Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Status Siaga Gunung Merapi (Level III) telah genap berusia dua tahun per hari ini, Sabtu 5 November 2022. Status Siaga kali ini menjadi yang terpanjang dalam sejarah pencatatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Memang menjadi status siaga terpanjang dalam sejarah, meskipun sebenarnya kalau dari sisi aktivitas erupsinya periode kali ini bukan yang terpanjang bagi Merapi," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Agus Budi Santoso, Jumat 4 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari sisi erupsi, Agus mengatakan, Gunung Merapi pernah mengalami periode terpanjang saat meletus pada 1992 silam. Kala itu aktivitas erupsinya masih terus terpantau hingga 1997 atau selama lima tahun.
"Status Siaga ini cukup panjang karena aktivitas Merapi saat ini memang sesuai dengan kriteria status Siaga yang ditetapkan," kata Agus. Ciri atau kriteria utama gunung api masuk dalam status Siaga adalah ketika aktivitasnya dinilai berpotensi mengancam penduduk di permukiman. "Jadi potensi ancaman dari erupsi itu masih ada, meski belum nyata," kata dia.
Potensi bahaya dari Merapi itu ditunjukkan dari keberadaan dua kubah lava yang masih tumbuh. Baik kubah yang bertengger di sisi barat daya dengan volume 1,8 juta meter kubik dan kubah bagian tengah yang volumenya kini 2,8 juta meter kubik. "Dua kubah ini, jika sewaktu-waktu longsor akibat dipicu proses ekstrusi yang masif maka bisa mengancam permukiman warga di sekitarnya," kata Agus lagi.
Status Siaga Gunung Merapi belum dicabut karena hasil pantauan BPPTKG masih menemukan suplai magma di dalamnya gunung itu. Suplai magma intens ini yang membuat kegempaan di Gunung Merapi masih tergolong tinggi sampai sekarang: sekitar 40 kali dalam sehari.
"Suplai magma yang masih berlangsung ini yang membuat deformasi (perubahan bentuk atau posisi) Merapi mencapai 15,5 meter sejak Juni 2020 atau sebelum status Siaga," kata Agus.
Gunung Merapi memuntahkan material vulkanik di Kali Gendol, Yogayakarta, Indonesia 10 Maret 2022. BPPTKG - PVMBG/Handout via REUTERS
Metode Pemantauan Aktivitas Gunung Merapi
Dia meyakinkan kalau status Siaga Gunung Merapi bertahan sampai dua tahun berdasarkan data-data pantauan yang cukup akurat dengan berbagai metode. Bahkan, Agus menambahkan, metode pemantauan Gunung Merapi termasuk salah satu yang paling lengkap di Indonesia. "Termasuk jika dibandingkan pemantauan gunung api di negara lain," kata dia.
Agus mencontohkan untuk memantau aktivitas Merapi, dilakukan dengan lima pendekatan metode. Dari paling umum sampai spesifik meliputi metode seismik, deformasi, visual, dan geokimia. Sensor-sensor ditanam untuk menjalankan seluruh metode tersebut.
Menurut Agus, ada seluruhnya ratusan titik yang digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Merapi. "Untuk titik sensor seismik, misalnya, ada 40-an. Sensor deformasi lebih banyak lagi titik sensornya."
Metode pendataan deformasi untuk memantau Merapi juga memiliki beberapa pendekatan. Antara lain pendekatan Global Positioning System atau GPS yang akurasinya sampai satuan sentimeter. Lalu ada juga pendekatan sinar laser yang ditembakkan dari pos pengamatan ke puncak gunung yang akurasinya sampai satuan milimeter.
Selain itu dalam metode deformasi BPPTKG juga menggunakan pendekatan waterpass atau tier meter untuk mengukur kemiringan. Ada 40 titik pantau ini untuk mendapatkan data posisi Merapi.
Guguran material vulkanik keluar dari kubah lava Gunung Merapi terlihat dari Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat, 5 Maret 2021. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Adapun dalam metode geokimia, BPPTKG mengambil sampel material magma Merapi untuk mengetahui kandungan gas yang dikeluarkan. Namun, dengan sifat erupsi Merapi yang efusif alias mengeluarkan material dalam bentuk leleran, metode yang paling diandalkan adalah pantauan morfologi. Seperti pemantauan pertumbuhan kubah lava.
Pemantauan morfologi dilakukan di sejumlah stasiun sekitar Merapi sampai pendirian thermal camp. "Dari metode thermal camp ini kami jadi tahu kubah lava Gunung Merapi masih aktif dan tumbuh. Jika pemantauan menunjukkan warnanya masih merah, artinya suhu masih sangat tinggi," kata dia.