Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU Jawa Timur telah memutuskan bahwa vaksin AstraZeneca halal dan suci kendati di dalam vaksin tersebut terdapat unsur babi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan yang disampaikan melalui Lembaga Bahtsul Masail ini diklaim sama dengan keputusan otoritas pemberi fatwa di Mesir yang menyebut vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi asal Inggris AstraZeneca dan Universitas Oxford itu halal.
Ketua PWNU KH Marzuki Mustamar mengatakan Unsur babi yang terdapat dalam proses pembuatan vaksin AstraZeneca itu sudah mengalami peralihan wujud. Sehingga unsur babi dalam proes pembuatan vaksin tidak lagi dihukum najis atau haram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Marzuki, dalam hukum agama ini disebut sebagai istihalah. Ia mengutip fatwa otoritas Mesir. "Istihalah itu artinya beralih wujud, barang najis kalau sudah beralih wujud maka tidak menjadi najis, tidak menjadi haram lagi," ucapnya seperti dikutip Tempo dari laman resmi NU, Senin 29 Maret 2021.
PWNU Jatim menilai bahwa tripsin yang merupakan enzim pada babi hanya digunakan sebagai katalis untuk proses pengembangbiakan virus corona. Unsur tersebut tidak dicampurkan, sehingga kiai-kiai NU menyepakati bahwa vaksin AstraZeneca suci.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia atau MUI memfatwakannya haram, sebab terdapat kandungan babi di dalam vaksin AstraZeneca. Fatwa ini berdasarkan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika atau LPPOM MUI. Namun karena mempertimbangkan unsur kedaruratan, vaksin ini masih boleh dipakai.
"Kami membuat fatwa itu berdasarkan laporan LPPOM MUI. Mereka melaporkan ada tripsin dari babi. Berdasarkan laporan itulah kami membuat fatwa bahwa Vaksin AstraZeneca haram karena mengandung tripsin dari babi," kata Hasanuddin saat dihubungi Tempo pada Minggu, 21 Maret 2021.
MUI menyebutkan beberapa alasan utama, sehingga vaksin AstraZeneca boleh digunakan. Mulai dari tingkat penyebaran Covid-19 di Indonesia yang saat ini masih tinggi, dukungan terhadap upaya pemerintah dalam mencapai kekebalan imunitas, hingga terbatasnya jumlah vaksin yang dimiliki pemerintah.
Menanggapi fatwa MUI tersebut, AstraZeneca Indonesia katakan bahwa AztraZeneca merupakan vaksin vector virus yang tidak mengandung produk yang berasal dari hewan.
"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," melalui keterangan resmi AstraZeneca Indonesia kepada Tempo, Sabtu, 20 Maret 2021.
Tak hanya itu, AstraZeneca menambahkan bahwa klaim tersebut telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.
"Vaksin ini telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia termasuk Arab Saudi, UEA, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair dan Maroko dan banyak Dewan Islam di seluruh dunia telah telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan oleh para muslim," tulis produsen vaksin AstraZeneca.
ANNISA FEBIOLA