Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

14 Persen Pengangguran Lulusan Diploma dan Sarjana, Mengapa?

Data BPS per Februari 2022, tingkat pengangguran Indonesia 5,83 persen dari total penduduk usia kerja. 14 persen di antaranya lulusan S1 dan diploma.

21 Juni 2022 | 09.00 WIB

Sejumlah calon tenaga kerja antri untuk mengambil formulir data diri pada Bursa Kerja Makassar 2015 di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu 21 Januari 2015. Bursa kerja yang diikuti puluhan perusahaan nasional dan multinasional tersebut berlangung hingga 22 Januari untuk menekan jumlah pengangguran baru. TEMPO/Fahmi Ali
Perbesar
Sejumlah calon tenaga kerja antri untuk mengambil formulir data diri pada Bursa Kerja Makassar 2015 di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu 21 Januari 2015. Bursa kerja yang diikuti puluhan perusahaan nasional dan multinasional tersebut berlangung hingga 22 Januari untuk menekan jumlah pengangguran baru. TEMPO/Fahmi Ali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan per Februari 2022, tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar 5,83 persen dari total penduduk usia kerja 208,54 juta orang. Dari 5,83 persen tersebut hampir 14 persen adalah penduduk dengan lulusan jenjang diploma dan sarjana (S1).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Alfeus Nehemia, Head of Human Capital dari PT Praweda Ciptakarsa Informatika mengatakan hal tersebut merupakan sebuah ironi. "Penduduk yang notabene mengenyam pendidikan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak justru banyak dari mereka menganggur," ujarnya seperti dikutip di laman resmi Universitas Airlangga (UNAIR) pada Selasa, 21 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alfeus menerangkan ada sejumlah alasan mengapa hal itu bisa terjadi. Menurut dia, salah satunya adalah karena keterampilan yang dimiliki lulusan sarjan atau diploma tak sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau industri. Sebagai seorang yang bertugas meng-hire karyawan, Alfeus mengatakan kerap kali kesusahan mencari orang yang sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Sejumlah pelamar menawarkan keterampilan yang tidak relevan atau tidak dibutuhkan oleh perusahaan saat ini.

“Kalau kalian bilang susah ya cari kerja, kami sebagai perusahaan juga bilang, susah ya cari karyawan. Akibat adanya mismatch antara keterampilan yang dibutuhkan dan yang tersedia,” ungkap alumni Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNAIR itu.

Ketika lulus dari perguruan tinggi bergengsi, kata Afeus, tak jarang seseorang memiliki ekspektasi tinggi mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi dengan mudah. Alfeus mengatakan hal ini membuat beberapa lulusan dari perguruan tinggi bergengsi terlalu percaya diri. Padahal, belum tentu memiliki kompetensi yang layak.

“Perusahaan nggak hanya melihat almamater sekolahmu saja, namun kita juga melihat kompetensinya seperti apa, layak tidak kita bayar tinggi,” jelasnya.

Selain itu, sulitnya mendapat pekerjaan juga karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Alfeus mengatakan kondisi itu diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Hal itu menyebabkan jumlah pengangguran tak sebanding dengan lapangan kerja yang ada.

“Hampir 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak pandemi. Mungkin sudah sedikit recover, namun perlu diingat lulusan baru yang menunggu mendapatkan pekerjaan selalu bertambah tiap tahunnya,” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, tantangan generasi muda pasca-pandemi untuk mencari kerja lebih berat. “Karena harus bersaing dengan ribuan orang untuk memperebutkan lapangan kerja yang semakin sedikit,” terangnya.

Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus