Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti Universitas Padjadjaran (Unpad) mengembangkan restrainer untuk pengambilan sampel darah dari tikus percobaan. Alat penahan tikus itu dirancang lebih aman bagi satwa dan mudah dipakai peneliti di laboratorium. Perangkatnya berbentuk tabung dari bahan yang tembus pandang.
Baca:
Peringatan Tim Riset Unpad untuk Vaksinasi Massal Warga Februari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Alat penahan tikus percobaan itu dibuat tim peneliti dari Divisi Fisiologi Fakultas Kedokteran Unpad. Koordinator tim, Ronny mengatakan selama ini proses pengambilan sampel darah pada tikus merupakan aktivitas yang cukup sulit. “Tidak semua peneliti terkait mampu melakukannya,” kata dia di laman Unpad, Jumat, 29 Januari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kebutuhan restrainer untuk membuat tikus tidak banyak bergerak sehingga akan membantu proses pengambilan darah. Namun, alat yang kini beredar di pasaran dinilai belum optimal untuk memudahkan pekerjaan sulit itu. “Meski tikus sudah ditahan di chamber, peneliti masih sulit mengambil sampel karena lokasi pembuluh vena yang tidak terlihat,” ujar Ronny.
Akibatnya banyak tikus yang harus seringkali ditusuk jarum suntik karena darahnya tidak keluar. Dari kendala dan masalah itu tim membuat restrainer yang lebih etis dan memperhatikan tingkat kesejahteraan hewan (animal welfare). Purwarupa alatnya rampung digarap dalam dua bulan.
Menurut Ronny, restrainer Unpad dibuat lebih leluasa untuk dimasuki tikus. Ruangan yang sempit dinilai membuat tikus tidak nyaman dan bisa stres. Tingkat stres tikus akan berpengaruh pada kadar hormonnya dan merembet ke hasil sampel yang ingin diperoleh. “Contohnya kalau ingin melakukan penelitian hormonal,” kata dia.
Selain itu restrainer buatan Unpad dilengkapi sinar vena finder. Peneliti menempatkan ekor tikus pada fitur itu kemudian akan terlihat pembuluh darahnya untuk pengambilan sampel. Panas dari sinar vena finder berkisar 35–40 derajat Celsius. Tim menyesuaikan suhunya dengan kondisi tikus percobaan serta tingkat ketepatan pengambilan sampel.
Pengenalan alat itu di media sosial mendapat tanggapan positif dari kolega. Peneliti di Indonesia dan Malaysia yang tertarik untuk memakai ingin membelinya. Ada pula industri yang ingin menyerahkan pengambilan sampel dari tikus percobaan ke tim Unpad. “Responsnya melebihi ekspektasi kami,” ujar Ronny.
ANWAR SISWADI