Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Otak Anak Miskin Lebih Kecil dari Anak Kaya, tapi

Ilmuwan sosial telah menemukan, saat anak masuk taman kanak-kanak, ada kesenjangan akademis antara anak dari keluarga kaya dan miskin.

20 April 2015 | 08.29 WIB

TEMPO/Yuyun N
Perbesar
TEMPO/Yuyun N

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ilmuwan sosial telah menemukan, saat anak masuk taman kanak-kanak, ada kesenjangan akademis antara anak dari keluarga kaya dan miskin. Kita tak tahu pasti apa sebenarnya yang terjadi.

Namun sebuah penelitian yang dipublikasikan jurnal Nature Neuroscience baru-baru ini menambahkan faktor biologis atas isu ini. Demikian ulasan The Slate pada Jumat, 17 April 2015.

Dengan pemindaian MRI terhadap lebih dari seribu subyek usia 3-20 tahun, peneliti menemukan bahwa anak-anak dari keluarga miskin cenderung punya otak yang lebih kecil daripada anak dari keluarga kaya.

Secara khusus, penelitian ini menunjukkan anak dari orang tua dengan pendapatan lebih rendah punya permukaan cerebral cortex yang lebih kecil. Cerebral cortex adalah wilayah abu-abu pada otak yang bertanggung jawab terhadap kemampuan-kemampuan seperti bahasa, pemecahan masalah, dan fungsi yang lebih tinggi, yang umumnya kita sebut inteligensia.

Anak yang lebih miskin juga mendapat nilai yang lebih buruk dalam ujian kognitif, dan analisis statistik menunjukkan kesenjangan itu berhubungan dengan dimensi otak.

Seberapa besar kesenjangan itu? Menurut penelitian yang dipimpin Kimberly Noble, profesor di sekolah kedokteran Columbia University, Amerika Serikat, anak-anak yang memiliki orang tua dengan pendapatan kurang dari US$ 25 ribu atau Rp 320 juta per tahun punya 6 persen wilayah otak dalam cortex yang lebih kecil dibanding yang orang tuanya berpendapatan sedikitnya 1,95 miliar per tahun.

Ini studi terbesar yang pernah dilakukan untuk topik semacam ini, tapi terlalu dini untuk menarik kesimpulan. Kimberly Noble yakin bahwa perbedaan fisik antara anak kaya dan miskin ini harus dilacak ke lingkungan tempat mereka tumbuh, dan itu berarti awal penelitian baru untuk menguji teori ini.

Meskipun peneliti berkesimpulan bahwa ada hubungan kuat antara otak anak dan pendapatan orang tuanya, itu tidak sungguh-sungguh kukuh. Dari data statistik yang mereka miliki, sesungguhnya ada banyak anak miskin yang memiliki otak relatif lebih besar dan, sebaliknya, ada banyak pula anak kaya yang memiliki otak relatif lebih kecil.

THE SLATE | IWANK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus