Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Surat Pembaca

Berita Tempo Plus

Surat Pembaca

14 Desember 2003 | 00.00 WIB

Surat Pembaca
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Bantahan Usep Fathudin
Saya membantah beberapa kalimat di tulisan Majalah TEMPO Edisi 8-14 Desember 2003, halaman 27. Dalam tulisan itu saya dinyatakan orang yang termasuk bolak-balik ke Cendana dalam persiapan pembentukan organisasi massa KPB (Karya Peduli Bangsa). Perlu saya tegaskan bahwa di kala itu, sebelum itu, sesudah itu, dan sampai kini, saya belum pernah masuk ke Cendana (kompleks keluarga atau rumah kediaman Pak Harto). Sebenarnya, dalam berita itu, bukan hanya soal saya yang tidak benar. Ada beberapa nama lain, tapi tentu bukan wewenang saya untuk membantahnya. Adalah benar saya pernah aktif dan ikut mendirikan organisasi massa Karya Peduli Bangsa dengan sasaran utama di bidang pendidikan, sosial, dan keagamaan. Saya adalah Sekjen PB Mathla’ul Anwar, bersama H.M. Irsyad Djuwaeli yang ketua umum dan tiga penasihat PB MA, yaitu H. Hartono, H. Ary Mardjono, dan H. Ismael Hassan. Dan masih ada nama anggota pengurus yang lain. Rencananya, kalau menjadi partai, partai itu akan berintikan warga Mathla’ul Anwar. Namun, karena beberapa sebab, beberapa bulan menjelang organisasi ini dijadikan partai, saya mengundurkan diri, dan sampai kini saya tidak masuk partai apa pun. Demikian kiranya menjadi jelas bagi teman-teman yang mencari klarifikasi masalah ini kepada saya. Walau demikian, saya juga tak sependapat dengan nada yang dibangun Majalah TEMPO yang mencurigai, bahkan cenderung menolak kehadiran Partai Karya Peduli Bangsa sebagai partai Orde Baru, termasuk Mbak Tutut bila kelak menjadi calon presiden, dengan alasan mereka akan membangunkan kembali Orde Baru. Saya berpendapat, sistem perundangan yang dibangun di era reformasi tidak lagi memungkinkan munculnya pemerintahan semidiktator ala zaman Pak Harto. Undang-undang dasar kita sudah diubah empat kali dan secara tajam memberikan kekuatan lebih baik kepada DPR dibandingkan dengan DPR masa lalu. Lain halnya kalau DPR kembali menjadi sekadar lembaga pelengkap penderita, dan partai-partai tak berkutik. Selain itu, di luar Amien Rais dan Sri Bintang, bukankah para pemimpin parpol kita juga adalah eks Orde Baru? Kalau keterlibatan dan pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung menjadi ukuran, toh pada zaman reformasi berbagai skandal keuangan negara juga tak berkurang. Korupsi, kolusi, dan nepotisme konon bahkan lebih berat dan merata daripada masa Orde Baru. Karena korupsi bukan hanya di pusat tapi menyebar ke hampir semua provinsi dan kabupaten. Jadi, hemat saya, marilah jujur saja. Siapa pun boleh masuk gelanggang politik, tetapi tetap dalam koridor aturan yang ada. Kalau aturannya belum ada, agar segera diciptakan. Dan saya melihat, di sisi ini kita memiliki kelemahan yang sangat tinggi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus