang sah dan legal.
Menurut saya, para tersangka korupsi yang sekarang ramai diberitakan barulah sekrup-sekrup kecil dari sebuah mesin korupsi berjemaah. Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi atas peran mereka harus dilakukan menyeluruh untuk mengungkap sumber masalah korupsi yang menghambat laju pembangunan kesejahteraan rakyat.
M.E.D. Ngantung
Jalan Selamat, Setiabudi
Jakarta Selatan
Dikecewakan Hukum
Seharusnya hukum hanya berpihak pada keadilan. Hukum bukan milik pihak yang berkuasa dan punya uang. Hukum juga bukan hanya untuk orang miskin. Siapa pun yang salah harus dihukum sesuai dengan rasa keadilan. Sayangnya, di Indonesia, hukum bisa diatur dan dibeli.
Saya sendiri sempat menjadi korban sistem hukum di Indonesia. Saya berprofesi sebagai notaris di Magelang, Jawa Tengah. Suatu hari saya diminta menengahi sebuah sengketa tanah senilai Rp 700 juta. Dua pemiliknya berseteru soal pembagian keuntungan penjualan tanah itu. Di depan mereka, saya menegaskan bahwa setahu saya tanah itu memang milik mereka berdua.
Akibat penjelasan itu, saya diadukan ke polisi. Saya dianggap turut serta memalsukan pengajuan kredit bank sebesar Rp 100 juta dengan agunan sertifikat itu, padahal saya tidak terkait dengan segala urusan sengketa tersebut. Anehnya, polisi dan jaksa tetap mengajukan perkara saya sampai ke pengadilan.
Di Pengadilan Negeri Magelang, saya divonis bersalah dengan hukuman percobaan. Untungnya, permohonan banding saya ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah diterima. Saya diputus bebas tanpa syarat. Putusan ini dikuatkan lagi oleh Mahkamah Agung. Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa jalan memperoleh keadilan di negeri ini sungguh sulit dan berliku.
Kunsri Hastuti
Magelang, Jawa Tengah
Prihatin Politikus Muda
Terbongkarnya berbagai kasus korupsi yang melibatkan politikus belakangan ini membuat miris. Banyak kader muda, yang diharapkan kelak menjadi pemimpin partai politik, malah terjebak menjadi aktor koruptor baru. Mereka seperti tak kuasa terseret masuk pusaran mesin korupsi serupa laron mencari cahaya saja.
Saya prihatin melihat situasi macam ini. Para politikus muda ternyata mewarisi kelakuan buruk pendahulunya. Ini membuktikan kelas mereka masih kacangan, dan sebagian hanya matang karbitan. Sudah saatnya tikus-tikus doyan korupsi di semua partai diberantas, kalau tidak mau perolehan suara mereka jeblok pada Pemilihan Umum 2014. Ini bukan keputusan sulit dan tidak perlu membuat bimbang. Seperti kata Gus Dur, "Gitu aja kok repot."
Hendra Djaja Juwono
Cakung, Jakarta Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo