Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Surat Pembaca

Berita Tempo Plus

Surat Pembaca

2 November 2003 | 00.00 WIB

Surat Pembaca
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Untuk Menteri Luar Negeri
Saya salah seorang dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Timur Tengah, tepatnya di Madinah al-Munawaroh, Saudi Arabia. Saya menyesalkan kinerja Kedutaan Indonesia (KBRI) di Jedah berkaitan dengan kejadian yang menimpa kawan kami baru-baru ini. Pada Kamis, 23 Oktober, di kota tempat kami bekerja ada kunjungan dari kedutaan untuk mengurus perpanjangan paspor dan masalah lainnya di Wisma Haji, Madinah. Singkat cerita, pada hari itu seorang tenaga kerja wanita datang diantar oleh majikannya untuk memperpanjang paspornya, yang sudah habis masa berlakunya. Ketika ia berhadapan langsung dengan petugas kedutaan, tenaga kerja tersebut menceritakan keinginannya pulang ke Tanah Air, karena dia sudah bekerja lebih dari 3 tahun (kontrak kerja 2 tahun), sedangkan gajinya selama 1 tahun belum diterimanya. Petugas kedutaan tersebut kemudian menyampaikan kembali keinginan pembantu itu kepada majikannya. Mengetahui pembantu itu menyampaikan permasalahannya kepada petugas kedutaan, majikan tersebut bukannya mengabulkan permintaan tersebut, tapi malahan memukulinya di depan para petugas KBRI. Sungguh sangat disesalkan, para petugas itu hanya terpaku melihat warga negaranya diperlakukan seperti itu. Anehnya lagi, tenaga kerja Indonesia tersebut bisa keluar dari Wisma Haji bersama majikannya dengan mengantongi paspor yang sudah diperpanjang tiga bulan—dengan harapan (mungkin) pembantu tersebut ”dipulangkan” oleh majikannya sebelum masa itu. Dari peristiwa ini, kita dapat melihat betapa buruknya perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia. Perlakuan tersebut sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan Filipina. Negara tetangga kita tersebut, yang sama-sama mengirimkan tenaga nonformal ke negara ini (Saudi Arabia), sangat memperhatikan dan melindungi tenaga kerjanya secara maksimal. Tak aneh jika para majikan di Saudi Arabia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya terhadap tenaga kerja Filipina. Timbul pertanyaan dari benak saya, apakah pemerintah, khususnya Departemen Luar Negeri Indonesia, tidak memberikan pelajaran kepada stafnya yang bertugas di negara asing mengenai tatanan hukum di negara-negara tempat mereka bekerja? Ataukah pegawai Departemen Luar Negeri yang pengecut? Atau mungkin mereka tak berhati nurani? Padahal, andai saja kejadian tersebut dilaporkan langsung kepada pihak kepolisian setempat, tentu pihak Kerajaan Saudi Arabia akan membuat jera majikan yang berbuat seperti itu. Sejauh yang saya tahu, pihak kepolisian di sini akan menindaklanjuti perkara semacam itu secara sungguh-sungguh, terlebih lagi kejadian tersebut disaksikan oleh petugas dari KBRI. Sebagai contoh, saat ini sudah ada kasus penganiayaan terhadap seorang tenaga kerja wanita Indonesia yang dilimpahkan ke pengadilan, meskipun belum ada vonis. Adakah pihak Deplu mengetahuinya? Padahal bukan rahasia umum lagi bahwa tenaga kerja Indonesia ini, yang kebanyakan dari pelosok desa, sebetulnya hanya menginginkan kembali ke Tanah Air setelah mendapatkan perlakuan yang tidak selayaknya dari majikannya karena mereka buta hukum. Mereka tidak ingin memperpanjang masalahnya di pengadilan. Mereka hanya ingin pulang. Itu saja.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus