Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Cerita Pedagang Kain Keliling Menyelamatkan Bayi Orangutan

Penjual kain keliling, Suryani, menyelamatkan anak orangutan berumur 6 bulan.

20 Februari 2019 | 07.43 WIB

Bayi orangutan bernama Otan meminum susu saat berada di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur, Jakarta, Rabu, 18 Juli 2018. Otan merupakan bayi orangutan yang menjadi korban perdagangan satwa ilegal. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Bayi orangutan bernama Otan meminum susu saat berada di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur, Jakarta, Rabu, 18 Juli 2018. Otan merupakan bayi orangutan yang menjadi korban perdagangan satwa ilegal. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang penjual kain keliling, Suryani yang merupakan warga Desa Tumbang Maya, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menyerahkan seekor anak orangutan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca juga: Puan, Orangutan Sumatera Tertua di Dunia, Jalani Euthanasia

"Saya memang merasa sedih karena anak saya juga suka binatang. Tetapi dari awal, saya sadar kalau orangutan ini dilindungi, makanya saya berniat mengambil untuk diserahkan ke BKSDA. Apalagi, saya kasihan karena anak orangutan ini sebelumnya tidak dirawat dengan baik," kata Suryani di Sampit, Jumat, 15 Februari 2019.

Orangutan itu diperoleh Suryani saat berjualan kain keliling ke Desa Tumbang Maya. Suryani melihat ada anak orangutan di salah satu rumah warga. Kondisinya kurus dan terlihat kurang sehat.

Anak orangutan berjenis kelamin betina diperkirakan berusia kurang dari enam bulan itu, sebelumnya ditemukan warga di hutan. Satwa dilindungi yang mempunyai nama latin pongo pygmaeus itu kemudian dibawa pulang oleh warga.

"Saya tertarik membawanya pulang, namun warga tersebut belum mengizinkan. Setelah sampai di rumah, saya bercerita kepada suami tentang kejadian itu," katanya. Sang suami menjelaskan bahwa orangutan merupakan satwa dilindungi sehingga tidak boleh dipelihara tanpa izin, apalagi jika ditempatkan di tempat tidak layak karena rawan mati.

Beberapa hari kemudian, Suryani kembali lagi ke Desa Tumbang Maya dan menjelaskannya kepada warga yang memelihara orangutan tersebut.

Setelah berdiskusi dan Suryani berjanji akan mengganti biaya yang dikeluarkan selama merawat anak orangutan itu, warga tersebut akhirnya bersedia menyerahkannya.

Suryani kemudian membawa pulang dan merawat anak orangutan yang diberi nama Keri. Dia bersama suami dan anaknya kemudian pergi ke Sampit menempuh perjalanan lebih dari lima jam untuk menyerahkan anak orangutan itu kepada BKSDA.

"Saya menghubungi Polsek Antang Kalang dan dihubungkan dengan BKSDA. Saya ambil orangutan itu pada 9 Januari 2019, jadi sekitar satu bulan lebih saya rawat hingga berkesempatan mengantarnya ke Sampit."

"Anak saya sempat meminta untuk merawat lebih lama sebelum diserahkan ke BKSDA," ujar Suryani yang terlihat terharu harus berpisah dengan Keri.

Komandan Pos Jaga BKSDA Sampit, Muriansyah yang datang mengevakuasi anak orangutan itu, berterima kasih atas kepedulian Suryani dan keluarganya.

Dia mengaku salut karena Suryani rela jauh-jauh datang ke Sampit untuk menyerahkan satwa dilindungi tersebut.

"Anak orangutan ini akan kami bawa ke Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat untuk direhabilitasi. Kondisi orangutan sehat, walaupun ada luka kecil di bagian kaki, tetapi sudah kering dan badan terlihat kurus," kata Muriansyah.

Dia mengatakan, induk orangutan biasanya tidak pernah meninggalkan anaknya sendirian meski sedang berada di sarang dan akan selalu dibawa ke manapun pergi. Karena itulah Muriansyah menduga induk orangutan itu telah dibunuh oleh seseorang.

Dia mengingatkan masyarakat tidak memelihara orangutan karena melanggar hukum. Orangutan yang dipelihara manusia sangat rawan mati. Satwa yang anatomi tubuhnya mirip manusia ini juga bisa menularkan penyakit berbahaya kepada manusia seperti tubercolosis, hepatitis dan lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Warga yang memelihara, apalagi membunuh orangutan diancam sanksi hukum yang berat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5/1990 Pasal 21, menyatakan, siapa saja yang memelihara, memburu, memperjualbelikan dan menyelundupkan orangutan, owaowa, kukang, beruang dan satwa liar dilindungi lainnya, akan dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta," kata Muriansyah.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus